Suami Enggak Ada Akhlak

945 44 25
                                    

By LutfiahAnggrainiSyah

***

"Aku capek, Pa."

Muhammad Taufiq, lelaki yang baru saja dipanggil 'Pa' oleh istrinya-Nor Rahmadaniati. Akrabnya disapa Mahda.

Taufiq abai, fokus pada koran yang digenggamnya-sama sekali tidak melirik ke arah istri satu-satunya itu. "Kalau capek, ya istirahatlah, Mah."

Mahda menggeram, menahan kesal. "Aku capek!" ulangnya.

"Ya udah, sana istirahat," jawab Taufiq malas, tangannya membuka halaman koran selanjutnya.

"Aku gak bisa kamu selingkuhi kesekian kalinya ya, Pa!" kata Mahda memalingkan muka. "Aku perempuan, hati aku gak sebaja itu. Harusnya, tiga tahun lalu kamu gak usah nikahi aku."

Taufiq menatap Mahda yang menahan tangis. "Terus kenapa? Lagian, istri aku 'kan cuma kamu, Mah. Aku rasa gak masalah," jawabnya kelewat santai. "Dari awal aku 'kan udah bilang kalau aku gak bisa hidup sama satu perempuan. Kenapa kamu baru komentar sekarang?"

Kenapa? Karena Mahda percaya kalau suaminya bisa berubah.

Tiga tahun terakhir Mahda menunggu untuk dijadikan wanita satu-satunya bagi Taufiq-bukan hanya sekadar istri satu-satunya. Tiga tahun terakhir, ia menelan pil pahit tanpa air yang mendorongnya. Tiga tahun terakhir, ia menahan hasrat untuk bercerai ketika melihat Taufiq menggandeng dan memeluk perempuan lain di depan matanya. Dan, tiga tahun terakhir, Mahda mencoba tidak membenci keluarganya yang menjodohkan dirinya dengan Taufiq, karena uang.

Tapi, di tahun ke tiga ini, Mahda menyerah.

"Aku mau cerai."

Taufiq menatap mata Mahda dalam. Ia letakkan koran di atas meja. Speechless, benar-benar tak percaya kalimat sakral itu keluar dari mulut istrinya. "Gak bisa!" tegas Taufiq. "Aku cinta kamu. Jangan pernah bilang mau cerai lagi!"

Taufiq beranjak menuju kamar, tidak menerima penolakan. Tidak menerima jawaban apa pun lagi. Ia ... memang egois.

Lagi, Mahda terdiam. Kembali menangis. Meratapi hidup dan hatinya yang berantakan.

Mencintainya katanya? Cinta seperti apa yang selalu menabur luka? Cinta seperti apa yang selalu menyemat air mata? Cinta seperti apa yang malah mendua?

Katakan! Cinta seperti apa?!

Mahda ... ia benci pada takdirnya. Sampai kapan takdir mempermainkannya? Dan, sampai kapan ia berhenti mengucapkan,

"Selamat datang kembali, luka."

Seperti sore itu, Taufiq pulang dengan kemeja putih yang sudah lusuh dengan tiga kancing atasnya yang sudah terlepas, jasnya ia sampirkan di pundak, rambutnya berantakan, dan tangan kanannya menjinjing tas hitam berbahan kulit yang biasa dibawanya.

Mahda, dengan senyum dan binar coklat hangat matanya menyambut Taufiq, mengambil tas serta jasnya dengan lembut. Taufiq balas tersenyum, ia cium kening istrinya itu, lalu memeluk pinggangnya mesra, berjalan memasuki rumah mereka berdua. Memang, di balik tingkah sialannya, Taufiq cukup romantis, memperlakukan Mahda layaknya tuan putri.

Berkali-kali, Taufiq menciumi puncak kepala Mahda. Mahda hanya bisa tersenyum, perasaannya senang bukan main. Sampai Taufiq berkata, "Nanti malam Ratna mau ke rumah, ikut dinner sama kita."

"Rat-na?"

Mahda sontak berhenti, kebahagiaan yang dirasakannya kini menguap entah ke mana digantikan perasaan sesak luar biasa.

Ratna-sahabatnya, yang sekarang berstatus menjadi pacar suaminya dan entah, apa masih pantas disebut sahabat Mahda? Iya, Mahda tahu setiap perempuan-perempuan yang menjadi pacar suaminya dan, itu ... Taufiq sendiri yang bilang. Gila memang! Bahkan, Mulya yang berstatus sebagai sepupu Mahda, juga pernah menjadi pacar Taufiq.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang