Terima kasih ya support cerita ini, Aku sayang kalian. Mari bersusah-susah dahulu dan senangnya entah kapan. Wkwkwwk.
Happy reading!
***
"Jim, lu kapan sih baikin Seulgi? Gue ga tega banget tau ga? Apalagi pas liat dia jalan dengan darah bercecer gitu. Kalau gue ga lagi buru-buru jemput Sungjae ga bakal deh gue tinggalin dia." Sooyoung duduk tanpa permisi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dateng kesini cuma mau nyampein itu?" Sarkas Jimin. Dia pun melanjutkan kerjanya pada laptop. Sesuatu yang lebih bermanfaat daripada ocehan Sooyoung barusan.
Sooyoung menyeruput gelas yang ada di atas meja, gelas Jimin padahal. Tapi dia memang suka sembarangan. Jangan salah, itu hanya dia lakukan pada Jimin yang sudah dia anggap kakaknya sendiri.
Ruang belajar yang berada di lantai dua ini selalu sumpek dan membosankan. Entah kenapa Jimin selalu betah disini. Mungkin karena dasarnya Sooyoung anaknya ga betahan, jadi ruangan monoton ini serasa penjara baginya. Kalau bukan demi Seulgi dia ogah deh berada disini.
"Jim..." Panggil Sooyoung lagi. Susah sekali mengganggu konsentrasi Jimin ini. Sooyoung frustasi, bagaimana tantenya bisa jadi nenek segera kalau Jimin terus seperti ini.
"Atau Lo mau gue kenalin sama kakak tingkat kenalan gue? Dia jurusan tari gitu, badannya kaya gitar spany---"
"Keluar!" Satu suara dari Jimin membuat Soyoung mengangguk malas beberapa kali. Padahal dia asal bicara dan Jimin malah merespon dengan sungguhan.
Dasar! Sepupu aneh! Cewek baik, pinter dan tajir kaya Seulgi di anggurin. Nyesel baru tau rasa. Jangan bilang Park Sooyoung belum mengingatkan.
"Oh iya! Ultah gue lusa jangan lupa bawa pasangan! jangan bikin malu," Ledek Soyoung sebelum akhirnya dia meninggalkan ruangan.
"One Side"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
