Malam ini cuaca di Seoul suhunya cukup dingin, walaupun sebenarnya ini adalah waktu musim panas, kota Seoul tidak benar-benar diselimuti oleh hangatnya matahari.
Sekarang Seokjin dengan jaket hitam tebalnya sedang bersandar di tembok samping apartemen Jisoo. Sudah lima belas menit dia menunggu, tapi Jisoo tak kunjung juga pulang.
Namun setelah menanti selama kurang lebih sepuluh menit lagi, Seokjin akhirnya melihat Jisoo datang dengan tatapan tidak suka ke arahnya.
"Kenapa datang ke sini?" tanya Jisoo ketus tanpa melihat ke arah Seokjin dan justru mengalihkan semua perhatiannya untuk membuka kunci pintu apartemen.
"Saya masih mau bicara," jawab Seokjin sekenanya.
Jisoo membuka pintu apartemennya, dan melirik ke arah Seokjin sebentar sebelum berkata, "Masuk!"
Seokjin masuk mengikuti langkah Jisoo di depannya, ketika Jisoo memintanya untuk duduk di kursi yang tersedia di ruang tamu, maka Seokjin segera duduk untuk menghormati perintah tuan rumah.
Sementara Jisoo masuk ke dalam kamar dan menaruh semua barangnya di sana sebelum kembali dan memberikan Seokjin suguhan berupa segelas air putih. Setelahnya gadis itu duduk berhadapan dengan posisi Seokjin sekarang.
"Saya ... boleh bertanya?" Jisoo mengangguk, dan Seokjin melanjutkan pertanyaannya. "Di mana Sojung? Kenapa dari tadi saya tidak melihatnya ada di sini?"
"Dia sudah kembali ke London," jawab Jisoo.
"London?" Seokjin terkejut bukan main, ini terlalu tiba-tiba untuknya. "Dia sudah kembali ke London?"
Jisoo mengangguk. "Saya yang menyuruhnya untuk segera kembali ke London," jawab Jisoo beserta senyuman miris yang lebih tepatnya ditujukan untuk dirinya sendiri. "Selain karena kembarannya yang akan melangsungkan pernikahan beberapa hari lagi, itu juga saya lakukan agar saya tak menyimpan rasa sakit hati begitu lama."
Seokjin menunduk sebentar ketika Jisoo kembali mengungkit soal itu. Dia merasa menjadi pria jahat sekarang. Karena mungkin secara tidak langsung, sikap Seokjin pada Jisoo selama ini terkesan seperti sedang memberikan harapan palsu pada perempuan itu.
"Jisoo, tidak bisakah kamu merelakan saya bersama Sojung?" tanya Seokjin ketika kepalanya sudah ditegakkan kembali.
"Kamu sedang berbicara dengan orang yang salah," jawab Jisoo yang kini malah ikut-ikutan larut dalam rasa hatinya. Rasanya sakit sekali, sampai mata Jisoo menampilkan kilat air mata kepedihan.
"Tapi saya benar-benar mencintai Sojung," ujar Seokjin.
"Kamu pikir mudah melihat sahabatmu berbahagia bersama dengan orang yang sejatinya selama ini selalu membuatmu gelisah akan rasa hatinya?" Jisoo semakin sesenggukan, dia mati-matian menahan tangisannya namun apa daya, di ujung jalan juga akhirnya dia menangis.
"Tapi kalau kamu benar-benar melakukannya, itu semua tidak akan sepedih yang kamu bayangkan. Kamu justru akan ikut bahagia melihat sahabat terdekatmu yang sedang berbahagia," terang Seokjin.
"Tentu tidak akan semudah itu!" Jisoo mengusap air matanya di pipi, mengatur napas sebentar dan kembali berkata, "Sekarang lebih baik kamu pulang. Orang yang kamu cari sudah tidak ada di sini."
"Tapi Ji―"
"Saya bilang, keluar!"
Seokjin tak mau membuat Jisoo semakin beremosi, jadi dia memilih mengalah. Dia bangun dari kursinya dan berjalan ke arah luar sekaligus pergi meninggalkan apartemen Jisoo.
Ya, langkah kakinya malam ini mungkin adalah langkah kaki kekalahannya. Entah kenapa, tapi rasa tidak rela masih ada dalam hatinya. Tapi mengingat semua titik peluangnya, rasanya sudah tidak ada harapan lagi untuk bertemu Sojung.
Belum lagi semua kontak media sosialnya diblok oleh gadis keturunan Inggris itu. Dia benar-benar tidak punya peluang, dia sudah gagal. Seokjin tidak bisa berbuat apa-apa. Payah!
メメメ
"Hei, Delia. Sudah ... aku sudah memaafkanmu," ujar lirih Jisoo di telfon malam ini.
"Aku benar-benar menyesal, kau begitu marah padaku saat itu."
"Delia, aku terkejut. Aku marah karena aku terkejut. Sekarang aku sadar, tak seharusnya aku memarahimu waktu itu. Justru di sini yang harusnya minta maaf adalah aku."
"Tidak. Kau tidak salah, aku yang salah. Aku minta maaf, ya?"
"Iya, Delia."
"Nayeon bilang, kau akan pulang ke London? Apa itu benar?"
"Benar. Aku akan pulang, untuk semua sahabatku yang ada di sana. Anyway, sampai di mana persiapan pernikahan Twyla dan Kevin?"
"Persentase tujuh puluh. Ibuku sudah mengurus hampir semuanya dengan baik."
"Lalu bagaimana denganmu? Masih kesulitan beradaptasi dengan kenyataan di sana?"
Sojung terdengar menghembuskan napas pasrah di sebrang sana. "Mau bagaimana lagi? Aku bisa berbuat apa lagi memangnya selain menerima kenyataan? Lagipula aku sudah move on, dari dua laki-laki yang pernah kucinta; Kevin dan ... Seokjin."
"Well, kita memang harus move on sama-sama. Aku juga sudah merelakan Seokjin. Kalau kau mau, kau bisa kembali padanya."
"Tidak. Seokjin dan aku memutuskan hubungan selesai dengan cara baik-baik. Kami sudah sama-sama dewasa, dan kami mengerti bahwa kami ini memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Lagipula, aku gengsi kalau aku harus kembali pada laki-laki yang pernah kutinggalkan."
"Bagaimana kalau Seokjin benar-benar mau mengembalikan hubungan kalian berdua? Apa kau akan menolaknya?"
"Errr ...."
"Delia, kau bisa jujur padaku. Tenang saja, aku sudah merelakan laki-laki itu. Aku sadar kalau cinta memang tak bisa dipaksakan. Sekarang aku hanya berharap, suatu hari nanti aku akan bertemu dengan cinta sejatiku. Aku juga ingin dicintai, bukan terus mencintai."
"Kalau aku dan Seokjin memang berjodoh, bagaimana pun caranya kita akan bersatu nanti. Jujur, aku memang masih mencintai laki-laki itu. Kalau diberi kesempatan, aku ingin bertemu dengan Seokjin sekali lagi. Tapi ... apa bisa?"
"Sayang sekali aku tidak bisa berbuat banyak. Sekarang kau dan aku kembali berada dalam posisi yang sama; menanti waktu membawa kita bertemu pada cinta sejati kita."
"Ya ... sepertinya memang begitu. Ini terdengar menyedihkan 'kan? Apalagi kembaranku akan segera menikah, setelah itu ayah dan ibuku pasti akan terus bertanya kapan aku akan menyusul Twyla. Membayangkannya saja aku sudah pusing, apalagi itu benar-benar terjadi nanti ...."
"Wah, rambut di kepalamu pasti akan rontok, Delia," gurau Jisoo.
"Ya ampun, tidak mau!"
"Hahaha."
"Anyways, kau berangkat dari sana pukul berapa?"
"Nanti malam, pukul tujuh. Sekarang aku mau pergi dulu."
"Pergi ke mana? Ada urusan?"
"Pergi ke ... toko serba ada! Aku mau cari makanan instant, perutku lapar sekali."
"Loh? Berarti aku sedang mengganggumu sekarang?"
"Tidak kok, kau tidak menggangguku. Lagipula aku baru mau jalan."
"Oh, yasudah kalau begitu. Kau hati-hati di jalan, ya? Besok kalau sudah tiba di London, hubungi aku atau Nayeon dan Chungha. Oke?"
"Siap, laksanakan!"
"See you tomorrow!"
メメメ
Catatan Penulis:
Kemarin mau update, cuma jaringan indosat lagi payah banget, jadi updatenya baru bisa sekarang deh😭
So, see you di part selanjutnya, dadah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Seoul Escape; Sowjin
Fanfic#2 in sowjin Delia Courtney atau Sojung Kim harus patah hati dan melarikan diri ketika tahu kekasihnya ternyata malah melakukan hubungan tidak senonoh terhadap saudara kembarnya; Adelia Twyla. Tapi bukannya sembuh dari patah hati, pelarian Delia ke...