24. Gue cinta gak sama lo?

10 4 0
                                    

"Semalam Aqil pergi kemana sama Rena?" Melody memotong asal kue yang ada di meja makan. Saat ini Melody berada di rumah Aqil tepatnya diruang makan. Setelah pulang sekolah dia kelaparan maka dari itu dia berada disini sekarang.

"Ck, bukan gitu motongnya." Aqil merebut pisau, lalu memotong sebagian kue dan menggesernya kehadapan Melody.

"Makasih." Melody memakan kuenya sembari menatap Aqil menunggu jawaban. "Kemana?" tanya Melody karena Aqil yang tak kunjung menjawab.

"Kepo!"

"Is serius tau!" Melody yang kesal memukul lengan Aqil.

"Kenapa? Cemburu?"

"Cemburu?" Melody mengerutkan alisnya.

Aqil mengangguk. "Iya. Cemburu?"

"Memang kenapa kalau Ody cemburu? Ada masalah sama Aqil?!"

Aqil mengedipkan bahunya tidak perduli.

"Kenapa Aqil gak nembak Ody sih?! Biar kita pacaran kayak Irena sama Lutfi. Kapan Aqil tembak Ody?"

Jujur, Aqil geli mendengarnya, dengan begitu mudahnya Melody bertanya seperti itu kepadanya.

"Emang biar apa?"

"Ya biar kita pacaran lah!"

"Pacaran itu harus saling mencintai."

"Ya kan Ody cinta sama Aqil."

"Masalahnya gue cinta gak sama lo Love?" Melody menatap Aqil tak percaya. Melody membuang pandangan ke potongan kue yang ada dihadapannya saat ini. Menyendok kan kue, lalu memakannya. Jangan di tanya lagi bagaimana perasaan Melody saat ini. Sakit, adalah satu kata yang tepat untuk mendeskripsikan apa yang tengah ia rasakan sekarang. Sakit yang mampu membuat matanya basah. Melody menahan air mata yang ingin keluar. Memejamkan mata, Melody membuang nafas dan mengatur nafasnya yang memburu. Mengambil cangkir berisi coklat hangat, lantas Melody meminumnya hingga tandas untuk melegakan tenggorokan yang susah mengeluarkan suara.

"Oh, jadi ... Aqil gak cinta sama Melody ya?" Melody mengangguk-anggukkan kepalanya, menahan sakit serta air mata yang ingin keluar secara bersamaan. "Melody pulang, makasih makanannya." Seberusaha mungkin Melody menahan suaranya supaya tak bergetar. Melody beranjak dari bangku, lalu pergi meninggalkan Aqil yang sedang menatap kepergian Melody dengan rasa sakit yang melingkupi dadanya.

***

Melody kira Aqil menyukainya. Karena disaat sebelum pekan olahraga dilaksanakan, malam hari saat mereka berdua duduk di balkon kamar Melody, Melody menyatakan cintanya dan Aqil tersenyum mendengar itu. Tapi, ternyata tidak. Hanya Melody saja yang mencintai Aqil sedangkan Aqil tidak mencintainya.

Berulang kali Melody mencoba meredakan tangisnya, namun tak juga berhenti. Mungkin memang benar, selama ini Aqil hanya menganggap dia sebagai sahabat ataupun adik. Hanya sebatas itu. Melody saja yang terlalu melampaui batas rasa yang seharusnya tidak lebih. Melody tau, dia yang berlebihan disini.

Tapi, dulu disaat Melody belum seperti sekarang, belum mencintai Aqil, Melody merasa seperti Aqil mencintainya, atau mungkin dia saja yang salah menafsirkan? Mungkin saja Aqil hanya memerankan peran sebagai seorang sahabat.

Tapi, apa salahnya jika cinta sama sahabat sendiri? Juga bukan saudara kandung kan? Jadi tidak apa-apa. Kalau bisa memilih Melody juga tidak mau cinta dengan sahabatnya sendiri. Jadi apa boleh buat? Rasa cinta tidak salah, mungkin saja disini Aqil yang salah! Salah karena nyakitin Melody dengan ucapannya.

Melody sudah mulai meredakan tangisnya. Aqil hanya bercanda, dia yakin Aqil hanya bercanda saja tadi. Apapun itu, Melody akan memperjuangkan cintanya! Sampai titik darah penghabisan! Rintangan, tantangan, dan ngan-ngan yang lainnya akan Melody hadapi juga lewati! Kalau gak bisa di lewati permisi numpang lewat dulu biar bisa lewat! Kalau gak bisa juga cari jalan lain, kalau gak bisa juga terserah Melody.

Melody terus membatin, membatin sesuatu yang dapat menghilangkan kesedihannya. Menipu otaknya, agar dirinya tidak sedih. Saat ini, cukup itu yang dia lakukan. Besok dia akan memulai aksinya.

"Kenapa nangis sih?!" Melody terkejut dengan suara yang tiba-tiba terdengar tepat dibelakang badannya yang saat ini sedang berbaring di kasur. Dia kenal suara itu, lantas Melody pun membalikkan badannya. Nampaklah Aqil yang menjulang berdiri dengan raut muka kesal dan tatapan yang tajam.

Melody bangkit untuk duduk di kasur yang di susul Aqil kemudian duduk disebelahnya.

"Aqil masuk dari mana?"

"Balkon, kenapa?!" tanya Aqil dengan tidak santainya.

"Manjat? Nanti jatuh!"

"Bukan urusan lo." Melody menunduk memainkan jarinya. "Bisa gak, jangan cengeng?! Gak usah pakai nangis gini bisa gak sih?!" Aqil mengahapus air mata di pipi Melody dengan sedikit kasar.

"Sakit," cicit Melody ragu-ragu menatap Aqil.

"Makannya jangan nangis! Cengeng!" Aqil melotot geram melihatnya. "Gak usah cemberut! Mau di cubit bibirnya!" Melody menggeleng sembari menutup bibirnya dengan tangan kanannya. Aqil menghela nafasnya meredakan kekesalan yang bergejolak di hatinya. "Jangan nangis lagi, maafin ucapan gue tadi ya?" tanya Aqil dengan lembut.

Melody mengangguk, lalu menurunkan tangan Aqil yang menangkup pipinya.

"Kita gak bisa pacaran." Ucapan Aqil langsung membuat Melody memusatkan atensinya ke Aqil kembali.

"Kenapa?"

"Jangan nangis."

Melody tersenyum sedih mendengarnya. "Emangnya siapa yang buat Melody nangis kayak gini? Aqil kan? Jadi kenapa malah bilang jangan nangis?"

"Love." Melody tak menggubris panggilan Aqil, dia masih saja menunduk memainkan jarinya sembari menggigit bibir menahan isakan tangis.

"Ck! Gue gak suka Lo nagis!" Aqil berdecak kesal melihatnya.

"Aqil jahat!"

"Love, lo masih belum cukup umur makannya gue gak mau kita pacaran."

"Apa karena Papa?"

"Bukan. Karena Lo masih bocah!"

"Ody tuh udah besar!" Melody menatap tajam Aqil karena dia dibilang bocah. Aqil juga membalas menatap tajam.

"Apa?!" tanya Aqil melotot yang membuat Melody terkejut. Melody mengalihkan tatapannya ke rambut Aqil karena terus di pelototi.

"Gak papa," ucap Melody pelan.

"Tatap tros!"

Mereka berdua terlonjak kaget mendengar suara itu. Melody melihat Papanya yang masih dengan seragam kerja bersandar di pintu kamarnya sambil berpangku tangan melihat mereka berdua.

"Papa udah pulang?" Melody menghampiri Papanya dan langsung memeluk Sang Papa.

"Iya, kamu kenapa?" Alif berusaha menangkup wajah putrinya yang bersembunyi di dadanya. Melody terus mengelak tak mau menunjukkan wajahnya yang berakhir Alif berhasil menangkup wajahnya. "Kenapa nangis? Aqil ya?" Melody mengangguk yang membuat Alif menatap Aqil dengan tatapan lasernya.

"Kamu Alain anak saya?" tanya Alif dengan sinis.

Aqil mengangkat bahunya, menatap Alif datar. "Tanya aja sama tuh bocah!" jawab Aqil yang membuat Melody menghentakkan kakinya karena kesal di bilang bocah terus.

"Papa! Aqil tuh ngatain bocah mulu!" Melody mengadu pada Sang Papa sembari menunjuk Aqil dengan kesal.

"Bocah!"

"Papa!" Alif jadi stres sendiri menatap mereka berdua.

"Papa capek, mau mandi dulu ya." Alif meninggalkan kamar Melody yang membuat Melody kesal.

"Papa is! Kok di tinggal sih!  Aqil nih!"

"Bocah! Cengeng! Manja! Jelek!" ucap Aqil saat sudah di atas pohon di depan balkon Melody.

"Aqil!" ucap Melody kesal menghentakkan kakinya. Dilihatnya Aqil sudah turun ke bawah dan berjalan masuk ke rumah. Sebelum masuk ke rumah sempat-sempatnya Aqil memeletkan lidah mengejek Melody.

"


ShaquilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang