Regret

736 43 1
                                    

By DelaSinta

***

"Sayang, kau ingin makan apa?" tanya Chandra pada sang kekasih yang tampak cemberut.

"Sayang, apa kau masih marah padaku? Aku benar-benar tidak memiliki hubungan dengannya. Cintaku hanya untukmu, dan selalu untukmu sampai akhir hayatku nanti. Apa kau tidak percaya padaku?" Chandra menggenggam tangan Jisya dengan erat, mencoba meyakinkan sang kekasih akan cintanya yang besar.

"Kau berbohong!"

"Aku tidak berbohong. Jika aku tidak mencintaimu tidak mungkin aku lebih memilih makan malam bersamamu, daripada menghadiri acara yang juga penting itu." Chandra mendekap Jisya ke dalam pelukannya, tangan besarnya mengelus puncak kepala perempuan itu dengan lembut. Rasa cintanya terhadap Jisya begitu besar, hingga rasanya ia tidak sanggup hidup tanpa adanya Jisya.

Lima tahun menjalin hubungan dengan Jisya, sama sekali tidak membuat Chandra bosan. Justru, rasa cintanya semakin besar. Begitu pun dengan Jisya, perempuan itu sangat mencintai Chandra.

"Jisya, aku tahu, aku terlalu sering mengucapkannya, tapi aku tidak pernah bosan untuk selalu mengucapkannya. Dan aku harap, kau juga tidak bosan untuk mendengarnya. Aku sangat, sangat, sangat mencintaimu Jis," kata Chandra seraya mengecup puncak kepala gadis itu. Buncahan kebahagiaan dalam dada membuat seulas ssnyum terpatri cantik di paras ayu Jisya.

"Aku juga sangat, sangat, sangat, mencintaimu Chan."

****

Jisya mendesah kecewa melihat satu garis merah pada alat tes kehamilan miliknya. Rasa sedih mulai memenuhi relung hatinya. Sudah tiga tahun pernikahannya dengan Chandra, namun mereka tidak kunjung dikaruniai keturunan.

"Jangan bersedih Sayang, Tuhan belum memercayai kita. Percayalah, suatu saat nanti, kita akan mendapat kebahagiaan yang sudah lama kita impi-impikan. Kita hanya perlu menunggu, menunggu, dan menunggu," kata Chandra memberi semangat pada istrinya. Jisya mulai menangis, ia kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak bisa membahagiakan Chandra. Jisya tahu jika suaminya itu sangat menginginkan keturunan, namun apa daya jika Tuhan berkehendak lain?

"Apa kau tidak bosan menungguku?" tanya Jisya di sela-sela isaknya.

"Tentu saja tidak, Sayang. Rasa cintaku terhadapmu, tidak akan membuatku bosan." Jisya memeluk Chandra dengan erat, tangisnya kembali pecah. Jisya harap apa yang diucapkan Chandra itu benar adanya.

****

Jisya mengernyit bingung, ia berusaha mengenali bau parfum yang saat ini melekat pada tubuh Chandra. Suaminya itu tengah tidur membelakanginya, dan masih mengenakan baju kerjanya. Beberapa bulan belakangan ini, Chandra selalu pulang telat. Banyak perbedaan yang mulai Jisya rasakan, mulai dari perubahan sikap Chandra yang sedikit tidak acuh dengannya, Chandra yang tidak lagi memeluk dan menciumnya saat hendak berangkat bekerja, Chandra yang jarang menghubunginya lewat telepon maupun pesan. Bahkan, kegiatan malam mereka pun terasa hambar. Jisya tidak lagi merasakan cinta pada perlakuan Chandra, Jisya lebih merasa jika itu hanya nafsu semata.

Jisya tahu betul, parfum yang melekat pada kemeja Chandra saat ini, ialah parfum wanita. Jisya memejamkan matanya, berusaha menghilangkan pikiran buruk yang tiba-tiba bersarang di kepala, entah mengapa memikirkan hal itu, membuat hati Jisya terasa sakit.

Tanpa Jisya sadari, air matanya menggenang, siap meluncur membasahi pipi mulusnya. Jisya mengusap sudut matanya pelan, ia harus menenangkan hatinya saat ini. Perlahan, Jisya bangkit dari posisi berbaringnya dan berjalan keluar kamar.

Chandra membuka matanya, ketika suara pintu yang dibuka lalu ditutup terdengar sampai indera pendengarannya. Pria itu merubah posisi rebahannya menjadi duduk, ditatapnya pintu kamarnya. Perasaan bersalah mulai memenuhi relung hati Chandra, ia merasa seperti penjahat saat ini.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang