25. Tidak Mempunyai Hak

12 2 0
                                    

Kian hari Aqil dan Reni semakin dekat saja. Bahkan setelah Aqil mewakili sekolah untuk olimpiade renang, Reni semakin lengket dengan Aqil. Melody bingung dan tidak yakin kalau kedekatan mereka hanyalah ikatan pertemanan. Pasti ada yang lain dari mereka berdua.

Melody masih ingat, bagaimana hari itu, saat Aqil memenangkan juara satu mewakili sekolah, begitu antusiasnya Reni melompat-lompat, bersorak, berteriak heboh. Tentu saja semua penonton dari sekolahnya pastinya melakukan hal yang sama. Tapi, yang membuat Melody cukup sakit adalah bagaimana Reni berlari dan memeluk Aqil, mengucapkan selamat saat Aqil berada di samping motornya, tentu saja disaksikan teman-teman club renang yang hendak merayakan kemenangan serta beberapa teman satu sekolah, dan Melody lah salah-satunya.

Melody cukup tahu, bahwa mereka pasti saling suka. Maka dari itu, agar sakitnya tak bertambah parah, Melody memutuskan meninggalkan tempat itu, berusaha menghilangkan ingatan itu hingga malam ini dia masih berusaha. Tapi, tentu saja tak mudah. Bayangan orang yang kamu cintai tersenyum saat mendapatkan pelukan dari perempuan lain serta dengan senang membalas pelukan itu, di samping itu banyak teman yang bersorak menggoda mereka berdua. Bagaimana perasaanya saat ini? Tentu saja sakit.

Seberusaha mungkin Melody tidak mengeluarkan air matanya. Dia tak mau dibilang bocah cengeng lagi, sudah cukup Melody seperti ini. Jika memang Aqil tidak mencintainya, maka ... cukup Melody saja yang mencintai Aqil, sampai dia sendiri lelah dan muak dengan cinta itu. Tak mengapa, selama Melody masih bisa berjuang dan bertahan, maka Melody akan gencar mendekati Aqil.

***

Hari ini Melody memaksa Papanya agar diizinkan untuk berangkat sekolah bareng Aqil. Disinilah dia, duduk di jok motor Aqil sambil memeluk erat-erat Aqil. Terserah Aqil mau berspekulasi apa tentang dirinya, itu hak Aqil.

"Love," panggil Aqil saat berhenti di lampu merah.

"Ya?"

"Dingin banget ya? Lagian masih pagi juga kenapa ngebet banget berangkatnya? Kenapa gak sama Papa aja?" Aqil membuka kaca helmnya sembari menatap Melody.

"Gak mau, pingin naik motor," jawab Melody beralibi yang padahal Melody ingin berdekatan dengan Aqil.

"Tapi, kamu jadi kedinginan gini." Aqil menggenggam tangan Melody yang sedang memeluk pinggangnya, mencoba menghangatkan.

"Kan pakai jaket."

"Masih dingin kan? Mendung gini." Aqil menatap langit yang menggelap.

"Cuma pipi sama tangan aja." Aqil menarik lengan jaket Melody yang lumayan panjang hingga menenggelamkan tangan Melody.

"Sabar, bentar lagi sampai." Melody mengagguk.

"Ekhm." Melody menoleh setelah mendengar deheman laki-laki yang berasal dari sebelahnya.

"Eh Zena." Melody melambai tersenyum menyapa Zena yang dibalas senyuman kecil dari Zena. Tidak menyangka bisa berjumpa seperti ini. Saat hendak berbicara dengan Zena, Aqil melajukan motornya yang ternyata sudah lampu hijau.

Motor Aqil sudah sampai diparkiran, tepat setelahnya motor Zena menyusul. Mereka bertiga pun berjalan menuju kelas Melody.

"Gue ke kelas ya?" Melody mengagguk, lalu masuk ke kelasnya setelah mengucapkan terimakasih ke sahabatnya itu.

"Tumben pergi bareng Aqil?" Zena duduk di bangku kosong sebelah Melody.

"Oh hahaha, tadi pingin aja. Lagian rumah kita berdua sebelahan."

"Oh." Zena mengangguk-anggukan kepala.

"Lo suka Aqil ya?" Pertanyaan Zena membuat Melody gelagapan, bingung hendak menjawab apa.

"Eh, itu ... Emang keliatan banget ya?" Melody meringis malu menatap Zena.

"Ya. Mudah ketebak."

"Melody jadi malu." Zena tersenyum kecut mendengarnya. Sesuai dugaannya pasti ini akan terjadi. Coba saja dia tidak pindah saat itu, pasti dia lah orang yang dicintai Melody saat ini bukan cowok itu.

"Aqilnya suka gak sama lo?"

Melody menggeleng, mengangkat bahu. "Entah."

"Trus?"

"Ya ... Melody bingung, Aqil bilangnya Melody tuh masih kecil jadi dia gak mau pacaran. Melody juga bingung sebenarnya Aqil suka sama Reni gak, soalnya mereka kan dua bulan ini dekat banget." Melody menerawang, mencoba mengingat-ingat bagaimana Reni mendekati Aqil yang awalnya hanya ingin mewawancarai Aqil sampai bisa sedekat ini. Aqil tidak bercerita mengenai kedekatannya dengan Reni. Aqil hanya selalu bilang mereka tidak ada apa-apa, Hanay berteman yang mulai Melody ragukan sampai sekarang. Melody cukup tahu, dia hanya sahabat Aqil yang gak punya hak apa-apa untuk tahu apa saja yang Aqil lakukan dan bersama siapa saja. Melody tahu dia tidak mempunyai hak sama sekali untuk mengatur dan bersama siapa Aqil berteman. Itu sama sekali bukan haknya. Dia hanyalah orang yang kebetulan teman masa kecil Aqil yang menjadi teman dekat hingga menjadi sahabat seperti sekarang. Lalu ... Melody mulai egois ingin meminta lebih hanya karena takut Aqil tidak mau berteman dengannya lagi ketika Aqil menemukan perempuan yang lebih segalanya dari Melody.

Melody hanya takut ditinggalkan, dia juga tak tahu mengapa setakut itu dia ditinggalkan. Memang Melody juga tidak mempunyai hak untuk meminta Aqil tetap menetap untuknya ataupun pergi dari hidupnya. Menetap dan pergi. Pasti setiap manusia memiliki haknya untuk memilih itu.

Hingga saat ini, ketika Aqil begitu senang berdekatan dengan Reni, Melody takut Aqil akan meninggalkannya. Seolah-olah Reni adalah perebut. Tapi, bukan itu yang sebenarnya. Melody saja yang terlalu berlebihan dalam menyikapinya.

Melody selalu saja sakit melihat mereka bersama, tersenyum bahkan tertawa, bagaimana begitu dekatnya  mereka berdua. Melody sakit, cemburu tentu saja. Cemburu karena Melody takut kehilangan, takut dilupakan oleh orang yang dia cintai.

Hingga Melody yakin kalau Melody mencintai Aqil dan mengungkapkannya. Tapi, Aqil pastinya tidak mudah untuk menerimanya. Aqil mempunyai seleranya sendiri. Ada perempuan yang lebih baik, cantik, ramah dan tentunya mandiri dari pada Melody yang cengeng dan manja ini. Aqil hanya mencoba menjaga perasaannya saja karena Melody sahabatnya dan orang tua mereka juga bersahabat.

Tapi, sekali lagi, Melody menutup mata, pura-pura tak melihatnya. Melody sadar dan tahu itu semua, hanya saja dia tak mau tahu.

Melody, bisa kah kamu menghentikan semuanya? Biarkan jalan seperti yang semestinya. Jangan menjadi penghalang kebahagian orang-orang, sudah cukup selama ini kamu merepotkan orang-orang di sekitarmu. Kamu bukan ratu yang harus dituruti keinginanmu, yang harus dihormati. Kamu ... cuma manusia biasa dengan segala kemampuan yang biasa. Tidak ada kelebihan yang bisa kamu banggakan. Cukup, cukup kamu merepotkan setiap orang. Tidakkah kamu melihat mereka? Tidakkah kamu menyadarinya?

"Melo? Hey, kok melamun." Zena menggoncang pelan bahu Melody, membuyarkan lamunannya.

"Ah, maaf."

"Kalau ada masalah, cerita aja sama gue. Kita ... teman kan?" Zena tersenyum cerah yang menular kepada Melody.

Melody mengagguk dengan semangat. "Iya, kita teman."

Zena mengacak rambut Melody. "Ya udah, jangan melamun. Ntar kesambet, disini banyak setannya. Apalagi lo duduk paling belakang, sendiri lagi," ucap Zena nyengir, menjahili Melody.

"Ih nakutin aja!" Melody bergidik ngeri, menatap Zena yang sudah kembali ke bangkunya didepan sana dengan kesal.

***

ShaquilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang