🏃‍♀️Day 25🏃‍♀️

117 21 10
                                    

Pagi-pagi buta, aku telah selesai menyiapkan segala keperluanku untuk bisa kabur hari ini. Kain-kain yang kemarin ada di dalam lemari telah kuikatkan satu sama lain sehingga menjadi sebuah tali yang panjang hingga mencapai dasar. Salah satu ujungnya telah kuikatkan pada kaki tempat tidur dengan sangat kuat dan setelah itu aku melemparkan sisanya ke luar jendela.

Matahari masih belum menampakkan dirinya sama sekali, namun dari kejauhan semburat warna jingga kemerahan mulai terlihat sedikit demi sedikit. Sebelum matahari benar-benar terbit, aku sudah harus pergi menjauh dari rumah ini.

Setelah melakukan pengecekan terakhir dan merasa tali tersebut telah terpasang dengan kuat, aku segera berpegangan pada tali itu dan mulai turun dengan hati-hati. Sebenarnya ada perasaan cemas yang terus meliputiku. Aku takut jika tali ini tidak cukup kuat untuk menahan tubuhku dan juga aku takut ada penjaga atau semacamnya yang kebetulan lewat di sini. Aku yakin sekali rumah sebesar ini pasti punya paling tidak satu orang yang ditugaskan untuk menjaga rumah ini.

Akhirnya jarakku dengan tanah semakin dekat. Aku segera melepaskan peganganku pada tali dan meluncur turun ke bawah. Setelah itu, aku segera lari dari sana dan mencari tempat persembunyian yang cukup aman. Aku masih harus mengamati situasi di luar rumah ini. Kalau aku bertindak gegabah, bisa-bisa aku bakal kembali ke dalam rumah terkutuk ini.

Aku memutuskan untuk pergi ke bagian belakang dari rumah. Sudah jelas aku tidak mungkin kabur lewat bagian depan. Aku tidak ingin mengambil resiko yang terlalu besar jika ada orang yang melihatku berusaha kabur dari sini.

Sepanjang perjalanan, aku baru sadar jika rumah ini dikelilingi oleh tembok-tembok yang cukup tinggi, lebih mirip sebuah benteng. Rencananya aku bakal memanjat dinding-dinding ini supaya bisa keluar. Tapi sekarang aku sedikit pesimis saat melihat tingginya dinding itu dan belum lagi dindingnya terbuat dari semen kasar yang tidak dipoles sama sekali.

Aku telah mencapai bagian belakang dari rumah. Tidak ada siapapun di sana dan hanya ada tumbuhan yang tumbuh subur dan lebat. Aku memutuskan untuk bersembunyi sementara waktu di belakang sebuah pot bunga raksasa. Seharusnya pot bunga ini cukup untuk menutupi seluruh tubuhku.

Sekarang yang perlu aku lakukan adalah berdiam diri dan mulai menyusun rencana dengan tepat. Matahari sedikit demi sedikit telah menampakkan wujudnya. Semoga sebuah ide hebat bisa lewat dengan cepat di otakku.

***
A

uthor POV

Sebelum masuk ke dalam kelas, Hyunjin sudah dicegat terlebih dahulu oleh Yeji. Wanita itu segera menarik tangan Hyunjin dan membawanya pergi menjauh dari kelas. Karena tenaga Hyunjin lebih besar dari Yeji, laki-laki itu segera menghentakkan tangan Yeji dan memberhentikan langkahnya.

"Apa-apaan ini?" Tanya Hyunjin dengan wajah tak terima. Yeji segera membalikkan tubuhnya dan menatap Hyunjin. Mata Yeji sudah berkaca-kaca dan sebentar lagi air matanya akan jatuh membasahi pipinya. Hyunjin yang melihat itu cukup terkesiap.

Ia paling tidak tahan melihat seorang wanita menangis.

"Kenapa kamu jadi berubah akhir-akhir ini? Bahkan kamu juga udah nggak pernah bales chat-ku lagi. Kenapa? Aku buat salah apa ke kamu? Bilang aja kalau aku punya salah. Aku bisa perbaiki kok, yang penting kamu nggak diemin aku kayak gini..." Ujar Yeji. Sebuah air mata telah lolos membasahi pipinya.

Hyunjin seakan tidak bisa berkutik sama sekali. Posisi mereka saat ini sangat menarik perhatian anak-anak lain yang kebetulan lewat di dekat sana. Hyunjin segera memperhatikan sekitarnya dan sekali-kali menunduk untuk meminta maaf karena telah membuat keributan. Yeji sendiri sudah menangis sejadi-jadinya. Ia sama sekali tidak bisa menahan air matanya terlalu lama.

31 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang