Part 23

29 0 0
                                    

***

"Ma, ini punya siapa?"

Gue mengangkat kotak bekal biru yang sudah disiapkan di atas meja makin dan menunjukkannya pada Mama. Hari ini kita tidak makan bersama seperti biasa karena kesibukan masing-masing. Pagi-pagi sekali tadi Rayne sudah sudah dijemput oleh Rafael entah kemana. Seperti masalah skripsi lagi. Dan berakhir tidak sarapan di rumah.

"Buat adik kamu, eh ngga jadi di bawa ya. Dia minta Mama buatin bekal"

"Kakak bawa ke kantor aja ya"

"Bawa aja kalo gitu"

"Rayne kemana Ma? Kok ngga bawa bekal?"

"Keluar bareng Rafael. Tadi Rafa jemput."

Gue hanya mengangguk maklum dan berjalan keluar rumah ingin berangkat.

"Mama, Kakak berangkat ya" teriak gue lumayan keras.

Gue pamit di depan pintu dengan suara keras agar Mama bisa mendengar suara gue. Hampir satu jam menempuh perjalan untuk sampai di tempat gue kerja.

Sekarang gue berada di terminal tempat menunggu bus dan menikmati perjalanan menuju kantor. Selain murah gue bisa menikmati indahnya pagi disaat mobil bus menembus ramainya jalan.

"Reyna " teriaknya didalam ruangan.

"Astaga suaranya ih" omel gue sembari meletakkan tas rangsel ke tempat duduk. Untung ruangan kita udah tertutup dan tersendiri. Bisa bisa heboh satu lantai ini mendengar teriakan dari Santy.

"Hehehe"

Nyengir lagi nih anak. Sudah menjadi ciri khas khusus Santy yang tidak pernah berubah yaitu selalu nyengir. Sekarang dia akan mengerti namun besoknya dia akan mengulanginya lagi. Jadi kami yang sudah kenal dia biasa aja dengan kelakuan Santy .

"Loh Dan, kamu udah kembali kerja ?" Tanya gue saat melihat Daniel .

"Iya Ren."

"Papa kamu udah baikan?"

"Puji Tuhan papa udah baikan kok"

"Syukurlah" ucap gue.

Setelah mengatakan itu, kita sibuk dengan kegiatan masing masing. Sebenarnya gue bersyukur Daniel datang kesini, setidaknya kita ada moderator untuk presentasi nanti.

"Kalian udah menyiapkan semua bahan presentasi kan? Kamu Dan, udah mengerti?" Tanya gue pada mereka.

"Semua udah siap kok" ucap Santy

"Udah kok" balas Daniel.

"Oke lah. Tasya kamu ikutan gak? Atau disini saja bareng yang lain" tawar gue pada Tasya.

"Aku disini aja Ren, lagian gak ada kegiatan nanti disana." Ucapnya .

"Oke deh"

***

10.30

Meeting yang dipimpin oleh tim gue akhirnya berjalan dengan lancar. Tujuannya kali ini dibuat untuk memecahkan dan mendapatkan solusi dari masalah selama pengerjaan kita. Presentasi yang dibawakan Daniel sangat apik, gue kagum dengan pembawaannya dalam menjelaskan. Santy pun begitu, meski dalam keadaan sibuk dia masih sempat menyiapkan bahan presentasi dengan rincian. Dan gue sangat bersyukur banget ada di dalam tim mereka.

"Ngga ada perayaan khusus ini?" tanya Santy.

"Entah. Ada saran tidak?" ucap gue.

"Bagaimana kalau kita ke bar saja" ucap Daniel .

"Gak ada yang lain ?"

"Sekali aja Reyna" tukas Santy.

"Baiklah, tapi jangan ada yang mabuk. Pusing gue ntar bawa kalian satu-satu."

"Oke " ucap mereka tersenyum senang.

Sesuai dengan kesepakatan bersama kita pun berangkat menuju bar yang Daniel pilih. Sebenarnya ini bukan kali pertama gue ke bar hanya saja gue merasa risih dengan gaya pakaian dan suara dentuman musik yang sangat kencang sekali.

Disana gue mengerti bagaimana kotor nya dunia malam. Awalnya gue terkejut dengan pemandangan yang gue lihat. Banyak anak anak muda seumuran gue dan juga dibawa umur datang ketempat ini untuk memuaskan nafsunya. Berciuman ditempat gelap, mungkin ada juga yang berbuat mesum gue gak tau pasti.

Sesampainya di sana semua anak anak memesan minuman yg beralkohol. Berbeda dari gue yang memilih untuk tidak ikut minum. Bisa dipastikan malam ini akan menjadi malam terakhir gue sebelum di bunuh Mama.

Sudah hampir tengah malam, akhirnya acara party kita berakhir juga. Banyak dari mereka tumbang dan berakhir mabuk. Berbicara gak jelas dengan tubuh sempoyongan.

Kan gue kata apa, gue yang capek jadinya ini. Namun begitu, gue tetap membantu mereka menuju mobil dari persatu. Meski begitu ada juga yang meski mabuk tapi tidak menyusahkan. Lain hal dengan Daniel. Anak ini sangat susah di atasi jika sudah mabuk.

"Gue keren kan Rey, gue keren banget tadi" ujarnya meracau tidak jelas. Mana berat tubuhnya di bebankan di gue semua. Demi apa, berat banget ini. Sumpah.

Gue melirik kiri dan kanan, untuk melihat apakah ada orang yang bisa gue mintain tolong buat bantu membopong Daniel. Tangannya tak henti bergerak-gerak hingga memperlambat kerjaan gue.

"Is mulut lo " ucap gue menampol bibir dan tangan Daniel yang keduanya tidak bisa berhenti sedari tadi.

"Apaan sih" racaunya menepis tangan gue.

"Sadar, Lo berat bodoh, gue susah bawa Lo. Pinter dikit"

Sejujurnya percuma berbicara dengan orang mabuk karena mereka ngga akan bisa mengerti. Gue sudah ngga kuat menggotong sendiri. Dan akhirnya, gue letakin dia dilantai teras Bar bermaksud untuk istirahat.

Gue melihat sekitar kembali untuk meminta pertolongan dan tidak sengaja gue melihat keberadaan Alvano. Untuk apa dia disini.

Tidak sampai disitu, gue melihat Alvano berjalan dengan seorang perempuan dan kelihatannya sedang mabuk.
Gue menajamkan penglihatan gue, Angel?.

Ah, ternyata mereka masih bersama. Berharap apa gue kemaren ya. Gue pikir emang jodoh gue adalah Alvano dan ternyata gue gue salah. Gue saja yang terlalu banyak berharap dengan hubungan gue yang lama.

Gue memilih untuk tidak memikirkan dan fokus ke Daniel yang masih rebahan di teras. Gue memilih menunggu taxi an meminta Drivernya embantu gue buat pindahin Daniel.

"Terima kasih pak" ucap gue melepas kepergian Daniel dan drivernya.

Setelah semuanya beres gue memilih pulang dengan memesan taxi online juga menuju rumah. Dan sekilas gue melihat mobil hitam berjalan melewati gue. Dan bisa gue tebak itu adalah mobil Alvano dan Angel.

Kenapa keberadaan keduanya mengusik gue banget. Gue mau bahagia dengan masa depan gue, tapi ini apa. Masa depan gue dihantuin bayangan mereka berdua. Gue capek banget.

Apa gue pindah tugas saja, supaya gue gak berhubungan lagi dengan mereka. Gue bisa menata hidup gue dan mencintai pria yang lain tanpa ada Alvano diantara masa depan gue.

Lelah berperang dengan pikiran sendiri hingga tidak terasa gue sudah sampe rumah. Gue bisa melihat lampu ruangan tengah rumah sudah mati yang menandakan semua keluarga gue sudah tidur.

Gue bergegas ke kamar gue dan membersihkan diri agar cepat tidur karena besok masih masuk kerja. Lima belas menit gue gunakan untuk mandi dan melihat pesan yang belum gue baca dan memilih tidur.

"Semoga besok adalah hari yang baik" ucap gue sebelum tidur.

Selamat membaca.
Semoga suka

Salam manis :-)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let's you love me, Twin crazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang