Kabar membahagiakan itu telah sampai di telinga keluarga kami. Ayah dan ibuku termasuk Zayn dan Odelia. Semuanya merasa bahagia, ada suatu hal yang membuat mereka semua tidak bisa datang kemari dan mengucapkannya secara langsung.
Aku kembali menjadi pria yang overprotektif pada Sheryl, melarang semua kegiatannya yang berbau hal berat dan juga melarangnya untuk tidak pergi kemanapun. Sebisa mungkin hanya aku yang akan pergi sedangkan ia tetap tinggal di rumah. Rasa trauma dengan kecelakaan dan keguguran Sheryl membuatku tidak bisa memberinya peluang untuk menghadapi semuanya dengan santai. Mulai sekarang aku harus tetap menjaganya dan mungkin akan ada beberapa bodyguard yang akan aku beli untuk menjaga Sheryl selama di rumah saja.
Aku memajang foto USG anakku di sisi komputerku, setiap kali aku merasa jengkel dan pusing aku selalu meliriknya dan foto Sheryl, itu membuat semua rasa yang ada di otakku musnah seketika di ganti dengan rasa banjir kebahagiaan. Aku mengelusnya sangat sering bahkan setiap jam aku menyempatkan diri untuk mengelusnya.
Kringg
Teleponku berdering panjang, memunculkan nama sekretaris ku dari sana. "Ya, Jen." Sapaku.
"Sir, ada satu surat yang tidak ada kepala surat dari perusahaan lain. Ini di tujukan untukmu, apa kau ingin menerimanya?"
Surat? Siapa yang mengirimiku surat? Biasanya tidak ada orang lain yang mau repot-repot berkirim surat di jaman yang sudah modern ini. "Antarkan saja kemari Jen."
"Baik Sir."
Aku memutus panggilan menunggu Jennifer mengantarkan suratnya. Selang beberapa detik Jennifer kemudian mengetuk pintuku dan masuk membawa surat itu. Aku menimangnya dan mencoba mengingat sesuatu namun aku tidak bisa mengingat apapun.
'Kau sudah mengambil apa yang menjadi milikku, sekarang giliranku untuk mengambil balik semuanya.
-L
Apa-apaan ini? Siapapun yang menulis surat ini pasti sangat bodoh berfikir jika mereka bisa bermain main denganku. Aku meremas surat itu lalu membuangnya dan menghiraukan eksistensi nya. Aku memiliki banyak back up dari pihak manapun, aku sudah mengupgrade diriku menjadi sedikit lebih waspada namun tetap santai. Jadi surat kaleng seperti itu tidak akan aku hiraukan, berapa ratus kali mereka menuliskannya padaku. Aku tidak peduli.
Aku mengangkat ponselku untuk menghubungi Sheryl. Entah kenapa rasanya aku sangat merindukan dirinya padahal baru beberapa jam yang lalu aku berangkat ke kantor. Membutuhkan waktu sedikit lama untuk Sheryl mengangkat panggilanku.
"Hey, love." Sapaku melihatnya tengah sibuk di dapur.
"Hai, aku sedang membuat kue jadi tidak bisa mendengarmu menelfonku." Sheryl berucap di depan kamera ponselnya sembari tersenyum dan meletakkannya di sesuatu sehingga gambar yang ia pancarkan sangat stabil dan aku bisa melihat dirinya dengan bebas mengaduk adonan.
"Kau tidak bekerja?"
"Aku sedang bekerja, hanya saja tiba-tiba aku sangat merindukanmu."
"Sungguh?" Kekehnya membuat senyumku tertarik.
"Yes, love. I meant it." Balasku melihat dirinya mencicipi sesuatu. "Apa itu?"
"Meringue." Sheryl menunjukkan adonannya padaku. Ia terlihat sangat sibuk di dapur bahkan ketika ia sendirian tangan dan kakinya tidak bisa diam dan beristirahat. Ia selalu ingin bergerak banyak.
Mulut Sheryl tidak berhenti mengunyah, ia memotong buah semangka sebagai kue ulang tahunnya kemarin dan memakannya sendirian tidak berbagi denganku. Aku tidak masalah, toh itu hanya buah. Ia memberiku gigitan pertamanya kemarin jadi menurutku itu sudah cukup.