27

3K 163 51
                                    

Seperti jadwal yang sudah ditentukan. Kini zahra, angga, raga, dan glen tengah berkemas untuk kembali ke Jakarta.

"Dannia, lo kapan masuk sekolah??" Tanya zahra setelah semua barang barangnya selesai dikemas

"Lusa gw balik"

"Janji lo yaa. Awas aja kalau bohong. Ntar gw masukin lo ke sumurnya nenek gayung"

"Iya nih. Awas aja kalau sampai lo lama masuk sekolah. Gw bikin perkedel kentang lo" Ancam glen yang ikut nimbrung pembicaraan dannia dengan zahra

"Siaap bos" Balas dannia sambil mengangkat tangannya ke udara seperti posisi hormat

"Zar, lo balik sama gw yaa" Ajak angga

Zahra melirik raga yang mengeluarkan pandangan datarnya.

"Eumm gw balik sama raga aja deh" Jawab zahra yang membuat pandangan angga menjadi lesu

"Jangan kecewa gitu dong sob. Cewek kayak begitu mah gaperlu dicemburuin" Kata abun sambil menepuk pundak angga

"Begitu apa maksud lo??!!"

"Jadi jadian" Cibir abun

Dannia mengusap punggung zahra agar lebih bersabar. Angga segera memasukkan kopernya kedalam bagasi.  Secepat kilat Zahra mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum, lalu ia memeluk dannia sebagai ucapan perpisahan

"Aelah cuma ga ketemu dua hari doang pake acara peluk pelukan segala" Cibir abun

"Cowok yang bentuknya kayak lo mana paham" Kata zahra sambil melirik abun sinis dari atas sampai bawah

"Cowok kayak gimana maksud lo hah??"

"Jadi jadian" Jawab zahra menirukan gaya bahasa abun saat mengejeknya tadi

Abun memutar bola matanya malas. Bagaimana angga bisa begitu sabar menghadapi makhluk yang modelnya  seperti zahra ini.

"Yaudah kami balik yaaa. Byee" Kata glen

Abun, Dannia, kedua orang tua abun, serta kakek dan nenek abun mengantar Zahra, Angga, Raga, dan Glen sampai ke depan pintu. Dannia melambaikan tangannya saat mobil yang mereka gunakan semakin menjauhi pekarangan rumah

Setelah kepergian teman temannya, abun dan dannia beserta keluarganya kembali masuk kedalam rumah.

"Ehh kalian mau kemana??" Cegat kakek saat melihat abun dan dannia berjalan menaiki tangga menuju lantai dua

"Ke kamar" Jawab dannia yang diangguki abun

"Duduk dulu sini. Ada yang harus kita bicarakan" Kata ocha.

Abun dan dannia menurut. Mereka duduk di sofa, seketika aura tegang langsung menyeruak ke kulit abun. Sepertinya ada hal yang sangat penting untuk dibicarakan.

"Kalian kapan punya keturunan??" Tanya ocha tanpa beban

"Uhuuuk" Dannia tersedak dengan air liurnya. Abun menoleh kearah dannia dan menunjukkan raut wajah bertanya "Bagaimana ini??". Dannia mengedikkan bahunya tidak tahu. Astaga, kenapa bundanya bisa terpikir hal hal seperti ini disaat ia masih berstatus sebagai seorang siswa.

"Kenapa?? Jangan bilang kalau kalian..." Kata ocha tergantung

"Eumm bukan begitu bun. Ummm kami kan masih sekolah. Jadi belum kepikiran sampe kesitu" Jawab dannia dengan nada gugup

"Dannia, Kamu kan bisa homeschooling. Lagipula bunda udah gasabar nimang cucu dari kalian" Kata Ocha

Abun melihat wajah dannia yang terlihat gusar. Pasti sangat sulit berada di posisi dannia saat ini. Harus mundur dari jabatannya sebagai ketua OSIS pasti membuatnya depresi, apalagi mengingat bagaimana perjalanan dannia bisa menempati posisi itu bukanlah suatu perjuangan yang main main.

"Kamu juga bun" Kata nenek yang sejak tadi melihat abun yang hanya diam

"Kunaon Abun atuh nek?"

"Kamu harus bisa menafkahi istri dan anak anak kamu nanti"

Abun mengusap wajahnya kasar. Ia tak pernah terfikir membangun sebuah keluarga akan memiliki tanggung jawab besar seperti ini

"Abun kan masih sekolah nek" Cicit abun dengan suara kecil

"Jangan jadikan pendidikan kalian sebagai alasan" Kata Ocha lagi

"Bunda, bukan maksud dannia atau abun menentang. Tapi kami masih punya mimpi kami masing masing. Lagian sebentar lagi kami akan ujian kenaikan kelas" Balas dannia untuk membuat orang orang dewasa di hadapannya ini mengerti.

"Baiklah kalau itu permasalahannya. Selesaikanlah sekolah kamu untuk semester ini, setelah itu kamu lanjut homeschooling. Dan kamu abun, ayah sudah mencarikan tempat untuk kamu bekerja. Mulai bulan depan dan seterusnya, kamu harus bisa biayai hidup kamu dan keluarga kamu sendiri" Kata Adit panjang lebar

Dannia dan abun hanya diam. Kenapa sulit sekali membuat mereka mengerti. Menikah dan dipaksa cepat memiliki keturunan itu bukanlah suatu hal yang gampang jika di lalui oleh orang orang yang masih berstatus sebagai anak sekolah seperti mereka.

***

Dannia duduk di pembatas balkon kamar sambil menatap rembulan yang tampak begitu terang, dan itu membuat hati dannia sedikit tenang.

"Dooor!!!!" Teriak abun yang sayang nya tidak membuat dannia terkejut sedikitpun

"Ga terkejut yaa??" Tanya abun lalu bersandar di tonggak dinding

"Aku udah cukup terkejut sama pernyataan keluarga kamu, jadi stok keterkejutan aku udah habis" Balas dannia dengan tatap lurus kedepan

"Emangnya kamu ga kepengen punya anak gitu??" Tanya abun

Dannia menoleh dan melihat wajah abun yang sama redupnya dengan dirinya

"Aku gapernah mau berada di posisi ini bun. Takdir yang maksa aku buat turuti itu semua" Kata dannia dengan suara serak

Abun mengangguk mengerti. Ia ikut duduk di pembatas balkon dan melihat hal yang tadi dannia lihat

"Kita coba ngomongin pelan pelan yaa dann. Siapa tau lama kelamaan mereka semua luluh" Kata abun tanpa mengalihkan tatapannya dari rembulan

"Seandainya semuanya terdengar semudah itu" Balas dannia lemah. Dannia menarik nafasnya, lalu menghembuskannya perlahan. Ia menyandarkan kepalanya di bahu abun.

"Kenapa mereka cepet banget kepengen kita punya keturunan yaa?? Padahal kita masih terlalu belia untuk itu" Kata abun sambil melirik dannia disebelahnya yang menutup matanya rapat

"Jangan tidur woii. Nanti lo jatuh, gaada yang nangisin lo" Kata abun lagi

"Udahh, lo diem ajaa. Udah lama gw kepengen begini" Balas dannia dengan mata yang masih terpejam, dan membuat Abun mengerutkan dahinya

Dannia menegakkan kepalanya dan menatap Abun yang kini juga sedang menatapnya

"Ayah Samuel itu cuma ayah status buat gw. Gw gapernah ngerasain gimana rasanya punya ayah, karena dia selalu sibuk bekerja dan sibuk dengan istri dan anak tirinya yang kejam itu. Bahkan sewaktu bunda gw masih ada. Dia gapernah tuh perlakuin bunda gw kayak dia perlakuin istrinya sekarang " Kata dannia panjang lebar

"Ada 3 hal yang paling aku sukai di dunia ini, yaitu matahari, bulan, dan kamu. Matahari untuk siang hari, Bulan untuk malam hari, dan Kamu untuk selamanya di hati aku. Dannia, pegang janji gw untuk selalu ada buat lo. Gw gaakan biarin lo sendirian lagi. Pegang janji gw" Kata abun sambil menggenggam tangan dannia

"Dannia, kalau suatu saat nanti gw gak ada di samping lo, itu bukan berarti gw gaada disisi lo. Lo harus Ingat, kalau hati gw selalu bersama lo. Karena, kamu adalah detak jantungku, helaan nafasku dan cahaya jiwaku" Kata abun lagi

Dannia mengangguk dan memeluk abun erat. Abun dapat merasakan baju yang ia kenakan basah. Abun tersenyum kecil dan mengelus kepala dannia lembut "Terima kasih telah memberikan petualangan yang menakjubkan dalam hidup ku" Bisik abun ditelinga dannia

Seorang suami seharusnya bisa tampil di hadapan istrinya layaknya seorang bocah. Akan tetapi ketika sang istri membutuhkannya, maka ia harus tampil layaknya seorang lelaki perkasa. – Umar bin Khattab

Marriage With Ketos [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang