Edited
Lusa harinya
Aku menghela napas panjang. Sudah dua hari dan belum ada tanda-tanda jika Claude akan datang. Aku jadi berpikir bahwa Felix tidak melaporkanku pada Claude. Bagus sekali kalau memang begitu, aku masih bisa memikirkan cara untuk kabur dari istana. Kalau bertemu Felix lagi, aku akan berbangga hati menganggapnya sebagai temanku.
Aku menutup buku sosiologi yang kubaca dan mengembalikannya ke rak. Oh, kalian bertanya kenapa aku punya buku sosiologi? Jujur ini karena kesalahanku karena kurang waspada dengan keadaan sekitar.
Saat masih empat tahun, Lily sering membacakan buku dongeng untukku. Dari situ, diam-diam aku belajar untuk membaca dan menulis. Setiap kali selesai menulis, aku menyembunyikan kertas-kertas yang kugunakan di bawah kasur. Bodoh memang. Tapi setelah satu minggu mereka belum menemukannya, aku berpikir tempat itu aman.
Namun, aku salah perhitungan. Ketika hari bersih-bersih skala besar di Istana Ruby tiba, kertas-kertas itu ditemukan oleh Seth dan Hannah. Seluruh Istana Ruby heboh mengetahui bahwa aku bisa menulis meskipun bentuk tulisanku mirip benang ruwet.
Setelah insiden itu, Lily, Seth, dan Hannah mengajariku cara membaca, menulis, dan tata krama dasar. Pelayan yang lain hanya bisa membelikanku buku bacaan. Entah itu buku dongeng, sejarah, atau bahkan sosiologi. Tak tanggung-tanggung, mereka juga secara bergantian menemaniku membaca dan memujiku sebagai anak jenius.
Aku menggelengkan kepala pelan. Itu sangatlah memalukan jika kuperhatikan betul-betul.
"Kakak pelayan! Athy mau main di luar!" aku menghampiri pelayan yang hari ini bertugas menemaniku membaca.
"Baiklah kalau begitu. Hati-hati ya, Tuan Putri. Pulanglah sebelum makan siang."
Aku mengangguk kepada pelayan itu dan berlari keluar istana. Aku butuh udara segar setelah membaca selama tiga jam. Ketika pintu istana sudah terlihat, aku menambah kecepatan ku. Namun, ada dua orang pelayan yang lewat di hadapanku.
BRUUK!
Aku jatuh terduduk. Tidak sakit, hanya kaget saja. Tiba-tiba ada orang lewat di hadapanmu saat lari benar-benar jump scare.
"Tuan Putri! Maafkan saya. Saya tidak melihat Anda berlari kemari," ucap salah satu pelayan.
Aku mendongakkan kepala, menatap salah satu pelayan dengan rambut cokelat dan mata berwarna senada dengan rambutnya. Dia adalah Hannah.
"Seharusnya Kau memperhatikan langkah mu, Hannah. Aku berusaha menghentikan mu, tapi langkah mu cepat sekali," ucap pelayan yang satunya.
Rambut dan mata sama-sama berwarna ungu. Pelayan yang satu ini, siapa lagi kalau bukan Seth?
Seth membantuku berdiri dan membersihkan baju ku dari debu.
Seth dan Hannah, dua pelayan lain yang dekat denganku setelah Lily. Kami bertiga adalah partner in crime. Setidaknya begitu menurut ku. Ketika Lily melarang ku makan cokelat, aku akan merengek pada mereka dengan puppy eyes dan senyum sejuta watt milikku. Maafkan aku yang nakal ya, Lily. Sepertinya aku tidak bisa hidup tanpa cokelat.
"Tuan Putri mau ke mana?" Hannah bertanya.
"Athy mau main di luar!" aku memekik girang sambil melompat-lompat.
"Imutnya!" ucap Seth dan Hannah berbarengan.
"Kalau begitu pulanglah sebelum makan siang ya, Tuan Putri," Hannah tersenyum pada ku.
Aku mengangguk, "Athy pergi dulu! Dadah, Seth! Hannah!"
Aku berlari meninggalkan mereka yang memekik kegirangan menuju gazebo di taman Istana Ruby. Duduk termenung di gazebo itu, aku mengingat-ingat satu tahun terakhir setelah menjadi Athanasia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance (WMMAP FANFIC) || S1✓ [REVISI]
Fanfic*HANYA SEBUAH FANFICTION* *Kalau Kalian suka WMMAP, baca aja. Saran dan kritik boleh.* . . . Seorang gadis bereinkarnasi dalam dunia novel yang ia baca. Namun bukannya senang, ia malah sedih karena bereinkarnasi menjadi seorang tokoh yang akan mati...