BRAAK!
Aku membanting pintu ruang kerja papa. Kurang ajar memang, tapi itu urusan nanti. Ada sesuatu yang lebih penting sekarang.
"Athy? Apa yang Kau lakukan? Kau mau merusak pintu ruang kerja ku?" papa bertanya meletakkan dokumen dan pena celupnya.
Felix yang berdiri di belakang papa berusaha menenangkan papa. Aku masih dengan napas tersengal-sengal berjalan mendekati papa. Ku sangga tubuh ku dengan kedua tangan di meja, berhadapan langsung dengan papa.
"Papa...ada yang...harus...kita bicarakan. Penting, tentang...obrolan...siang ini."
Aku mengatur napas ku. Papa menatap ku sebentar sebelum akhirnya menyuruh Felix menyiapkan teh. Ketika Felix sudah keluar, papa menyuruh ku untuk duduk di sofa.
Aku masih mengatur napas, jadi papa memilih diam. Tak berapa lama kemudian, Felix datang dengan teh dan dua cangkir. Setelah menyajikan teh, Felix diistirahatkan oleh papa.
"Jadi? Ada apa?" tanya papa menuangkan teh.
Harum teh menyebar. Oh, teh lippe! Aku suka teh lippe! Bukan, bukan itu tujuan utama ku kemari! Aku menatap papa di hadapan ku, dia menatap ku dengan ekspresi datar.
"Athy tahu siapa Penyihir Menara Hitam dalam mimpi papa," ucap ku pelan.
Papa yang hendak menyeruput tehnya terdiam. Dia menatap ku dengan wajah seolah berkata, 'Sungguh?'. Aku mengangguk pelan padanya.
"Bagaimana bisa? Ini bahkan belum ada dua jam sejak pembicaraan di kapal."
Papa menyeruput tehnya. Aku menatap langit-langit ruang kerja papa. "Bisa dibilang, ada pemantik yang memicu ingatan Athy."
Papa menaikkan sebelah alisnya, menunggu penjelasan lebih lanjut dari ku. "Tadi saat Athy sedang berbincang dengan Lily, Athy mengingat sesuatu tentang Penyihir Menara Hitam."
Papa mengangguk pelan. Dia meletakkan cangkirnya dan melipat kedua tangannya. "Jadi? Siapa Penyihir Menara Hitam ini?"
"Lucas."
"APA?" papa berteriak.
Hampir saja dia menggebrak meja kalau tidak ku hentikan. Aku memintanya untuk tenang dan menuangkan teh lagi ke cangkirnya. Duh, kaget aku. Tidak ku sangka reaksi papa seperti itu.
"Bocah tengik itu Penyihir Menara Hitam? Jadi selama ini dia menipu ku dengan wujud bocah begitu? Kau tahu usia Penyihir Menara Hitam itu ratusan tahun kan?"
Aku mengangguk patah-patah menjawab ketiga pertanyaan beruntun papa. Apa papa marah karena Lucas menyembunyikan identitas aslinya? Maksud ku, bahkan di kehidupan pertama, Lucas juga melakukan hal yang sama.
"Apa menurut mu bocah di kehidupan pertama mu dan yang sekarang orang yang sama?" papa bertanya pelan.
Aku memiringkan kepala tidak paham. Apa maksudnya? Apa maksud papa sama-sama mengingat kehidupan pertama?
"Sepertinya berbeda. Entah, Athy juga tidak tahu. Memang ada apa?" tanya ku balik.
"Ku pikir aku harus mengucapkan terima kasih pada bocah itu karena sudah menemani mu di kehidupan pertama. Semoga saja berbeda. Aku tidak mau berterima kasih pada bocah sepertinya. Apalagi menyembunyikan rahasia sebesar itu."
Oh, papa punya niatan yang baik. Aku terharu papa. Tapi, mungkin berat untuk mu mengucapkan terima kasih pada Lucas. Secara di mimpi mu kemarin, Lucas mengatai ayah habis-habisan. Itu artinya, papa tahu sifat asli Lucas secara tak langsung.
"Ceritakan sedikit tentang Penyihir Menara Hitam ini di kehidupan pertama mu," pinta papa.
"Ku pikir papa kesal pada Penyihir Menara Hitam ini, kenapa tiba-tiba mau dengar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance (WMMAP FANFIC) || S1✓ [REVISI]
Fanfiction*HANYA SEBUAH FANFICTION* *Kalau Kalian suka WMMAP, baca aja. Saran dan kritik boleh.* . . . Seorang gadis bereinkarnasi dalam dunia novel yang ia baca. Namun bukannya senang, ia malah sedih karena bereinkarnasi menjadi seorang tokoh yang akan mati...