Luka

2K 93 1
                                    

Karya: sweetchocopink

***

Bagiku pernikahan adalah penyempurna iman. Tapi, jika salah satu berkhianat aku bisa apa? Apakah aku harus mempertahankan luka yang aku rasakan saat ini atau pergi atas penghianatan bertahun-tahun?

****

Namaku Nada, seorang ibu rumah tangga yang sibuk dengan goresan tinta yang karyanya memenuhi jejeran toko buku. Sebagai ibu satu anak, membuat aku mencurahkan segala perhatianku pada anak lelakiku yang berusia lima tahun, Haikal Tanujaya. Suamiku seorang pembisnis yang namanya selalu muncul di jejeran koran, Adi Tanujaya.

Untuk mencapai kesuksesannya, suamiku selalu berjuang sekeras tenaga. Bahkan aku, selaku istrinya hanya bisa membantu dia sebisaku. Setidaknya, dengan pengetahuan bisnis yang kudapatkan di bangku kuliah, aku bisa lebih membantu meringankan beban pikirannya kala itu.

Aku mengenal suamiku bukan karena kami satu kampus. Melainkan, karena kami tidak sengaja dipertemukan dalam suatu majelis keagamaan yang diadakan di masjid istqlal Jakarta. Kala itu, ia tidak sengaja menatapku saat aku dan sahabatku, Nida--keluar dari masjid yang begitu indah.

Tatapan yang awalnya kukira angin lalu, malah membawa perasaan aneh yang bukan seharusnya. Ya, aku jatuh cinta pada sosoknya. Bahkan dengan egoisnya, aku meminta Sang Pemilik hati untuk menyatukan kami dalam sebuah ikatan pernikahan. Mungkin terlalu tinggi kala itu, tapi entah kenapa aku sangat berharap demikan.

Sampai akhirnya, doaku terkabulkan. Satu bulan penantianku terbayar dengan kedatangannya bersama seorang yang katanya adalah guru ngajinya. Awalnya aku bingung kala itu, kemana keluarganya? Tapi penjelasan yang mengatakan keluarganya sudah tiada membuat hatiku sedikit tercabik. Dia sendirian di dunia ini dan rasa ingin bersamanya semakin besar kurasakan.

Ayah serta kakakku menyerahkan semua jawaban atas lamarannya padaku dan dengan tegas aku menerima lamarannya. Wajar aku mencintainya dan itu tidak bisa aku tahan kala itu. Sampai akhirnya di sinilah aku dan dia berada. Di acara pesta pernikahan kami yang ke lima.

Awalnya aku tidak setuju dengan perayaan seperti ini. Karena terlalu buang-buang uang. Lebih baik berbagi kepada orang yang membutuhkan. Entah sejak kapan suamiku berubah seboros ini, karena saat awal pernikahan kami dia selalu mengingatkan aku untuk berbagi sesama. Tapi, kenapa aku merasa sedikit takut sekarang.

"Kenapa sayang?" Tanyanya sambil mengecup kepalaku yang tertutup oleh kerudung.

"Tumben sekali kamu mau merayakan pesta seperti ini? Biasanya kamu lebih suka berbagi sesama." Akhirnya keluar juga suaraku. Entah kenapa aku ragu sebenarnya, takut merusak suasana malam ini.

"Tenang saja sayang, kalau itu sudah aku lakukan. Kamu tidak perlu khawatir."

"Maaf ya aku jadi merusak suasana hati kamu." Aku menyesali ucapanku malam ini. Harusnya kami menikmati pesta ini dengan penuh kasih bukan kecurigaan seperti sekarang.

"Tidak sayang, kamu itu ibarat alarm buatku untuk hal kebaikan. Makasih ya sudah menemaniku sampai sejauh ini. Aku sayang kamu." Dia mengecup kembali keningku dan kali ini lebih lama dari yang pertama kali dilakukannya.

"Aku juga sayang kamu Mas, terima kasih karena kamu masih mau berbagi suka dan duka denganku sejauh ini. " Kami saling berpelukan. Sampai Nida datang bersama lelaki yang tidak pernah aku kenal sebelumnya.

"Cie yang lagi bahagia." Ledek Nida.

"Nida kangen." Aku memeluk tubuhnya yang terbalut gamis merah marun.

"Sehatkan kamu? Suami kamu setiakan nemenin kamu gak kaya dulu lahiran si Haikal." Nida dan suamiku itu seakan musuh bebuyutan sejak dia tahu suamiku tidak bisa menemaniku melahirkan. Padahal aku tahu, dia pasti sibuk dengan kerjaannya dan aku memakluminya.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang