Sheryl POV
Aku kembali mengeluarkan cairan bening ketika sore hari menyapaku. Rasa mual mendadak muncul bahkan ketika aku tidak melakukan apapun. Harry masih setia mendampingiku dan juga membantuku seperti sekarang. Ia tidak banyak berkomentar, bahkan untuk lari ke kamar mandi saja ia menggendong ku. Sudah kukatakan padanya aku baik-baik saja namun ia tidak menggubrisku. Apapun yang aku lakukan Harry selalu ada, ia bahkan tidak beranjak sekalipun dari sisi ku.
"Sudah merasa baikan?" Tanyanya ketika aku bangkit menduduki kloset yang sedang ku flash. Kepalaku mengangguk kecil, tanganku menghapus sedikit air mata yang selalu muncul ketika aku memuntahkan sesuatu. Aku memang selalu menangis karena aku sendiri tidak menyukai rasanya. Begitu sakit ketika aku mendorong perutku, terlebih kerongkonganku yang sekarang terasa panas dan sakit.
"Aku ingin mencuci wajah." Ucapku membuat Harry mengambil wadah kosong dan mengisinya dengan air. Harry benar-benar membuatku bed rest, ia melarangku melakukan apapun bahkan untuk berjalan. Aku hanya akan tidur di atas ranjang, makan disana dan mandi di basuh oleh Harry di kamar mandi. Tidak sepenuhnya mandi karena ia hanya membasuh tubuhku dengan kain hangat basah.
Aku mencuci wajahku dengan air hangat yang Harry berikan beberapa kali, mencoba menghilangkan bau mual yang masih ada di wajahku. Harry tidak pernah mengeluh ketika merawatku layaknya orang lumpuh. Ia selalu tersenyum tipis mengelus kepalaku dengan penuh rasa bahagia. Terkadang aku berfikir jika pria ini bahagia ketika aku merasa kesakitan. Namun ia segera menepis pikiran ku dengan cara mengecupi kepalaku dan mengutarakan perasaan cintanya padaku.
Tentu aku terkejut. Sejak kapan ia mencintaiku? Kenapa dia mencintaiku? Apa karena anak yang sedang ku kandung? Oh well, ngomong-ngomong soal anak aku sudah mencoba untuk membuka diri menerima kehamilanku. Awalnya aku tidak menyetujuinya dan hampir menggugurkannya namun Zayn memarahiku habis-habisan. Ia mengatakan anak ini tidak bersalah dan ia berhak hidup menerima kasih sayang dari orang tuanya.
Tentu aku menyetujui ucapan Zayn namun aku juga tersiksa jika aku tidak bisa makan apapun seperti sekarang. Hanya buah dan roti tawar saja yang bisa ku makan, itu pun beberapa kali ku muntahkan kembali. Harry dan ibunya selalu memberi semangat padaku. Mengatakan hal-hal manis dan membuatku selalu nyaman berada dan mengobrol dengan mereka.
Aku menyukai Anne, ia sudah seperti ibu kandungku sendiri yang merawatku dan sangat antusias dengan kehamilanku. Ia bahkan memberikan krim hamil untukku di usia perutku yang baru berjalan tiga bulan. Ia selalu membantuku mengoleskannya ke perutku, sesekali tidur siang denganku ketika Harry harus mengurus perceraiannya.
Ya, Harry benar-benar menceraikan istrinya, Hannah dan lebih memilih untuk menikahiku. Aku tidak tau bagaimana akan pandangan orang nanti terhadapku, aku adalah wanita perusak rumah tangga Harry. Yeah, mungkin itu yang akan mereka pikirkan. Namun Anne dan Harry menyuruhku untuk tidak peduli. Mereka selalu mengetuk keningku jika terlihat aku sedang memikirkan sesuatu yang mana aku selalu memikirkan perceraian Harry.
Kembali ke dunia nyata.
Harry menyingkirkan wadahnya dari hadapanku dan memberikanku handuk kecil untuk mengeringkan wajahku sendiri. Sekarang aku ingin rambutku dipotong pendek saja karena selalu mengganggu wajahku ketika aku muntah. Aku akan mengutarakannya pada Harry nanti.
"Sudah?" Tanya Harry membuatku mengangguk dan ia membawaku kembali ke ranjang. Ia sungguh manis dengan semua kelakuannya dan ia begitu menjamin kesehatanku.
"Aku seperti orang lumpuh." Ucapku ketika Harry meletakkan tubuhku dengan hati-hati.
"No, jangan berkata seperti itu." Harry merengkuh kedua pipiku lalu tersenyum sangat tulus. Ini bukan Harry yang dulu.