Dara menggerakkan pinggangnya ke kiri dan ke kanan untuk melenturkan otot-ototnya yang kaku. Hari ini tepat hari keempatnya ia tidak keluar kamar, kakinya sudah bisa digerakan dan berjalan lagi, artinya masa karantinanya telah selesai.
Dengan semangat 45, wanita muda itu bergegas turun ke bawah sambil bersenandung ria. Badannya sudah segar setelah melakukan ritual mandi selama setengah jam lamanya.
"Huhh baru juga tiga hari gak ngeliat suasana rumah, kangennya gak ketulungan, senangnya--"
Bughh.
"Aww ...!" Dara memegangi pinggangnya yang mencium lantai dan kepalanya yang membentur sofa.
"Siapa sih yang naruh mainan sembarangan?!"
"Mamii..." Ray berlari dan membantu Dara untuk bangun.
"Sayang kamu gapapa?" Arga datang dan menuntun Dara untuk duduk di sofa, ia menatap Ray sinis. "Kamu lihat? Lihat gara-gara kamu Mami celaka!"
Ray menunduk sambil memilin-milin jari mungilnya, bukan hal yang baru bagi Ray mendapat sentakan dari Arga jika menyangkut sosok Dara. Dulu, pernah sekali ia membuat kaki maminya itu terkilir karena harus mengejar Ray yang tidak mau mandi. Dan saat itu juga Arga marah besar.
"Kalo Daddy lagi ngomong jangan nunduk!" sentak Arga.
"Arga!" desis Dara pelan, rasa sakit di pinggangnya masih menominasi saraf-sarafnya.
"Mami maaf, aku lupa ambil mobil-mobilannya," cicit Ray.
"Sekali lagi kamu ceroboh dah buat Mami kamu celaka, Daddy buang kamu ke jalanan!"
"Arga!" Peringat Dara dengan nada berat.
Arga mengabaikan kekesalan Dara, ia menatap tajam pada Ray yang tengah menunduk dalam. Bahu anak itu bergetar dan sudah pasti kalau dia tengah menangis, tetapi Arga tak ingin peduli sedikitpun.
Masih dengan amarahnya, Arga membanting robot mainan Ray dan beranjak pergi ke lantai atas.
Dara yang mulai merasa baikan menoleh ke arah Ray dan mengusap rambutnya lembut. "Ray...."
Ray mendongakk lalu dengan sigap ia memeluk tubuh Dara sambil terisak. "Mami maaf...."
"Gapapa, lain kali, kalo udah selesai mainnya, Ray harus beresin lagi ya... biar kejadian gini gak keulang lagi," tutur Dara yang langsung diangguki oleh Ray.
****
"Aku gak suka kamu bentak-bentak Ray kayak tadi," ucap Dara terus terang.
Arga yang sedang mengusap-ngusap inti pisau mendongkak dengan wajah datar, setelah itu ia kembali sibuk menatap pisau keramatnya.
"Kamu tau apa yang kamu ungkapin ke Ray itu bisa merusak mental dia," kata Dara jengah sambil mendaratkan bokongnya di tepi ranjang. Sedangkan Arga yang bersender di sandaran ranjang tak menggubris sama sekali.
"Dengar aku!"
Arga menghembuskan napas kecil. "Apa?"
"Tau lah!"
"Dengar aku," ujar Arga seraya menggeser tubuhnya mendekati Dara. "Aku cuma gak mau kamu kenapa-napa, kejadian kayak tadi bukan pertama kali tapi berkali-kali, aku gak peduli mau siapa pun orangnya termasuk Ray sekalipun, kalau dia nyakitin kamu aku gak akan segan-segan buat bertindak."
"Kamu itu berlebihan Ga, tolong bedain situasi dan kondisi, kita bukan anak osis lagi yang bisa bebas dengan sikap kita. Sekarang ada Ray yang harus kita jaga dan mengerti sepenuh hati."
"Kalau gitu, aku bunuh Ray aja, dengan begitu juga kamu bisa aku miliki sepenuhnya gak perlu berbagi sama dia," kata Arga tanpa beban.
"Berhenti omong kosong!" sentak Dara. Ibu mana yang tidak akan rela mendengar kalimat iblis seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psychopath (Terbit)
Teen FictionPosesif adalah caraku mencintaimu, agar kau tetap ada di sampingku dan tidak pergi dari hidupku🔪 #1 in possessive, 10 Juni 2020 #1 in acak, 15 Juni 2020 #1 in fiksiumum, 15 Juni 2020 #1 in mati, 17 Juni 2020 ©Nabilarahma