Dua minggu setelah kelahiran anak Zayn, Harry sedikit sibuk dengan urusan kantornya. Dia bilang ada beberapa pegawainya yang korup dan sedikit menggoyangkan pendapatan gedung milik Harry. Namun itu semua bisa teratasi dengan mudah karena Harry sendiri pandai mencari akar dari semua masalah. Ia sudah mencabutnya dan memecat siapapun yang bersinggungan dengan uang miliknya.
Namun untuk mengembalikan itu semua ia perlu membangun beberapa kerja sama lagi agar pendapatan 100 persen tertutupi dan mendapatkan tambahan. Ia sering keluar kota akhir-akhir ini, padahal aku sudah ribuan kali mengingatkannya jika sekarang adalah musim hujan. Sangat tidak baik bepergian sekalipun di malam hari.
"Buatlah sesuatu untuk menghangatkan diri sayang." Kesalku pada layar ponsel yang menunjukkan wajah Harry karena ia hanya bermain dengan Ethan dan tidak memperdulikan tubuhnya yang sedang kebasahan. "Harry!"
"Alright sweetie, aku akan membuat coklat panas nanti." Ucapnya masih bercanda dengan Ethan lewat ponsel.
"Buat sekarang atau aku akan mematikan sambungan." Ancamku padanya. Harry mendecak sebal, matanya beralih padaku lalu kulihat dirinya bergerak ke meja dan membuat coklat hangat.
"Jangan lupa ganti baju." Ujarku meninggalkan ponselku di depan Ethan. "Ethan, tolong lihat daddy ya. Katakan pada mommy jika daddy belum mengganti pakaiannya. Okay sayang?"
Ethan hanya menatapku sembari tertawa, sekali lagi ku lirik Harry yang mencibirku karena ucapanku sendiri. "Daddy will be fine Mommy. Don't worry." Ucap Harry mendekat ke arah ponsel lalu mengecupnya dan tersenyum manis.
Aku sementara meninggalkan Ethan yang sudah ku kunci duduknya di kursi anak. Tanganku sibuk menyiapkan makan malam untukku, sesekali pandangan dan telingaku terfokuskan pada suara Harry dan gerakan Ethan yang semakin aktif. Disini juga sedang hujan, beruntung aku wanita yang tidak begitu takut dengan suara keras. Jadi setidaknya aku bisa menjaga diri karena tidak ada Harry di sekeliling kami sekarang.
Harry terus mengoceh dengan Ethan sampai makan malamku siap. Aku menggeser ponselku dan menampilkan tubuh Harry yang mengganti pakaian dengan sweeter hangatnya. "Kau sudah makan malam?" Tanyaku padanya.
"Yup, sebentar lagi makan malamku datang. Kau memasak apa hari ini?"
Aku menggeserk kecil piringku ke hadapan ponsel setidaknya agar ia bisa melihat apa yang sedang ku makan. "Hanya pasta."
"Ah, love... Aku merindukan masakanmu! Disini aku hanya bisa makan pizza." Rengeknya.
"Pizza itu sudah makanan enak, Harry. Jangan banyak mengeluh." Aku terkekeh menatapnya, sesekali tanganku sibuk memberikan roti khusus untuk bayi pada Ethan karena ini sudah masa untuk giginya tumbuh. Tidak kusangka anakku secepat itu.
"Tapi aku rindu masakanmu..."
"Maka dari itu kau harus mempercepat urusanmu disana dan kembali ke sini secepatnya, Harry."
"Umm, mungkin lusa aku akan kembali. Aku akan meninjau kantorku lagi jika semuanya sudah kembali maka aku akan berhenti mengambil kerja sama dengan orang luar. Rasanya sangat sepi tidak mendengar ocehanmu dan juga Ethan di pagi hari."
"Hei! Aku tidak pernah mengoceh, keriting!"
"Ya ya ya. Hanya burung lewat yang selalu mengomentari celana dalamku di pagi hari."
"Itu karena kau selalu jorok! Kau jarang mencuci celana dalammu dan selalu menyimpannya dengan milikku!"
"Itu namanya kesatuan sayang."
"Kesatuan apa?! Bakterimu bercampur dengan pakaianku yang masih bersih, aku terpaksa harus mencuci semuanya kembali!"
Harry tertawa puas sedangkan aku mulai jengkel jika mengingat tentang hal itu. Harry ini pria yang cukup jahil, dia selalu menyimpan celana dalam kotornya di tumpukan dalaman milikku membuat semua bakteri menempel disana. Mau tidak mau aku harus mencuci ulang dan jika kepepet aku pasti tidak memakai celana dalam karena semua celana dalamku ku cuci. Karena itu dia selalu memanfaatkan keadaan dan selalu berakhir aku yang babak belur. Brengsek bukan? Dia memiliki ribuan cara agar bisa mendapatkan jatahnya.