Chapter 11: Mama pulang

630 123 15
                                    


Zenitsu matung di tempat.

Rasanya sekarang dia mau lompat dari lantai 3 rumahnya saking kaget liat orang yang lagi berjemur di deket kolam renang belakang rumah. 

Perempuan yang lagi berjemur itu lagi baca majalah dengan satainya. Ada kaca mata hitam yang terpasang juga, gokil abis. Belum lagi orang perempuan itu adalah Mamanya Zenitsu sendiri yang udah hampir 40 tahun. 

Dan sekarang, Mama kayaknya sadar kehadiran anaknya. Wanita itu noleh, sambil ngangkat kaca matanya.

"Ngapain kamu?" tanya Mama.

Zenitsu masih diem, alisnya terkerut heran. "Kok Mama pulang?"

"Lah, emangnya gak boleh pulang ke rumah sendiri?"

"Enggak, nggak gitu. Bukannya seharusnya Mama masih di Dubai?" 

"Apaan, udah selesai, kok urusannya." jawab Mama santai, wanita itu menggunakan kembali kacamatanya dan membaca majalahnya. "Orang dua hari lagi Mama nyusul Papamu ke Taiwan."

"Ngapain?"

"Cosplay badut Dufan." Mama mengendus singkat. "Ya ngurusin perusahaan keluarga lah, kamu ini gimana sih. Kebanyakan mainin cewek mulu, makanya jadi bego."

Omg.

Zenitsu ngerapetin bibir.

Sindiran Mama berhasil nusuk tepat di jantung, nembus ke ulu hati, bikin tertohok sampe pankreas. Cowok yang udah telanjang dada itu cuma bisa gigit bibir bentar, sebelum akhirnya dia ngehela nafas pendek dan siap-siap buat masuk ke kolam.

Begitu air udah neggelamnin badan Zenitsu sampe dada, cowok itu berhenti bentar karena panggilan Mama.


"Zen-zen,"


Zenitsu ngumpat dalam hati.

Badannya merinding seketika dengerin panggilannya waktu kecil yang dikasih sama Mama. Cowok itu gigit bibirnya lagi. "Kayak sabun tau, Ma." sahutnya malu. "Kenapa?"

"Mama nyindir kamu loh, tadi. Kamu nggak ngelak artinya bener dong, ya."

Zenitsu nggak nyahut. Bukan karena dia mulai durhaka, tapi dia nggak tau lagi harus jawab apa sindiran Mamanya. Nggak tau juga harus ngelak kayak gimana. Jadi cowok itu milih buat langsung masuk ke kolam dan renang sampe ujung yang satunya. Udah gitu, dia balik lagi ke deket Mama. 

Begitu Zenitsu ngangkat kepala, ternyata Mama udah duduk di pinggir kolam. Begitu Zenitsu noleh, baru cowok itu sadar Mamanya dari tadi merhatiin dia banget.

"Kenapa, Ma?" tanya Zenitsu.

"Sekolahmu gimana?"

Duh, basi banget ya, pemirsa.

Pertanyaan itu cuma disampein sama orang tua yang nggak begitu deket sama anaknya. Dan Zenitsu benci karena faktanya memang gitu. Seolah-olah perusahaan keluarga itu anaknya Mama dan Papa, bukan Zenitsu sendiri.

"Nothing special," jawab Zenitsu sambil berdiri dari kolam dan ikut duduk di pinggir. "Mama berharap aku berperstasi?"

"Prestasi dan sekolahmu cuma formalitas. Apa pun yang terjadi, pada akhirnya, kamu tetep bakal jadi penerus perusahaan. So what? Nikmatin hidupmu sebelum duduk dibelakang meja kantor seharian penuh."

Zenitsu ke arah air kolam.

Ya gimana ya, tanpa Mama ingetin pun, Zenitsu paham, kok. Lagi pula mana mungkin cowok itu bisa lupa?


"Zenitsu Agatsuma."


Zenitsu diem bentar. 

Oke, sekarang kondisinya mulai beda. Mama jarang banget manggil nama lengkapnya, nada bicara Mama pun mulai berubah.  Makanya Zenitsu langsung noleh. Dan saat itu juga, lagi-lagi perkataan Mama bikin Zenitsu cuma bisa diem.



"Kamu masih muda. Do anything you want, tapi enggak mainin cewek. Menjijikan, Mama nggak suka. Nggak perlu, kan, Mama harus jodohin kamu di usia muda biar kamu punya pawang?"



Zenitsu lagi-lagi diem.

Cowok itu tahu jelas, Mama lagi serius. Dan bukan hal sulit juga kalo Mama mau wujudin keinginannya.

Tapi untuk sekarang, nggak. Zenitsu udah nemu seseorang yang dia inginkan untuk bareng sama dia dalam kurun waktu yang lama. Zenitsu bakal dapetin cewek itu dengan usahanya sendiri, nggak perlu bantuan dari Mama. Takutnya malah, yang dapet orang lain.

"Nggak perlu, Ma. Makasih."

Dan dengan kalimat itu, Zenitsu pergi.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Bucin | Zenezu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang