Satu

260 27 0
                                    

Pertemuan yang terjadi antara manusia satu dengan manusia lain tidak mungkin disebut sebagai sebuah kebetulan, jika itu terjadi lebih dari sekali. Ada sesuatu yang sedang Tuhan rencanakan. Bisa dengan membuat manusia itu menjadi teman kita, bisa juga dengan membuat mereka menjadi sekedar orang yang kita kenali saja dalam artian "saya tahu dia, saya sering melihat dia", atau dengan menjadikan mereka sebagai hal yang membuat kita memperhatikannya. Dan diantara kemungkinan yang ada, mungkin manusia itu...masuk ke dalam kemungkinan yang kedua.

Namanya Kwak Jae Won.

Kata itu yang selalu tersebut oleh Lee Ji An ketika ia melihat manusia yang masuk dalam kemungkinan kedua. Sejak tiga minggu yang lalu, atau lebih tepatnya sejak Ji An bekerja sebagai cleaning service di sekolah olahraga paling ternama di Seoul, ia selalu saja melihat manusia itu. Orang-orang selalu membicarakan Jae Won, dengan suara yang keras hingga berbisik-bisik karena tidak ingin terdengar sedang mencemooh atau apa pun itu, intinya Ji An yakin sekali bahwa manusia bernama Kwak Jae Won ini memiliki sebuah cerita yang cukup menarik untuk diperbincangkan setiap hari oleh semua orang di sekolah.

Jujur saja, Ji An bukanlah orang yang perduli dengan apa pun. Namun, mendengar semua orang selalu membicarakan Jae Won perlahan-lahan membuat dirinya menjadi sedikit "memperhatikan" manusia itu. Dan betul saja, alam mungkin memang menyuruh Ji An untuk terus terperangkap dengan segala hal yang berhubungan dengan Jae Won, sore itu ketika dirinya akhirnya mendapatkan tugas untuk membersihkan lapangan baseball, ia bertemu dengan manusia yang selalu menjadi bahan pembicaraan semua orang.

Namanya Kwak Jae Won.

Tubuhnya tinggi, kulitnya tidak begitu putih, dia selalu sendiri. Dia ada di lapangan baseball berlari-lari tanpa henti sampai matahari tenggelam.

Ji An tidak pernah mengusir Jae Won untuk pergi dan berhenti melakukan aktivitas bodohnya itu. Sebab Ji An tahu, manusia itu akan berhenti ketika hari mulai gelap. Ji An menunggu Jae Won selesai berlari dengan memperhatikannya dari jauh. Terkadang laki-laki itu akan berteriak sendiri di tengah napasnya yang tersengal-sengal, terkadang laki-laki itu mengusak wajahnya dengan lelah, dan pastinya Ji An tahu kalau Jae Won sedang berada di posisi terberat dalam hidupnya.

"Whoa, daebak. Kwak Jae Won tidak akan melanjutkan pendidikannya."

"Apa yang sekarang sedang ada dalam pikirannya? Bakat terbaik Korea memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya."

"Lalu untuk apa dia masih disini?"

"Ji Young dan sahabatnya yang lain juga tidak pernah membicarakannya lagi."

"Dia hanya memiliki satu kesempatan, tapi sepertinya dia tidak akan mengambilnya."

Pembicaraan itu yang selalu Ji An dengar ketika ia sedang membersihkan koridor sekolah. Semua orang selalu saja menjadikan Jae Won bahan pembicaraan mereka, padahal Jae Won juga tidak pernah terlihat sedang melakukan apa-apa selain berjalan lurus kedepan tanpa menatap kanan dan kirinya.

Dan sore ini, ketika Ji An hendak melakukan rutinitas dia yang biasanya, terjadi sesuatu yang tidak pernah dirinya bayangkan akan terjadi.

Berawal dari sebuah keanehan yang terjadi saat Ji An sampai di depan gerbang lapangan baseball. Semua orang sudah meninggalkan lapangan, hanya tersisa sampah-sampah plastik dan bola-bola yang tertinggal di lapangan. Dan biasanya, disaat seperti ini Jae Won tetap ada di lapangan untuk melakukan aktivitas bodohnya. Berlari sendirian hingga matahari tenggelam. Namun, Ji An tidak melihat sosok Jae Won yang sedang berlari sore ini.

Aneh. Kemana dia?

Bukan hanya Jae Won saja yang aneh karena tidak berlari, tetapi Ji An tahu kalau dirinya juga sangat aneh karena memikirkan sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi urusan dia. Mungkin dia hanya penasaran?

Ji An memperhatikan sekitarnya dan sama sekali tidak menemukan sosok Jae Won.

Ya sudah, tidak usah dipikirkan. Lebih baik aku cepat membereskan sampah dan mengganti rumput lapangan. Besok aka nada perlombaan antar kelas sebelas.

Ji an membuka plastik hitam besarnya, kemudian memulai kegiatannya. Mengambil satu persatu sampah yang di lapangan terdengar mudah memang. Tapi, cobalah sendiri untuk melakukannya hampir setiap hari, pasti punggung belakang akan pegal. Ji An pun kalau bukan karena ingin bertahan hidup dan harus memberikan makan kepada neneknya, ia juga tak akan sudi menerima pekerjaan menjadi cleaning service.

Sampai di sekitar lapangan belum semuanya selesai Ji An pungut, plastik hitamnya sudah terisi penuh. Ji An menghela napas, ia menyeka keringatnya dan pergi mengambil tambahan plastik hitamnya di troli kebersihan yang Ji An taruh di pintu kamar ganti pria.

Ji An mengambil barang yang ia inginkan dan hendak kembali ke lapangan. Saat itulah dirinya mendengar suara orang sedang mengerang kesakitan di dalam kamar ganti pria. Ji An tidak berani masuk, karena ia tidak ingin ikut campur. Akan tetapi, suara itu terdengar semakin parah dan membuat perasaan Ji An menjadi sangat tidak enak.

Dia menjadi penasaran, akhirnya pelan-pelan Ji An masuk ke dalam sana. Di pintu kamar ketiga, pintunya tertutup. Suara erangan itu terdapat dari dalam sana. Akalnya berjalan, ia masuk ke dalam kamar kedua dan menutup pintunya dengan pelan, tidak bersuara. Ji An terus mendengar suara itu dari dalam kamar. Menunggu kapan suara itu akan berhenti dan pintunya terbuka.

Sekitar kurang dari lima menit, suara itu berhenti. Dan tidak lama kemudian, pintu terbuka. Terdengar suara kaki sedang berjalan melewati kamar Ji An. Kaki itu berhenti di depan pintu kamar Ji An berada.

Pintu diketuk.

Jantung Ji An saat itu juga berdegup dengan kencang.

Haruskah aku keluar? Bagaimana kalau—

"Aku tahu ada orang di dalam sana. Keluarlah dan biarkan aku melihat wajahmu sebelum besok kau memberikan cerita hangat kepada teman-teman yang lain."

Hah?

Pintu kembali diketuk.

"Keluar saja. Aku tidak akan mematahkan hidungmu."

Ji An semakin tidak tahu harus berbuat apa. Ia masih terdiam dan kebingungan, sampai pintu dipukul dengan kencang dan orang ada diluar sana berteriak, "Ya sudah. Aku tidak peduli. Besok aku tunggu cerita baru yang akan kau sebar."

Setelah itu tidak ada suara lagi. Hening.

Menghitung pelan sampai tiga puluh, Ji An tidak mendengar suara apa pun, akhirnya dia keluar dari dalam persembunyiannya.

Ruangan itu sudah kosong. Yang ada hanyalah sebuah kater berwarna merah di depan pintu kamar ketiga, tempat dimana orang yang tadi mengetuk-ngetuk pintu dan mengerang kesakitan. Ji An langsung tahu kemungkinan apa yang terjadi dengan orang yang barusan ada kamar nomor tiga itu.

Ji An keluar dari kamar ganti pria dengan cepat dan melihat sosok yang ia kenali sedang berjalan tidak jauh dari tempatnya berada.

Kwak Jae Won...dia berusaha untuk bunuh diri?

Kedua kakinya membeku di tempatnya berdiri. Ji An menatap punggung Jae Won yang semakin jauh. Tangan kanannya masih menggenggam kater yang dirinya temukan.

Saat itu juga, Ji An semakin yakin.

Bahwa ternyata, bukan hanya dirinya menyedihkan. Tetapi, ada orang lain juga yang ternyata sama menyedihkannya dengan Ji An.

Namanya, Kwak Jae Won.

Dan dia ingin bunuh diri.

His Name is Kwak Jae WonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang