🏡Day 12🏡

107 21 4
                                    

Aku terbangun dari tidurku karena seseorang menggoyang-goyangkan tubuhku. Kulihat eomma berdiri tepat di samping tempat tidurku. Aku sendiri baru sadar jika sudah menjadikan laptopku yang telah mati entah sejak kapan sebagai bantalku. Aku meregangkan tubuhku yang sakit karena posisi tidur yang tidak benar.

"Ayo sarapan. Appa udah nunggu dari tadi." Ujar eommaku. Aku mengangguk pelan dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhku terlebih dahulu. Yang jelas, nyawaku belum sepenuhnya terkumpul. Aku benar-benar masih mengantuk.

Setelah selesai mandi, aku keluar dengan keadaan yang jauh lebih baik. Aku melirik ke arah tempat tidurku yang berantakan sambil mengingat-ingat kejadian tepat sebelum aku tidur.

Ah iya! Aku sedang mencari informasi tentang pengacara Hwang. Berkali-kali aku mencari tentang berita yang menyinggung soal keluarganya, nyatanya tak ada satupun yang kudapatkan. Hasilnya, aku merasa bosan dan tertidur.

Selain itu, aku juga ingat tentang pesan Hyunjin. Hari ini ia mau mengajakku jalan dan bilang akan meminta maaf padaku. Ah...membayangkannya saja membuatku ingin sekali berteriak. Semoga kami cepat berbaikan dan bisa seperti dulu. Lagipula, aku juga harus menjelaskan pada Hyunjin agar ia tidak salah paham terlalu lama.

Tapi, tentu aku tetap tidak akan cerita tentang permainan gila dengan Jeno ataupun masalah Yeji. Aku tidak ingin ia tahu masalah itu sama sekali. Aku harus berhasil mengetahui semuanya sebelum akhirnya aku ketahuan oleh Hyunjin.

Aku keluar dari kamarku, berjalan menuju ke meja makan. Appa dan eommaku masih belum menyantap makanan yang ada di meja makan. Mereka benar-benar menungguku untuk bisa sarapan bersama.

"Maaf aku terlambat. Masih harus mengumpulkan nyawa dulu." Candaku pada kedua orang tuaku. Mereka hanya bisa tertawa sebelum akhirnya kami menyantap sarapan pagi itu. Sarapannya masih sama dengan menu kemarin, bulgogi kesukaanku.

"Bagimana acara kemarin? Sukses?" Tanya appaku. Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Sebenarnya nggak sesukses itu karena tiba-tiba ada anak yang pingsan. Ia kena penyakit leukimia dan nggak bisa terlalu capek. Akhirnya kami selesai lebih awal dari yang direncanakan." Ceritaku pada appa.

"Oh ya? Kasihan sekali anak itu." Ucap appaku. Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk. Aku masih terus kepikiran tentang anak laki-laki itu. Nasibnya benar-benar mengenaskan. Tapi aku juga sedikit bersyukur karena anak itu masih bisa ceria dan bermain layaknya teman-temannya yang lain.

"Oh ya. Kemarin anak yang menjemputmu itu namanya Lee Jeno, kan?" Tanya appaku tiba-tiba. Aku hampir saja tersedak karena tiba-tiba appaku menyebut nama Jeno. Aku mengangguk lagi dengan terbata-bata dan berusaha mengunyah makananku dengan baik.

"Dia anak yang sopan dan juga tampan, nggak kalah dari Hyunjin. Appa senang kalian bisa dekat. Kau sangat beruntung sekali punya teman-teman seperti itu di dekatmu." Ucap appaku.

"Kamu yakin cuman ingin menjadi temannya? Nggak mau lebih gitu?" Kali ini aku benar-benar tersedak karena ucapan appaku. Eommaku buru-buru menyodorkan gelas berisi air putih untukku.

"Udah...udah...habiskan makannya dulu baru cerita lagi. Kasian tuh Ryujin sampai begitu." Tegur eommaku. Appaku hanya tertawa saja melihatku dan kembali fokus pada makanannya.

Appaku ini selalu saja seperti itu. Benar-benar menyebalkan. Dulu juga appa pernah bilang seperti itu tentang Hyunjin, dan sekarang ia bilang seperti itu lagi. Benar-benar keterlaluan sekali appaku ini...

Setelah selesai menyantap sarapan pagi itu, aku berjalan kembali ke kamarku. Aku mulai membereskan tempat tidurku dan juga mencas baterai laptopku yang telah habis. Kembali aku mengecek ponselku yang belum kusentuh sama sekali sejak bangun tidur tadi. Ada banyak pesan masuk dari Jeno. Aku segera membuka pesan itu.

31 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang