📽Day 23📽

106 25 7
                                    

Aku membuka mataku perlahan-lahan. Rasa pusing luar biasa merayapi kepalaku. Saat ini aku sedang berada di sebuah kamar yang cukup luas dengan tempat tidur ukuran king size. Kulihat sinar matahari mulai masuk melalui jendela kamar ini. Aku mengarahkan pandanganku ke arah jam dinding. Sekarang sudah pukul 11 siang.

Di mana aku saat ini?

Aku masih ingat benar bagaimana kemarin aku dibawa kabur dari rumah sakit oleh orang yang kuyakini adalah Lee Jeno. Lalu di mana laki-laki itu saat ini?

Aku melepaskan infusku sendiri karena mengganggu pergerakanku dan segera berjalan menuju ke arah pintu. Aku mencoba untuk membukanya, namun ternyata dikunci dari luar. Aku mulai memeriksa jendela-jendela yang ada di sana dan semuanya dikunci. Aku benar-benar terjebak di dalam kamar ini.

Aku mulai kembali ke tempat tidur, berusaha menemukan ponselku. Aku sangat yakin sekali kemarin malam menaruhnya di samping tubuhku. Setelah kuacak-acak tempat tidur itu, aku tidak menemukan keberadaan ponselku. Benar-benar sial nasibku. Aku yakin Jeno pasti sudah mengambilnya supaya aku tidak bisa meminta tolong pada siapapun.

Laki-laki itu sama jahatnya dengan Hwang Yeji.

Ceklek

Pintu kamarku terbuka dan menampilkan seorang wanita berumur sekitar 20-an, membawa sebuah nampan berisi makanan. Wanita itu tampak takut-takut untuk masuk ke kamarku. Mungkin ia takut karena melihatku yang sudah bangun dan tampak begitu marah dengan keadaanku.

"Eum...per...permisi. Saya mau mengantarkan makan siang." Ucap wanita itu takut-takut.

Otakku tidak kehilangan akal sama sekali. Saat wanita itu berjalan mendekat ke arah tempat tidurku untuk menaruh nampan itu di atas nakas, aku segera lari dengan cepat ke pintu keluar yang terbuka lebar itu dan menutupnya kembali. Aku bisa mendengar jeritan wanita itu dari dalam kamar.

Entah wanita itu bodoh atau ceroboh, ia tidak menarik kunci pintunya dari lubang kunci sehingga dengan mudah aku langsung mengunci pintu itu. Rumah yang sekarang kutempati ini ternyata cukup luas dan lebar, kurang lebih mirip dengan villa milik Hyunjin yang ada Jeju. Aku segera menuruni anak tangga menuju ke lantai dasar dan berlari ke arah pintu keluar.

Aku harus segera keluar dari sini.

Ceklek ceklek...

"Mau ke mana kamu?" Suara seseorang hampir saja membuat jantungku berhenti berdetak. Aku menolehkan kepalaku ke sumber suara. Di dekat pintu keluar, ada sebuah sofa berlengan. Di sana ada seseorang yang sedang duduk sambil membaca koran. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang oleh koran yang ia pegang.

Oh tidak! Nasibku benar-benar sial sekali! Aku sudah yakin sekali tadi kalau aku tidak akan bisa keluar dari sini dengan mudah.

Orang itu menurunkan korannya dan menampilkan wajahnya yang menyeringai. Jeno mulai menaruh korannya dan berjalan mendekat ke arahku. Refleks aku memundurkan langkahku. Aku masih berusaha keras untuk membuka pintu yang ada di dekatku untuk segera keluar dari rumah ini, tapi hasilnya nihil.

"Kamu kira aku sebodoh itu? Aku bakal pastiin kamu nggak akan bisa kabur ke manapun dan tetep di sini buat selamanya...."

"Sama aku tentunya...."

Ya Tuhan! Jeno mulai gila sekarang!

"Kenapa sih nggak sekalian bunuh aku aja? Kenapa harus buat aku tersiksa kayak gini?" Aku mulai frustasi dengan situasi seperti ini. Jujur, aku akan memilih untuk mengakhiri nyawaku sendiri daripada harus tinggal di sini seperti rapunzel.

"Nggak bisa gitu dong. Udahlah mending sekarang kamu mulai lupain Hyunjin dan buka hati kamu buat aku. Aku janji bakal lebih baik dari Hyunjin kok." Aku hanya bisa mendecih mendengar ucapan gila Jeno itu. Aku benar-benar menyesal dulu memberinya kesempatan untuk terus dekat-dekat denganku dengan harapan ia bakal berubah setelah permainan gila itu berakhir. Sekarang aku malah membuat Jeno semakin mirip dengan iblis.

31 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang