Part 8

32 1 0
                                    

****

Hah

Sungguh nikmatnya udara ini. Bagian terkecil yang amat gue rindukan sebelumnya. Selain keberadaan Rafael, udara sekolah menjadi hal yang sangat gue nikmati. Gue menatap sekeliling gue dengan hari membatin akhirnya penderitaan gue sudah selesai.

Gue berdiri di baris belakang parah cegilnya Rafael.
D

isana, persisi di depan gue pangeran gue sedang melakukan patroli sebagai ketua OSIS. Sifat tegas dan berwibawa milik Rafael sungguh tidak bisa di lewatkan. Hal itu mampu menambah pesona Rafael sebanyak seribu kali lebih tampan menurut gue.


Banyak sekali secara terang-terangan menyatakan suka padanya, namun hanya dianggap candaan oleh laki-lak itu. Tak jarang juga mereka menggoda Rafael apalagi jika ia sedang melakukan pemeriksaan. Biasalah, OSIS adalah musuh semua siswa, tapi tidak dengan orangnya. Jujur, gue bandel juga karena mau sekalian caper sih.

Senyuman Rafael menjadi candu buat gue, karena lesung pipi miliknya mampu memikat hati semua orang apalagi hati gue. Beh, jangan ditanya lagi. Hati gue langsung pindah ke lambung saking senangnya.

Dan see?

Keberuntungan ada di pihak gue, karena Rafa sedang berada di depan gue. Dia tersenyum membalas godaan adik kelas yang berdiri tepat di sampingnya.

Hu'uh.

Gue yang tidak jauh dari posisinya merasa ikut diberi senyuman meski gue berharap sekali saja Rafael tahu gue dan dia melirik gue barang sedetik pun. Harapan gue cukup tinggi tapi tak apa, jika tiba-tiba terjadi akan sangat menyenangkan buat gue.

Meski begitu, gue tetaplah gue yang tidak mau merubah diri gue menjadi pribadi lain hanya untuk dilirik oleh orang yang gue suka. Gue tetaplah seorang yang pengecut dan berharap orang yang gue suka peka dengan sendirinya.

Katakan gue tolol karena jika dipikir, bagaimana bisa dia suka sama kita kalau dia sendiri saja tidak tahu kalau kita sedang jatuh cinta sama dia.

Tapi satu yang pasti, gue berdoa selalu pada Tuhan, semoga dia menjadi jodoh gue kelak. Tak apa tidak berjodoh sekarang tapi satu yang pasti, gue mau berjodoh dengannya setelah gue dewasa.

Tak lama setelah itu, bel masuk berbunyi, gue berjalan menuju kelas sembari memperhatikan sekitar gue, baik itu taman ataupun pintu dan jendela. Gue berlagak layaknya seorang donatur sekolah yang takut uang yang kasih tidak digunakan dengan baik.

Belum lagi gue melangkah masuk ke dalam kelas, tiba-tiba teriakan Tania memanggil nama gue menjadi fokus semua orang di koridor kelas. Bagaimana tidak, suara Tania cukup keras sampai mampu mengalihkan perhatian semua orang.

"Oi Reyna" teriak Tania dari belakang gue.

Jarak gue dan Tania bisa dibilang tidak terlalu jauh, lima meter sepertinya ada deh. Tapi kenapa, Tania harus teriak sekeras itu.

"Apa?"

Gue udah melotot tajam ke arah Tania yang baru saja tiba di depan gue dengan nafas terputus-putus.
Mata gue beralih ke sekitar untuk melihat orang-orang yang sempat terdiam karena suara Tania.

"Thanks udah nungguin gue" ucap Tania dengan cengiran khasnya.

"Lain kali lebih keras lagi, kalo bisa tuh mic yang di studio ambil"

Let's you love me, Twin crazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang