Part 10

36 2 0
                                    

*****

Diperjalan yang memakan waktu kurang dari lima belas menit tadi membuat gue dan Alvano lebih banyak diam. Kita berdua sama-sama bingung mau bahas topik apa, karena topik kita berdua sudah habis di lima menit pertama perjalanan di mulai. Dan setelah sampai di rumah, gue meninggalkan Alvano di ruang tamu bersama dengan Mama gue, karena gue pamit mau ganti baju. Gue meninggalkan Mama dan Alvano yang sedang bercakap ringan. 

"Sorry ya gue lama soalnya " 

Gue sedikit merasa bersalah karena meninggalkan Alvano sendirian bersama Mama gue. Bahkan gue udah membayangkan gimana raut wajah tidak enakkan Alvano saat membuka obrolan bersama Mama gue. Tapi apa yang terjadi, Gue bisa melihat tidak ada kecanggungan diantara mereka, Mama dan Alvano bersikap seolah mereka sudah lama berkenalan. 

"Wah, cepat akrab ya mak" sindir gue sama Mama sehingga tawa mereka terhenti sejenak karena melirik gue yang berjalan mendekati mereka. 

"Ya kan harus begitu kak, masa tamu di diemin apalagi ini teman kamu" Kata Mama dengan suara lembutnya. 

Seperti bukan Mama gue, gue memicing curiga kepada Mama gue karena gue curiga ini adalah bagian pencitraan Mama gue. Tapi sepertinya tidak, karena gue bisa melihat tatapan tulus dari Mama gue. Jujur, Mama seperti memiliki indra ke enam yang mampu menandai setiap teman gue yang berniat buruk atau bukan bahkan hanya dengan sekali pertemuan saja. Dan hal itu selalu tepat sasaran. 

"Mau minum apa lo" 

Gue memutuskan untuk tidak membahas lagi soal keakraban Mama bersama Vano dan memilih untuk menawarkan minum karena kita berdua akan memulai kerja kelompok untuk mengerjakan tugas dari pak Heru. 

"Nanti saja, masih kenyang banget soalnya" ucap Alvano menolak tawaran gue. 

Gue memilih untuk melakukan kerja kelompok di ruang tamu saja  bersama Alvano, karena tidak etis bukan membawa pria ke dalam kamar. Bisa-bisa langsung dinikahkan paksa gue sama Mama dan Papa. 

Namun belum ada sepuluh menit kita belajar, suara terikan Rayne membuat perhatian gue dan Alvano malah terfokus kepada suara teriakannya. 

"SEPEDAAAAA" teriakan Rayne terdengar dengan nyaring bahkan disaat kakinya belum sama sekali menginjak pintu depan rumah. Bahkan wujudnya saja tidak kelihatan. Wah, sepertinya tanggung jawab kita akan bertambah dengan memberikan oleh-oleh sebagai bentuk permintaan maaf kepada tetangga untuk semua keributan yang kami lakukan tak terkecuali gue juga. 

Gue melihat  Rayne terdiam di pintu saat melihat keberadaan Alvano di rumah gue. Lagian apa dari awal dia tidak melihat keberadaan mobil di depan rumah kita. Sungguh anak gadis yang kurang teliti sekali. 

"Kok lu diam?" Tanya gue pada Rane yang malah berdiri di depan pintu seperti orang tolol. 

"Eh?" 

Gue menoleh ke samping melihat Alvano yang terdiam dengan tingkah kami berdua yang bisa di katakan sangat beda di sekolah dan di dalam rumah. Ya, katakan kami adalah rubah yang berbulu domba atau seperti daun kelor.

"Jangan disitu, gelap. Lu nutupin mataharinya" umpat gue melempar Rayne dengan sendal rumah gue. 

 "Dan lu, mukanya tolong di kondisikan ya" 

Seolah tersadar Vano merubah ekspresi wajahnya jmenjadi biasa saja namun menyimpan banyak tanya.

"Feminim dikit ya mbak, malu ni di liatin teman lu" sindir gue pada Rayne yang duduk di sebelah kita. 

"Kayak Lo ngga aja" balasnya tidak mau kalah. 

Gue memilih fokus kembali untuk mengumpulkan niat dalam mengerjakan tugas kelompok kita. Sejujurnya, gue dan Alvano belum mengerjakan tugas sama sekali, karena sedari tadi kami sibuk dengan ponsel. 

Let's you love me, Twin crazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang