Bab XXI. Investigation (II)

501 75 95
                                    

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam dan Leona terdiam di ranjangnya. Entah kenapa pikirannya ke mana-mana sekarang dan ia gelisah tiba-tiba.

Ia mencoba menenangkan diri dengan pergi ke ruang pribadi. Menatap api perapian baginya sangat menenangkan. Api itu tidak membesar dan tidak mengecil, tapi stabil. Namun, ia tahu suatu saat, api akan mulai bergejolak.

"Eh, Leona? Kau di sini?" Tiba-tiba, muncul Tony dari asrama putra sambil membawa camilan.

Leona menoleh. "Hei!" Tatapannya tertuju pada camilan yang dibawa Tony. "Lho, lho, lho... bawa apa kamu? Kok, kayak nyembunyiin."

Tony menggeleng. "Ssst, diam! Mumpung pada tidur semua, jadi aku bisa ngemil, lah! Masih saja kamu nanya."

Leona menyipitkan mata lalu mendesah. "Bakal aku bilang besok ke anak-anak lain. Kalau kamu masih enggak mau bagi-bagi, bakal aku bilangin!"

"I-iya! Jangan bilang, dong! Mau minta? Boleh, kok!" Tony gelagapan lalu mendekati Leona sambil memberikan camilannya.

Leona tersenyum puas penuh kemenangan. "Terima kasih, Antony!"

Tony mendengus. "Ya! Ngomong-ngomong, kenapa kamu di sini? Enggak tidur?"

"Enggak bisa bobo! Enggak tahu juga kenapa," balas Leona sambil memakan camilan dari Tony itu. "Wah, enak. Tunggu, aku kenal rasanya."

Tony tersenyum bangga. "Keripik tempe enggak pernah mengecewakan, dong! Malam kemarin, ibuku ke Jakarta dan beli ini lumayan banyak. Aku minta jatah satu. Lalu, aku minta tolong Caroline buat ambil."

"Lah, Caroline kenapa enggak dika--eh, dia vampir," kata Leona yang teringat bahwa Caroline adalah vampir.

"Benar, tuh. Untungnya dia vampir," kata Tony senang.

Leona terkekeh. "Iya, iya."

"Nah, kamu bagaimana?" tanya Tony pelan.

"Bagaimana apa?" Leona balas bertanya.

"Kai, katanya menembakmu." Tony mengatakan dengan santai, tapi yang ditanya kaget.

"Eh, jaga omonganmu, ya! Kai enggak menembakku!" elak Leona, nyaris saja ia berteriak.

Tony menyipitkan mata. "Eh, waktu aku pergoki itu, kelihatan sekali kalian sedang saling menjauh. Memang sebelumnya, jarak kalian sedekat apa?"

Leona malu mengingatnya. Kalau jarak, ia tidak mau tahu karena ia bisa merasakan napas Kai yang hangat di wajahnya. Tunggu, artinya dekat banget, 'kan?

"Super dekat! Uh, aku tidak tahan!"

Leona terkejut mendengar api itu dan menggeram. Kamu diam saja!

"Eh, bagaimana?" tanya Tony lagi.

"Dia enggak menembak, kok. Kami memang habis pergi bareng, tapi enggak sampai menembak. Aku berkata jujur," kata Leona pelan sambil menunduk. Rasanya ia ingin melenyapkan muka merahnya ini.

"Ah..." Kirain sudah nembak! Kukira dia ngamuk karena Leona belum sempet jawab. Dasar suka ngamuk enggak jelas! Tapi kalau enggak salah, nembak itu memang rencananya... Tony teringat pada malam saat Kai pergi dengan Leona itu, Kai terlihat gugup sekali dan berulang kali menggumam kata-kata yang sama.

Flashback : On.

Asrama putra tampak ramai. Arie sedang berceruta horor bersama Randy dan Eddie tapi Tony tidak ikut. Ia rasa ia agak malas untuk menyimak jadi ia putuskan untuk berdiam di ranjang.

Ia melihat Kai sedang diam menatap ponselnya. Kegelisahan terlihat di wajahnya dan berulang kali ia menghela napas, bukan menghela napas lega, melainkan menghela napas frustasi.

Loctus : The Owner Of The Fire - [4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang