Realita 05

431 50 5
                                    

Hari ini Eric sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit setelah dirawat hampir tiga bulan lamanya, karena selama dua bulan lebih ia mengalami koma dan sisanya pemulihan.

Joonyoung setelah mendengar kabar Eric yang pada saat itu bertepatan dengan sadarnya pemuda itu, tanpa basa-basi langsung menuju bandara dan mengambil penerbangan cepat ditemani Kevin. Karena terburu-buru mereka tak sempat bersiap-siap, jadi hanya ponsel, paspor, dan dompet yang mereka bawa.

Beruntung, orang tua keduanya berada di korea dan disana ada beberapa helai baju mereka jadi mereka tidak mengkhawatirkan hal tersebut

"noona" panggil Kevin.

Joonyoung yang sedang duduk melamun di taman belakang rumah sedikit terkejut mendengar panggilan sang adik tiri.

"ah, Kevin. Kau membuatku terkejut. Ada apa?" tanya Joonyoung.

"aku sudah lupa mau bilang apa gara-gara terlalu lama memanggilmu" jawab Kevin sambil mengambil tempat di samping gadis itu.

"kalau begitu, pergilah. Aku sedang tidak ingin diganggu untuk sementara waktu"

"ini baru pertama kalinya lagi aku melihatmu murung tak bersemangat seperti ini, noona"

Joonyoung tak menjawab dan lebih memilih untuk melarutkan diri dalam lamunannya.

"aku tidak tau ini akan berhasil atau tidak, tapi aku punya saran" kata Kevin.

Joonyoung tak bicara dan hanya menoleh menatap adik tirinya sembari menunggu kelanjutan bicaranya.

"kenapa noona tidak membantu Eric untuk mengingat kembali semuanya? Bangkitkan kembali semua kenangan yang pernah kalian lalui" lanjutnya.

"caranya? Apa kau pikir itu semudah membalikkan telapak tangan? Jangan bercanda, Moon Kevin" kata Joonyoung menatap sinis adik tirinya.

"ya kan aku hanya memberi saran, noona. Diterima tidaknya kan itu tergantung dari noona sendiri"

"sudahlah, tinggalkan aku sendiri, Kevin"

"baik, aku pergi sekarang. Jangan terlalu lama diluar, noona tidak lupakan kalau angin malam tidak baik untuk kesehatanmu?"

"ya ya ya, aku tau itu"

Kevin lalu pergi meninggalkan Joonyoung sendiri di taman belakang rumah. Sepeninggal pemuda tersebut, kakak tirinya sedang menatap langit malam yang cerah namun tak satupun sebintik cahaya yang menghiasi kanvas hitam di lagit tersebut.

"hah... Apa kau tau, Eric? Langit malam ini sangat cerah, tak ada satupun yang menghalangi rembulan untuk bersinar seterang mungkin. Tapi walaupun bulan bersinar dengan sangat indah malam ini, tanpa adanya kehadiran para bintang, langit secerah ini terasa sangat kosong" gumamnya memandang sendu bulan yang bersinar sendirian.

"rasanya seperti sedang berbicara dengan angin" Gadis itu kembali menatap langit malam dengan tatapan sendu.

€€€

Sementara itu, ditempat Eric. Pemuda itu juga sedang menatap langit tanpa taburan bintang.

"melihat langit seperti ini, kenapa terasa deja vu ya?" gumam Eric terheran.

"lho? Eric, apa yang kau lakukan diluar?" Eric dikejutkan oleh suara kakak iparnya, Chanhee.

"eoh, noona. Aku pikir siapa" kata Eric.

"kau tidak menjawab pertanyaan noona, Son Eric"

Eric tertawa canggung sambil menggaruk tengkuknya. "hanya ingin"

Chanhee lalu ikut duduk disamping adik iparnya dan menatap langit malam.

"Chanhee noona, apa kau pernah merasa deja vu?" tanya Eric tiba-tiba.

"deja vu? Hm... Pernah beberapa kali? Kenapa? Apa kau merasa deja vu?"

"ku pikir seperti itu. Malam tanpa bintang dan hanya bulan yang bersinar sendirian dengan perasaan rindu? Entahlah aku tak yakin perasaan apa itu. Intinya aku merasa seperti pernah merasakan kejadian malam ini"

TO BE CONTINUED~~~

Cuman mau ngasih tau, maaf ya kalau di work ini shipper yang lain jarang muncul. Kan di judulnya udah tertera dengan jelas, jadi work ini moment Baeric lebih banyak kesorot.

✔✔Memoria ||∆Baeric∆||✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang