Still

538 30 0
                                    

Written by inialdii

"Kamu jahat, Mas!" Ares mendorong Pandu kuat. "Kamu rebut istriku dan menodai persahabatan kita!"

"Harusnya kamu salahin Viena! Dia Yang ngajakin Mas kenalan dan menghabiskan malam bersama." Pandu menatap nyalang tak ingin disalahkan Ares. "Sebelum kamu nyalahin orang lain, sebaiknya kamu intropeksi, Res. Sadar diri kenapa istri kamu bisa selingkuh." Pandu mendekatkan mulutnya ke kuping Ares. "Lagipula, Viena yang menggoda Mas. Mas hanya laki-laki normal yang tergoda dengan rayuan wanita."

Ares terdiam. Dia ikut memikirkan apa yang Pandu katakan. Mungkin benar, bahwa semua adalah salah Ares. Ares yang terlalu sibuk dengan urusan kantor dan yayasan panti asuhannya. Pandu yang melihat Ares berpikir, hanya bisa tersenyum licik. Bagaimana ya, Ares ini terlampau polos bagi Pandu, terlalu mudah disetir dan di racuni. Bahkan Ares tidak sadar bahwa Ares hanya dimanfaatkan oleh Viena. Awalnya Pandu kasihan, tapi begitu melihat Viena, dia bersyukur.

"Apa jangan-jangan karena aku sibuk sama kerjaan ya, Mas?" Ares berkata pelan. "Makanya dia mencari seseorang yang selalu ada untuknya. Apa itu?"

"Mana Mas tahu! Tanya sama Viena sana! Kamu kira Mas bisa tahu pikiran Viena?" Pandu berdiri. "Udah ah, Mas mau balik kerja. Jadwal istirahat selesai."

Pandu akhirnya meninggalkan Ares yang larut dalam pikirannya. Memikirkan berbagai kemungkinan mengapa Viena yang telah lima tahun menyandang Ny. Ares berpaling darinya. Ares sudah memberikan semuanya kepada Viena; seluruh waktu luang Ares, seluruh gaji dan bonus Ares, seluruh fasilitas yang diterima Ares, bahkan seluruh masa lalu Ares sudah Ares ceritakan. Ares kembali merenung, apa ini karena Ares pernah lupa ulang tahun Viena? Apa karena lupa tanggal jadian? Lupa tanggal pernikahan? Atau Ares sudah tidak membuat Viena bersemangat kembali?

Ares beranjak dan segera pergi ke toko bunga, Ares ingin memberikan sedikit kejutan untuk Viena. Bukan dalam rangka apa-apa, hanya saja Ares berharap bahwa Viena akan luluh. Untuk kali ini saja, Ares berharap. Ia menyayangi Viena lebih dari apapun tidak ingin Viena jatuh ke tangan yang lain. Tulip putih, bunga kesukaan Viena semenjak mereka pacaran hingga kini. Untuk saat ini saja, Ares ingin egois, Ares ingin senyum Viena yang manis itu hanya ditujukan untuknya.

Kali ini saja ia berharap dan egois.

Saat Ares memakirkan mobilnya, Jayce tukang kebunnya langsung menghampiri Ares. Mukanya pucat pasi.

"Tuan, maafkan saya Tuan Ares." Jayce memohon. "Saya ga sengaja merusak bunga kesukaan Nyonya Viena."

"Kenapa kamu minta maaf ke saya?" Ares mengernyitkan dahi. "Minta maaf ke Viena saya."

"Nyonya Viena teh galak pisan, Tuan." Jayce hanya mampu menunduk. "Ga berani saya, Tuan. Jadi, saya butuh perantara."

Ares menepuk jidatnya. Jayce, tukang kebun Ares sejak tujuh tahun lalu memang terlalu polos.

***

"Kamu mau kemana, Vie? Rapi amat." Ares menepuk Vienna dari belakang.

"Aku mau ke acara temenku, lupa bilang ke kamu. Soalnya kamu sibuk." Viena memegang tangan Ares. "Boleh 'kan?"

Ares hanya bisa mengangguk saja ketika dimintai pendapat Vienna. Viena langsung senang dan memeluk Ares. Ares hanya tersenyum kecut kecil, karena bisa Ares duga kemana Viena pergi.

Karena hari ini ulang tahun Pandu.

***

Ares hanya bisa menelungkupkan kepalanya di antara lututnya, menahan luka yang sesak. Ares membenci kisah cintanya yang selalu kandas (walau saat ini Ares dan Vienna belum bercerai) dan berujung bertepuk sebelah tangan. Ares masih tak percaya Pandu tak bisa menjaga dan menahan juga mengingat bahwa Viena adalah istri sah Ares. Memang benar, cinta itu buta dan gila.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang