~Paman Putih dan Darah~

1.9K 190 18
                                    

Time skip - 2 tahun kemudian

Dua tahun berlalu dengan cepat, sekarang aku tujuh tahun. Tidak banyak yang berubah dengan keseharian ku. Aku menghabiskan waktu dengan belajar dan bermain.

Tahun ini aku tidak belajar sendiri, sesuai kesepakatan, para pengajar ku yang dulu sudah resmi menjadi guru ku. Sejarah, sosiologi, matematika, dan bahasa. Oh, papa juga menambah beberapa guru, tata krama dan menari.

Aku sempat bertanya pada papa kenapa tidak mencarikan ku guru ketatanegaraan juga. Dia hanya menjawab kalau aku belum butuh. Jujur aku senang-senang saja dengan jawabannya, dengan begitu waktu bermain ku tidak berkurang lagi.

Waktu bermain ku habiskan dengan Lily, Seth, Hannah, dan Felix. Kalau papa jadi lebih sibuk dengan pekerjaannya, dia mulai jarang menghadiri tea time dengan ku. Tidak kehabisan akal, papa akhirnya meminta ku untuk sarapan, makan siang, dan makan malam dengannya.

Aku sih setuju-setuju saja. Aku bosan karena tidak bisa bermain dengan papa. Omong-omong, sebagai ganti tea time ku yang dibatalkan, aku selalu bermain dengan Hitam. Lucas memang pernah bilang kalau aku tidak boleh main lama-lama dengan Hitam, tapi biarlah. Aku juga bosan kalau semua orang sibuk.

Sejak insiden di perapian, Lucas tidak pernah datang. Aku tidak tahu dia sedang apa selama dua tahun ini. Bisa dibilang, aku mencarinya. Mencarinya bukan merindukannya! Dia itu satu-satunya teman yang bisa ku ajak bicara dengan santai. Entah itu karena dia membuat dirinya seperti seumuran ku atau karena dia tahu rahasia ku.

Aku semakin hari jadi semakin bosan. Papa dan Felix semakin sibuk, Lily dan pelayan yang lain juga banyak kerajaan, Lucas tidak pernah datang, dan kelas yang tiap minggu selalu berputar tanpa henti. Aku bosan!

Apa aku minta teman seumuran saja, ya? Memangnya boleh? Memelihara Hitam saja hampir tidak boleh. Mengingat lagi, Hitam sudah ketahuan oleh papa dan hampir dibunuh.

Saat itu aku tidak sengaja membiarkan pintu balkon terbuka lagi. Akhirnya saat tea time dengan papa, Hitam datang dan melompat ke meja. Dia memakan semua cokelat yang ada. Papa yang kesal berniat membunuh Hitam karena mengganggu. Aku langsung memohon pada papa, Hitam itu peliharaan ku lebih tepatnya sinsu ku.

Papa akhirnya mengiyakan dengan syarat Hitam tidak menggangu lagi. Aku berterima kasih pada papa karena mengampuni Hitam. Sejak saat itu, aku selalu menutup pintu balkon dan pintu kamar saat hendak keluar.

TOK! TOK! TOK!

Felix mengintip dari pintu, mencari keberadaan ku. Aku segera menghampiri Felix. Kalau dia mencari ku tiba-tiba, artinya papa mencari ku.

"Felix!"

"Ah, Tuan Putri!"

"Kenapa Felix di sini?"

"Yang Mulia ingin bertemu Tuan Putri."

Aku melompat girang kemudian menutup pintu balkon. Aku menghampiri Felix dan menggandeng tangannya. Aku sudah tujuh tahun, tidak perlu digendong lagi. Kami berpamitan pada Lily dan menuju Istana Garnet.

Oh iya, tentang Felix dan Lily, ternyata mereka belum resmi berpacaran. Bisa dibilang, mereka masih tahap pdkt. Mereka mulai memanggil satu sama lain dengan nama depan, meskipun masih ada kata 'tuan' dan 'nona'. Aku tidak masalah, mereka cocok kok. Kalau nanti Felix mau melamar Lily, aku akan memberinya restu.

Kami sampai di Istana Garnet, tapi Felix menuntun ku ke ruang bicara. Aku melihat sekeliling. Sepertinya memang kami menuju ke ruang bicara. Kami sudah sampai di depan pintu.

"Tuan Putri bisa masuk. Yang Mulia sudah menunggu di dalam."

"Eh? Felix mau ke mana?"

"Saya disuruh Yang Mulia untuk memanggil tamu."

Chance (WMMAP FANFIC) || S1✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang