Harry POV
Aku sudah mengurus perceraian ku yang akan di wakilkan oleh pengacaraku sendiri. Disini aku tidak ingin meninggalkan Sheryl yang bahkan tidak mau menatapku sejak dua hari yang lalu. Aku terus menjaganya, membantunya ketika ia menginginkan sesuatu dan terus menatapnya ketika ia tidur. Rasanya begitu menyenangkan memandangi perut Sheryl yang bergerak naik turun, sesekali pandanganku tertuju pada wajahnya seperti sekarang.
Sheryl tengah tertidur pulas karena baru saja aku mendongeng kan sesuatu meskipun ia menyangkal jika tidak ingin mendengar suaraku. Beberapa hari ini ia terus menolak keberadaanku namun ketika aku hendak keluar ia malah menahanku dan memarahiku kenapa aku menyetujui ucapannya. Sangat menggemaskan, Sheryl membenciku namun ia tidak ingin jauh dariku. Mungkin itu karena ulah bayi kami. Semua ucapan Sheryl seperti hari kebalikan di telingaku.
Ketika ia minta untuk pergi maka aku harus tetap stay dan memegangi tangannya hingga tertidur. Aku juga harus mengelus punggung tangannya beberapa kali karena ia menangis selalu memuntahkan kembali makanan yang ia telan. Sheryl menolak untuk makan tapi aku terus memaksanya meskipun hanya roti tawar dan buah saja yang benar-benar bisa ia cerna. Kehamilannya kali ini membuatku pusing, khawatir dan juga antusias. Entahlah, khawatir lebih mendominasi sekarang.
"Harry, mom sudah membelikan beberapa buah-buahan lagi. Apa Sheryl masih menolak makanan?" Ibuku masuk dengan satu kantong keresek penuh berisi buah. Ia berbisik mendekati Sheryl dan berdiri di seberang tempatku duduk, mengelus kening Sheryl penuh kasih sayang.
"Ya mom, bahkan bubur rumah sakit ia tidak mau menyentuhnya. Apa itu wajar?" Tanyaku penasaran.
"Menurutku itu hal wajar karena sewaktu aku mengandungmu dulu kau juga menolak semua makanan dan memilih mangga muda yang masam untuk ku telan." Ujar ibuku membuatku tersenyum lepas.
"Tidak diragukan lagi jika ini adalah darah dagingku kan mom?" Kekehku membuatnya ikut terkekeh.
"Gejala yang Sheryl alami persis seperti mommy dulu, hanya saja Daddymu juga terkena morning sickness. Apa kau juga, sayang?"
"Apa itu morning sickness?"
"Rasa mual di pagi hari. Biasanya menyebabkan muntah atau hanya mual biasa."
"Ah ya, aku mengalaminya beberapa hari terakhir ini. Kupikir aku hanya salah jam tidur."
Jadi itu morning sickness? Aku mengalami beberapa pagi ini yang mana kupikir aku hanya kurang tidur. Ternyata bukan. "Apa itu artinya mom?"
"Itu artinya kau akan menambah berat badanmu!"
"Maksudmu aku menggendut?"
"Ya. Lihat daddymu itu, dia terkena morning sickness beberapa puluh tahun yang lalu dan tidak juga kembali ke bentuk awal tubuhnya."
Aku akan menggendut karena anakku? Itu berita bagus bukan? Aku jadi bisa membuktikan pada dunia jika aku sangat teramat bahagia karena memiliki keturunan. Well, aku tidak keberatan.
Semakin lama aku melamun semakin merekah pula senyum di wajahku. Aku sudah sangat tidak sabar menanti kelahirannya yang akan terjadi 7 bulan lagi. Mulai dari sekarang aku harus memikirkan nama yang tepat, aku harus lebih pintar menabung karena anakku esok pasti juga membutuhkan sekolah. Terlebih target anak yang ku mau tidaklah sedikit. Walaupun aku orang yang berkecukupan namun apa salahnya menabung untuk masa depan?
Aku akan senang jika melihat semua anakku sukses dibidang mereka masing-masing. Daddy akan menyertai kalian hingga sukses. Terlebih kau anak pertamaku. Kau yang paling spesial di hidupku. Kau yang paling berharga karena semenjak kau hadir di dunia ini, perubahan terjadi karenamu.