"Kamu tau kan, dia cuma bakal ngerusak citra kamu?"
Nezuko bungkam dalam tunduknya. Berdeham pun cewek itu gak berani. Siapa pun tahu Tanjirou kalo udah marah pasti bakal ngeri banget. Itu alasan Nezuko bahkan gak nyahut sama sekali.
Lorong lantai dua rumahnya sepi. Gak ada asisten rumah tangga di rumah ini. Papa sama Bunda masih tugas di rumah sakit.
"Nezuko,"
Nezuko gigit bibir bawahnya, terus beraniin diri buat natap Tanjirou.
"Kamu serius mau jadi Puteri Sekolah?" tanya Tanjirou meyakinkan. "Atau mau malu-maluiin keluarga?"
Nezuko bungkam.
Pertanyaan atau yang lebih tepatnya sindirian itu berhasil jadi sebuah pedang yang nancap tepat di hati Nezuko. Udah cukup. Tanjirou tahu betul gimana cara bikin malu adeknya.
"Kak," Nezuko memandang sayu ke kakaknya itu. "Aku tahu apa yang aku lakuin."
"Kamu masih kelas 10. Tahu apa?" tuding Tanjirou balik. "Kamu kira kalo kamu berhasil jadi perawat, terus orang gak sengaja liat fotomu sama Zenitsu, mereka bakal memaklumi? Enggak, Nezuko, enggak. Dunia kerja itu bereda."
Nezuko sekarang nunduk lagi.
Ini alasan kenapa Tanjirou jarang debat sama orang lain. Tapi ya gitu, sekalinya debat, lawan bicaranya langsung mati kutu.
"Pekerjaan di dunia medis itu gak sekedar profesi, Nezuko. Bagi keluarga Kamado, itu juga tentang martabat keluarga. Jangan bikin malu Papa. Jangan bikin malu kita semua."
Brak!
Tanjirou langsung masuk ke kamarnya sambil memanting pintu. Cowok itu gak sadar, kelakuan dan ucapannya berhasil nampar Nezuko secara batin, bahkan lebih dari itu.
Gak lama kemudian, Nezuko mutusin buat masuk ke kamarnya. Dengan langkah lunglai, cewek itu ngunci kamarnya. Malam itu, Nezuko menangis deras.
***
"Woi, jangan ngalamun."
Zenitsu tersentak begitu Inosuke melambaikan tangan tepat beberapa senti di depan wajahnya. Cowok itu menoleh sengak. Sedangkan Inosuke menghela nafas dan kembali fokus ke papan tulis.
"Walau lo sesama bangsa setan, tapi kalo lo kesurupan, gue juga yang repot." tegur Inosuke menceramahi. "Mending lo catet tuh materi sosiologi. Ntar gue salin."
Zenitsu mencibir.
Si brengsek Inosuke itu memang minus matanya, minus ahlaknya juga. Jadi terpaksa lah Zenitsu yang masih normal matanya itu mencatatkan untuk babi laknat itu.
Untungnya, tak lama kemudian bel istirahat berbunyi. Guru mereka langsung meninggalkan kelas, catatan ditumpuk pulang sekolah nanti. Jadi Zenitsu punya waktu untuk mencatat. Inosuke beranjak, tapi Zenitsu tidak. Hal itu pun membuat dahi Inosuke berkerut heran.
"Kerasukan beneran lo?" tanya Inosuke.
"Apa sih," elak Zenitsu risih.
"Heh, gak usah sok alim. Gak ke kantin lo? Mau ngedekem terus di kelas?" tanya Inosuke heran. "Tumben gak ke kantin."
"Buat apa," sahut Zenitsu tak bersemangat. "Bikin masalah doang."
"Nah, sip. Bagus lah kalo lo akhirnya sadar." ujar Inosuke sebelum akhirnya cowok itu pergi juga dari tempatnya.
Zenitsu mengendus singkat. Tidak heran sih, kalau kelakuan temannya itu kayak setan. Jadi Zenitsu memutuskan untuk memakluminya saja.
Tapi diam-diam, Zenitsu akhirnya mengambil ponselnya yang ada di laci. Cowok itu menundukkan kepalanya. Ia membuka kontak seseorang dari layar chat-nya. Jarinya menari-nari di atas benda pipih itu, hendak mengetikkan pesan, namun urung.
Zenitsu memang harus melepas Nezuko.
Meski ia sendiri tak mampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucin | Zenezu✔️
FanfictionSiluman Buaya tiba-tiba tobat, anugrah atau musibah sih? Zenitsu Agatsuma dikenal sebagai cowok ganjen bin begajulan yang hobinya godain cewek. Tapi entah sejak kapan, cowok itu sudah tidak terlihat mendekati perempuan lagi. Tidak ada lagi gombalan...