[07] Reka Is Death

106K 6.8K 428
                                    

"Makasih ya pak."

Dara memberikan selembar uang berwarna merah pada supir taksi setelah kakinya sudah turun sempurna dari dalam taksi.

Saat ini ia sudah berada di depan area pemakaman umum Jakarta Timur. Setelah melihat berita tadi pagi Dara langsung memutuskan untuk pulang. Sebelumnya, ia sempat ditangani oleh pihak hotel saat insiden pingsan yang menimpa Dara. Tak membutuhkan waktu lama bagi Dara untuk sadar kembali.

Dara menghela napas berat, bendera kuning terlihat berkibar di salah satu mobil yang melayat Reka. Orang-orang berpakaian hitam dan putih membawa kitab Al-Quran masing-masing.

Dara melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam area, ia kembali meneteskan air mata saat melihat sebuah peti yang ditutupi kain samping tengah dikerubuni banyak orang. Itu pasti jasad Reka, karena keadaan tubuhnya yang setengah hancur, tim medis pasti memutuskan untuk membungkus mayatnya. Bau yang menguar dari jasad Reka pun sangat menyengat hingga membuat beberapa orang yang ada di sana harus menutup hidung mereka.

Di sebelah kiri seorang wanita tua tengah terisak begitu hebat dengan batu nisan di pangkuannya, dia ibunya Reka. Tampak seorang pria paruh baya yang sedang berusaha menenangkan ibu Reka yang semakin menggila. Dia suaminya sekaligus ayah dari Reka. Di sekelilingnya, tak sedikit pula orang yang melantunkan bait-bait surat Yasin untuk mengantar Reka pada sisi Ilahi.

Kemudian di depan mereka, ada tiga orang yang tengah bersiap memasukkan jasad Reka ke liang lahat yang sudah digali sebagaimana mestinya. Di sana, tampak Megan yang sedang menangis tersedu-sedu sambil memeluk dirinya sendiri.

Dara menghampiri Megan, memeluknya dengan sangat erat dan terisak hebat di bahunya. Megan membalas pelukan Dara, ia kembali menangis dan mengeluarkan isakan kecil.

"Gue gak nyangka Dar, gue yang biasanya ngebagi-bagiin kabar berita orang lain, sekarang harus mengabarkan kematian sahabat gue sendiri," lirihnya dengan suara begitu parau akibat terlalu banyak menangis.

"Gue gak bisa nerima kenyataan ini, gue gak bisa." Dara semakin erat memeluk Megan, tubuhnya terguncang dengan rasa sesak yang kian menyergap, bingung harus menjabarkan perasaannya lewat apa. Menangis? Tidak ada apa-apanya, mungkin menangis hanya membuang sepertiga dari rasa sakitnya. Kini hanya Megan lah satu-satunya sahabat yang ia punya.

Megan menghapus air matanya, bibirnya yang pucat sempurna tersenyum miris, tangannya yang gemetar memegangi pundak Dara yang sama-sama gemetarnya.

"Dar, kita harus relain Reka, dia pasti udah tenang di sana. Dia bakal sedih kalau kita kayak gini. Lo masih punya gue, dan gue masih punya lo. Kita masih bisa sama-sama, dan akan selamanya kayak gini." Megan memeluk erat tubuh Dara yang sedang rapuh. Keduanya menangis menumpahkan segala kesedihan yang mendera. Saling menyalurkan kekuatan dan memberi keberanian di tengah-tengah luka yang menyesakkan.

Seiring dengan larutnya kesedihan, peti yang membungkus Reka akhirnya di masukkan dan ditutupi oleh tanah yang masih basah.

Selamat tidur Reka

                                    ***

Sepanjang perjalanan Dara terus saja terisak, air matanya seakan tak puas-puas membasahi pipi mulusnya. Memori-memori indah bersama Reka mendadak berputar satu-persatu di benaknya. Kini semua itu sudah menjadi kenangan.
Supir taksi yang sesekali melihatnya pun merasa iba.

"Neng, udah atuh nangisnya. Perlu saya berhentiin dulu nih mobilnya biar eneng puas nangisnya?" ucap si supir taksi.

"Enggak, pak. Lanjut aja saya gapapa." Dara menghapus air matanya, ia tak ingin terlihat lemah di mata orang lain.

My Psychopath (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang