*****Sesuai janji yang udah disepakati bersama, akhirnya gue memilih kabur. Karena bisa di tebak, gue hanya bercanda tentang ajakan Alvano. Gue ngga nyaman dengan Alvano, apalagi sebelum-sebelumnya dia bersikap aneh terhadap gue. Maka dari itu gue memilih kabur saja.
Hahah.
Maem tuh janji. Lagian siapa suruh menawarkan pulang bareng. Gue ngga mau lah jelas. Jujur saja, gue udah sadar kalau Alvano bakalan jebak gue, karena sebelum pertanyaan itu keluar, gue udah melihat seringan mencurigakan dari bibir tipisnya.
Ingin sekali rasanya meraup bibirnya itu. Tapi itu hanya bisa ada di otak dan hati gue saja. Siapa juga yang berani. Ngga ada juga.Maka dari itu, sekarang gue berada di belakang sekolah. Karena demi menghindarinya gue memilih cabut lewat gerbang belakang, bukannya apa ya. Kalau namanya kabur, nggak akan dari depan lah.
Dari kejauhan gue bisa liat gerbang cinta gue dan Rafael.Astaga aku, bucinnya Rafael.
Senyum gue semakin lebar kalah melihat gerbang tersebut sudah mendekat. Tapi mata gue tetap awas menatap sekitar gue. Alangkah terkejutnya gue saat melihat orang yang gue hindari malah menyandar dengan santai di pintu gerbang yang menjadi tujuan gue.
Nah Lo, kok? Ada si monyet Alvano? Bisa gila nih gue. Perasaan gue sudah mulai tidak enak. Wah, sepertinya anak ini punya indra ke enam yang mampu membaca pikiran orang.
"Ciri-ciri orang tidak bertanggung jawab sekali ya, gue udah tebak ini bakalan terjadi. Mau kabur heh?" Katanya menyindir.
"Ngga kok" ucap gue berbohong. Meski gue udah ketahuan berbohong.
"Alasan banget. Klasik banget sih"
"Ngga, gue tadi mau ngambil itu" tunjuk gue pada sapu yang ada disamping Alvano.
Gue sangat bersyukur adanya sapu disana, sehingga gue bisa sendiri berkelit tentang niat kabur gue. Harga diri bos, kalau kedapatan kabur dengan terang-terangan.
Pu, Thanks banget nih gue.
"Hadeh pake segala bohong lagi" tuturnya masih tidak percaya. Ya jelas tidak percaya karena gue bukan piket kelas dan sapu? Untuk apa sapu lidi untuk membersihkan kelas. Sungguh sangat tidak masuk akal. Lama kelamaan gue kesal sendiri dan akhirnya mengaku.
"Kalau ia kenapa?" Ujar gue dengan rasa tidak bersalah. Gue berdiri di hadapannya dengan tangan di lipat sejajar dengan dada gue.
"Menghindar?" Tanyanya.
"Ngga juga. Gue hanya malas aja balik bareng sama Lu" jujur gue akhirnya. Bukannya marah dia malah tarik tangan gue, menuju parkiran.
"Duduk, diam, yang anteng di dalam" titahnya seperti seorang ayah dengan anak perempuannya. Gue bagai itik yang lagi di tatar sama emaknya. Sebelum mobil berangkat, gue menarik seatbelt dan memasangkannya sendiri. Tapi tangan Alvano menghalangi gue. Gue melirik tangan Alvano dengan penuh tanda tanya. Otak gue menebak-nebak apa yang akan selanjutnya Alvano lakukan.
Dan ya, dengan hati-hati Alvano membantu gue memasangkan seatbelt gue. Tatapnya terlihat fokus dan wajahnya berada lima centi di depan wajah gue. Bahkan gue bisa melihat kulit wajah Alvano yang tidak memiliki pori-pori sama sekali.
Deg
Kembali lagi jantung gue tidak sehat bagaimana tidak jantung gue berdetak sangat cepat sekali. Sampai gue merasa kalau gue itu punya kelainan jantung. Padahal kan gue tuh makan empat sehat lima sempurna + goreng + donat dan + lainnya.
Tapi kenapa tetap masih ngga sehat ya, sepertinya gue butuh pemeriksaan lebih lanjut deh.
![](https://img.wattpad.com/cover/194132651-288-k419833.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's you love me, Twin crazy
Random^^SELAMAT MEMBACA ^^ Kisah saudara kembar yang kadang sama sama sableng,gila dan kadang melankolis. Mencintai laki laki yang sama. Namun bernasib berbeda. #let's you love me , twin crazy