Suasana sekolah tampak ramai seperti biasa, semua siswa-siswi pun sudah stay di kelas masing-masing, tinggal menunggu pelajaran pertama dimulai maka kegabutan akan melanda.
"Dar, lo gapapa?"
Dara tersentak kaget saat Megan menyentuh bahunya. Ia sudah melamun sejak berangkat ke sekolah hingga sekarang, dan itu membuat Megan merasa khawatir.
"Eh, enggak Meg. Gue gapapa." Dara tersenyum tipis, mencoba meyakinkan sahabatnya jika dirinya baik-baik saja.
"Ohh kirain kenapa, lo jangan ngelamun mulu Dara. Gue khawatir, lo pasti mikirin Reka 'kan?" tanya Megan dengan suara tercekat.
Mendengar nama Reka, Dara menoleh ke samping, melirik bangku di sebelahnya yang tampak kosong. Bangku itu milik Reka, yang kini tak 'kan lagi diduduki oleh pemiliknya.
"Udah lo jangan mikirin dia mulu, kasian Reka nya gak tenang di alam sana, lo harus janji sama gue kalo lo akan ikhlasin dia dan mulai lagi kehidupan cerah lo, ayo senyum!" Megan menggenggam tangan Dara, meskipun sebenarnya Megan jauh lebih menderita akan kepergian Reka, namun dia juga harus menjadi yang lebih dewasa dalam mengatasi keadaan. Setidaknya untuk saat ini.
Dara menghela napas panjang dan memejamkan matanya singkat."Oke!" Bibirnya terangkat naik membentuk senyuman, meskipun dalam hati kenyataan berbeda.
***
SMA Cakrawala dipulangkan lebih awal hari ini, para guru bilang akan ada aksioma per-tingkat provinsi yang mengundang mereka dan harus dipertimbangkan baik-baik oleh semua anggota guru.
Dara tidak ingin pulang kemanapun, baik ke rumahnya ataupun ke apartemen milik Arga. Ia lebih memilih berjalan kemana pun kakinya melangkah.
Pikirannya masih bergelut soal percakapan Arga dengan seseorang di samping rumah tadi malam. Dara jadi teringat soal kematian si supir taksi yang di ceritakan oleh sesama supir taksi kemarin.
Ia yakin supir taksi itu adalah pria yang mengantarnya ke hotel waktu itu.Sungguh Dara tak habis pikir, dengan teganya Arga membunuh pria itu tanpa memikirkan tentang keluarganya, dibalik kerja kerasnya dalam mencari nafkah, pasti ada istrinya sedang merindukannya, anak-anaknya yang menantikan ayahnya pulang, dan sekarang, dengan mudahnya Arga merenggut semua itu.
Tak terasa sudah satu jam ia berjalan, dan kini Dara sudah berdiri di depan peristirahatan terakhir umat manusia.
Dara berjongkok, mengusap sayang batu nisan bertuliskan REKA di depannya. Tak peduli seragam putih abunya akan kotor oleh tanah, ia hanya ingin memeluk Reka saat ini sama sepertinya yang selama ini ia lakukan saat hatinya sedang kalang kabut.
Reka adalah obat terbaik setelah Megan."Ternyata bener apa yang lo katakan, sekali psikopat tetaplah psikopat. Reka gue minta maaf, bener-bener minta maaf. Andai saja gue gak kabur mungkin lo gak akan jadi korbannya Arga. Gue pengen cerita banyak sama lo, gue bingung harus gimana sekarang, gue bisa aja ngorbanin perasaan gue ke Arga buat ngelindungi orang-orang sekitar gue. Tapi, itu gak akan bisa. Selagi gue masih hidup, Arga bakalan terus genggam gue ..."
"Reka gue pamit dulu ya, gue mau ke rumah keluarga supir taksi yang udah menjadi korban kayak lo. Gue mau ngasih sumbangan dengan alasan belasungkawa. Sekali lagi gue minta maaf!"
Dara berdiri, menghapus butiran bening yang sepertinya tak ingin berhenti, ia melangkah dan beranjak pergi untuk ke rumah duka. Bagaimanapun juga Dara harus bertanggung jawab meskipun hanya dengan bentuk kertas bernama uang.
***
Brakkk!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psychopath (Terbit)
Teen FictionPosesif adalah caraku mencintaimu, agar kau tetap ada di sampingku dan tidak pergi dari hidupku🔪 #1 in possessive, 10 Juni 2020 #1 in acak, 15 Juni 2020 #1 in fiksiumum, 15 Juni 2020 #1 in mati, 17 Juni 2020 ©Nabilarahma