18. Dekat

10 3 0
                                    

"Papa dari mana?  Kok malam banget baru pulang?"

"Papa tadi makan malam dulu di rumah Tante Fira." Alif meletakkan tas kerja nya di atas meja makan. "Tadi Papa udah kasih tau ke bunda supaya kamu makan di rumah bunda, kamu udah makankan?" Alif meneguk minumannya.

"Udah." Melody menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, Papa mandi dulu ya?"

Melody menganggukkan kepalanya setelahnya melihat Papanya yang mulai meninggalkannya.

Melody mulai berpikir,  kenapa Papa tidak memberi tahunya? Kenapa cuma bunda Alia saja yang di beri tahu? Jujur, Melody tidak suka melihat Papa terus dekat dengan perempuan lain selain dia dan Almarhumah Mamanya. Kenapa Papa lebih memilih makan dengan orang lain dari pada menjemputnya dan makan malam dengannya? Kenapa Papa lebih memilih oranglain dari pada dirinya? Melody benci ini!

***

Tak lama Alif selesai mandi, Melody masuk ke kamarnya. 

"Papa kenapa tadi gak jemput Ody?"

"Loh,  kan Papa udah bilang, Papa mau makan malam sama tante Fira."

"Kapan bilangnya?"

"Tadi siang ke bunda sama Aqil,  makanya kamu tadi pulang sama Aqil."

"Ody pulang sama Bian."

"Loh,  emang Aqil?"

Melody mengagkat bahu menanggapi pertanyaan Papanya.

"Lagian,  kenapa gak kasih tau Ody?"

"Papakan udah kasih tau Aqil, pasti Aqil ngasih tau ke kamu. Emang gak ada di kasih tau ya?" Melody menggelengkan kepalanya.

"Papa ngapain aja sama tante Fira?"

"Makan malam."

"Sebelum makan malam, sampai-sampai Papa gak bisa jemput Ody." Melody menatap jengkel ke arah Papanya.

"Oh tadi sekalian makan siang karena gak sempat makan siang,  trus biasalah bahas pekerjaan habis itu makan malam."

"Berduaan?"

"Yaiyalah, masa sendiri." Niat Alif untuk bercanda tidak membuat putrinya terhibur.

"Serius Pa."

"Berdua aja,  emang kenapa sih?"

"Melody gak suka Papa terlalu deket sama wanita lain."

"Ya ampun sayang,  Papa cuma bahas pekerjaan bukan yang lain."

"Tetap aja Melody gak suka."

"Ody ... kamukan udah dewasa, jadi bersikaplah dewasa jangan kekanakan."

"Siapa yang ke kanakan?"

"Papa cuma bahas pekerjaan dan kebetulan klien Papa itu perempuan sayang."

"Tapi kalau cuma klien dekatnya gak segitunya deh Pa dan juga kalau bahas pekerjaan itu tempatnya di kantor atau di manapun tapi di jam kerja bukan di luar jam kerja."

"Kamu cuma mempermasalahkan ini?  Soal Papa yang lumayan dekat sama klien Papa?"

"Cuma?" Melody tidak menyangka dengan apa yang Papanya katakan.

"Papa dekat agar kerja sama yang di jalin itu lancar, supaya orang yang bekerja sama dengan perusahaan kita percaya."

"Menjalin kepercayaan memang bagus Pa. Tapi,  kalau membahas kelancaran kerja sama bukan dari seberapa dekat Papa dengan klien. Tapi, di lihat dari sistem perusahaan dan kinerja karyawannya Pa." Alif terdiam mendengarnya dan Melody yang mulai tidak bisa mengontrol diri keluar dari kamar Papanya. Alif menatap punggung putrinya yang perlahan hilang di balik pintu. Alif mulai memikirkan kata-kata putrinya tadi. Melody tidak pernah seserius itu dalam berbicara.

Tapi,  kali ini sungguh berbeda.

Dia benar-benar tidak berbohong saat mengatakan 'dia hanya membahas pekerjaan' setelahnya makan malam,  hanya itu. Kalau membahas topik lain hanya sekedar basa-basi saja. Apa yang salah dengan itu?

***

Melody berusaha mengatur nafasnya yang tidak setabil karena menahan amarahnya. Dia sungguh tidak suka Papanya menyepelekan suatu hal yang di kemudian hari bisa menimbulkan masalah yang besar. Jika Melody menceritakan ini semua pastinya orang yang mendengarkannya juga paham apa yang dia takutkan. Tak kasat mata apa yang bisa terjadi di kemudian hari,  sungguh mudah di tebak.

Melody menghembuskan nafasnya lalu melangkahakan kakinya menuju pintu balkon.  Melody menyingkap sedikit kain gorden yang menutupi pintu, di lihatnya lampu kamar rumah Aqil menyala. Tadi saat makan malam Aqil tidak ikut bergabung karena belum pulang dan baru sekarang Aqil pulangnya? Melody melihat jam yang tertempel di dinding, waktu menunjukkan pukul delapan malam.

Malam sekali Aqil baru sampai ke rumah? Kenapa juga Aqil tidak memberi tahu jika Papa tidak bisa menjemputnya?  Dan kenapa juga Aqil tidak mengantarnya pulang padahal satu jalur untuk menuju rumahnya? Kalau Aqil sibuk latihan, kan bisa seperti biasa Melody menunggu sampai selesai. 

Melody menghembuskan nafasnya lelah. Karena kedekatan Papanya dengan tante Fira membuat emosinya tidak stabil sampai-sampai melampiaskan ke sahabatnya. Sungguh itu tidak ada kaitannya sama sekali.

***

Tadi setelah latihan Aqil pergi makan dengan Fera. Akhir-akhir ini dia lumayan dekat dengan Fera. Memiliki hobi yang sama membuat mereka dekat yaitu fotografi yang ternyata Fera juga mengikuti club itu. Sempat membahas hobi mereka sampai merambat membahas hal-hal lainnya. Fera tipikal orang yang asik untuk diajak berbicara jadi dia mudah akrab dengan orang lain atau mungkin karena memiliki kesukaan yang sama jadi mudah akrab. Mungkin saja,  entahlah Aqilalas memikirkan itu yang terpenting dia nyaman berteman dengan perempuan itu. Fera juga akan membawanya ketempat yang katanya akan di beri tahu di hari minggu nanti.  Ya,  mereka janjian untuk bertemu dan Aqil tidak tahu Fera akan membawanyab kemana, dia hanya mengikut saja.

Ahh, Aqil baru saja mengingat sesuatu.  Karena tadi dia terburu-buru keruang latihan,  jadi dia belum sempat memberi tahu Melody kalau Papanya tidak bisa menjemput dan akan makan malam di luar. Makanya sebelum latihan dia sempat-sempatkan menelfon Bian untuk mengantarkan Melody pulang.  Tapi,  apa gadis itu sudah makan malam?

Aqil bangun dari rebahannya lalu melangkah ke pintu balkon, menyingkap kain gorden dilihatnya di sebrang sana tepatnya kamar Melody sudah gelap gulita,  hanya lampu balkon saja yang hidup. Gadis itu sudah tidur.  Aqilpun memituskan bertanya pada bundanya apakah gadis itu ada datang untuk makan malam disini tadi.

"Bun," panggil Aqil.

"Ya?" Alia yang sedang menonton tv menoleh ke arah Aqil.

"Tadi Love kesini kan?  Dia makan kan?"

"Iya udah kok, kenapa?" Aqil mengangguk lega mendengarnya.

"Gak papa,  takutnya belum makan."

"Udah kok."

"Yaudah aku mau ke kamar dulu, mau tidur." Alia mengangguk,  lalu Aqil pun kembali kekamar mengistirahatkan badannya yang cukup lelah.

***

"Bagus,  lo cukup menjauh gue udah seneng," ujar seseorang disebrang sana yang cukup membuat Aqil emosi.

"Ini masih pagi,  jangan cari masalah," ucap Aqil masih menahan amarahnya.

"Gue gak nyari masalah,  cuma mau ingatin lo aja biar gak lupa."

"Bacot lo!" umpat Aqil kepada orang disebrang sana.

"Gue semakin yakin lo itu bukan orang yang baik untuk dia."

"Lo gak punya hak untuk ngelarang gue!"

"Tentu gue punya hak,  karena lo udah nyakitin milik gue!  ingat itu!" ucap orang di sebrang sana lalu mematikan sambungan telefon yang membuatnya makin emosi. Aqil menghembuskan nafasnya meredam segala umpatan yang ingin dilontarkan kepada si penelfon.  Mengambil tasnya Aqil keluar kamar untuk berangkat sekolah.

***

ShaquilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang