🔑Day 24🔑

111 22 0
                                    

Semalam, aku sama sekali tidak bisa tidur. Aku menyibukkan diriku dengan berkeliling di dalam rumah. Perempuan yang kemarin membawakanku makan siang dan berakhir kukunci di dalam kamar, tidak berani menginterupsiku sama sekali. Sepertinya ia takut denganku. Mungkin menurutnya aku cukup menyeramkan, apalagi aku sempat membuatnya ketakutan kemarin.

Walaupun takut, ia cukup berani untuk mengurus segala keperluanku. Saat aku tidak ingin makan, ia masih berusaha untuk membujukku makan. Karena aku merasa kasihan padanya, akhirnya aku menuruti perkataannya.

Pagi ini aku mulai bergerilya kembali di dalam rumah itu. Rumah itu terdiri dari dua lantai dan banyak kamar-kamar kosong yang tak terpakai. Aku juga sering pergi ke dapur atau bagian-bagian belakang dari rumah, berharap menemukan sebuah pintu belakang yang bisa membawaku kabur dari rumah ini.

"Apa yang sedang Anda cari?" Aku langsung terkejut saat sebuah suara memergoki kegiatanku. Saat ini aku berada tepat di depan pintu dapur dan sedang meneliti bagian-bagian di sekitarnya.

"Nggak apa-apa...." Aku segera pergi dari sana, meninggalkan perempuan itu yang masing memasang wajah bertanya-tanya.

Namun sebuah ide tiba-tiba saja terlintas dalam benakku. Aku segera menghentikan langkahku dan berbalik menatap perempuan itu.

"Apa kamu nggak belanja kebutuhan makanan?" Tanyaku.

"Bahan makanan di kulkas masih banyak. Pemiliknya sudah menyediakan banyak sekali bahan makanan. Kenapa? Apa Anda ingin memakan sesuatu? Saya bisa menelepon tuan Jeno untuk membelikan makanan yang Anda mau." Mendengar jawabannya itu, aku segera menggelengkan kepalaku.

"Nggak perlu." Balasku. "By the way, apa rumah ini miliknya Jeno?" Tanyaku lagi.

"Bukan. Ini rumah milik pengacara Hwang. Biasanya pengacara Hwang beserta dengan keluarganya berlibur di sini saat akhir pekan." Balasnya. Aku hanya bisa membulatkan mulutku. Aku yakin orang yang ia bicarakan adalah keluarga Yeji. Ayah Yeji kan seorang pengacara yang cukup terkenal.

"Kalau boleh tahu, apa ini masih di Seoul?" Perempuan itu segera menggelengkan kepalanya. "Sekarang Anda sedang ada di Busan."

Aku berusaha untuk tidak terkejut sama sekali, setidaknya tidak di depan perempuan ini. Aku mengangguk sejenak sebelum kembali ke kamarku sendiri. Rasanya memang tidak ada jalan keluar lain selain pintu depan.

Saat kakiku telah sampai di kamarku, mataku segera tertuju pada jendela kamar itu. Aku melangkahkan kakiku semakin dekat dengan jendela tersebut. Setelah lama kuteliti jendela itu, akhirnya aku menemukan sebuah lubang kunci. Sebuah ide lagi-lagi melintas di kepalaku. Sekarang tujuanku bukan lagi mencari pintu lain selain pintu depan.

Namun menemukan kunci untuk membuka jendela ini.

Kenapa aku tidak mencari kunci untuk membuka pintu depan? Itu karena akan sangat menarik perhatian sekali. Aku yakin saat aku berusaha untuk keluar dari sana, perempuan itu pasti akan segera melapor pada Jeno dan aku tidak punya kesempatan untuk kabur. Sedangkan jika aku keluar melalui jendela ini, aku bisa kabur secara diam-diam.

Hmm...sebaiknya aku mulai mencari kunci jendela ini di kamar perempuan itu. Seharusnya kuncinya dibawa oleh perempuan itu dan kemungkinan besar disimpan pada kamarnya. Aku harus bisa menyusup ke sana diam-diam dan mengambil waktu yang tepat saat perempuan itu tidak ada di sana.

***

(Author POV)

Hari ini, Hyunjin sudah masuk sekolah kembali. Sejak tadi ia tidak fokus sama sekali dengan guru yang sedang mengajar di depan kelas. Pikirannya terbang melayang, berusaha menemukan sebuah jawaban tentang hilangnya Ryujin yang tiba-tiba. Berkali-kali ia menghela nafas panjang. Kepalanya benar-benar sakit memikirkan semua kejadian yang akhir-akhir ini terjadi.

31 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang