Matahari kembali tenggelam, sudah mulai gelap. Yoongi menikmati rona-rona kemerahan langit dari balik pintu kaca yang menyekat balkon apartemennya. Ditemani segelas susu full cream hangat di cangkir putihnya.
"Apa yang sudah kulakukan?" Ucap Yoongi lalu menyesap susu hangatnya. Sejak tadi ia memikirkan soal kesepakatannya dengan Jimin.
"Partner? Haha,"
🎵 Nah Nah Nah, Not Today~
Yoongi hampir terjungkal. Untung saja susu hangat di tangannya tidak tumpah mengenai speaker di sampingnya.
Ia mencari hpnya yang terus berdering. Lalu menemukannya di balik waistbagnya. Ia tidak mengangkat teleponnya, setelah deringannya selesai, Yoongi menge-chat orang yang meneleponnya. Siapa lagi kalau bukan Jimin?
Jimin
-kenapa dimatikan?
Aku benci ditelepon, jangan pernah telepon aku lagi.
-ah, arra, kau ini ansos sekali ya.
Bukan urusanmu.
Yoongi merebahkan dirinya di kasur sambil menatap langit-langit rumahnya.
Yoongi's POV
Kenapa hari-hariku harus sangat membosankan? Aku menghela napas, lalu memejamkan mata.
Bunuh
"Eh? Bunuh?"
Bunuh
"Nde, arra," suara-suara di kepalaku membangunkanku dari lamunan. Aku bangkit dari kasur lalu memakai hoodie putih yang kugantung di lemari. Mengantungi beberapa peralatan membunuh. Pisau, tisu alkohol, sarung tangan karet, gunting, lakban dan suntikan berisi cairan sianida. Dan tidak lupa memakai masker.
Kejadian seperti ini pernah kualami sebelumnya. Tepatnya saat aku kerja part time di Red Cafe. Suara-suara itu mendorongku untuk membunuh rekan kerjaku-Sujeong.
Aku keluar apartemen dan berjalan-jalan. Kawasan apartemennya lumayan ramai dan banyak cctv, jadi aku keluar kawasan itu untuk menghindari cctv. Sebenarnya bisa saja menutupi cctv itu tetapi aku malas ribet.
Aku berjalan ke pinggir kota, tidak jauh-jauh dari apartemen ada pemukiman. Lampu-lampu jalan yang remang membuat hatiku menjadi sangat senang. Itu memudahkanku untuk bersembunyi, apalagi disekitar sini banyak sekali gang kecil.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7 sore. Dimana biasanya kawasan yang aku lewati ini ramai. Tidak bulan ini, salju membuat mereka semua menghangatkan diri di rumah. Hanya beberapa yang pergi ke-luar di bulan yang sangat dingin ini.
Aku sedang berjalan dengan santai sambil mencari korban. Of course korban yang sendirian, dan mudah dipengaruhi.
"O-? Permisiiii~" Ada yang memanggilku dari belakang. Suara seorang yeoja. Aku menoleh dan menemukan yeoja itu sendirian dengan mantel tebal menyelimutinya dari salju.
"...?"
Yeoja itu terus mendekat, aku bisa mengira, ia mungkin berumur sekitar 23 tahun. Ia terlihat sangat kedinginan, terlihat sekali napasnya yang tidak teratur dan uap putih yang keluar sangat banyak dari mulut dan hidungnya.
"Heeeyy~" kata yeoja itu lagi. Jaraknya denganku hanya tersisa 2 meter. Cukup jelas untuk melihat yeoja di depanku ini yang ternyata mabuk. Tanpa sadar aku menyeringai lebar.
Daging empuk~ -batinku
Yeoja itu terdiam ditempat sambil menunjuk-nunjuk tidak jelas. Daripada ia tidak jelas begini, lebih baik ku-ajak mati saja. Tidak, dia yang mati.
"Annyeong, uh.. anda kedinginan? Saya tau tempat yang hangat, mau ikut?," Aku melakukan bow lalu membujuknya. Aku tau dia mabuk, dan langsung kutanyakan pertanyaan random.
Yeoja itu melihatku dengan tatapan bolornya. Lalu mendekat.
"Antar akuu~" yeoja itu terus terusan mendekat.
"Anda bisa jalan di belakang saya," aku tersenyum, tentu saja palsu. Memangnya aku pernah tulus tersenyum?
Yeoja itu mengatakan YA, lalu mengikutiku ke gang sempit dan gelap di sebelah toko yang sudah ditutup. Setelah sampai, aku menyuruhnya duduk di atas box kayu yang sudah tidak terpakai. Aku kembali keluar gang untuk memastikan tidak ada siapapun yang akan menemukanku membunuh yeoja ini.
"Mana hangaat nyaaaa??~" kepala yeoja itu terantuk ke belakang, sesekali depan. Ia benar-benar seperti pohon yang tertiup angin.
Jalan sudah aman, sangat sepi. Ia kembali mendatangi yeoja itu, yang ternyata tidur dengan posisi duduk. Aku memakai sarung tanganku, lalu membungkus rambutku rapat-rapat dengan kupluk hoodie agar tidak ada DNAku yang tertinggal. Mulut dan tangannya ku-lakban, akan repot jika ia melawan.
"Oi, ireona," sapaku. Ia tidak bangun.
"Ehm, ireona~!" Panggilku, serikit lebih keras. Tapi ia tetap tidak bangun. Aku berjongkok agar dapat melihat wajahnya. Karena tidak bangun, kupukul kepalanya dengan tanganku hingga yeoja ini benar-benar jatuh.
Aku berhasil, ia bangun dan langsung terduduk.
"Hhhmmmmm!!!" Aku tau dia tidak bisa lari karena masih mabuk makanya aku tidak mengisolasi kakinya, tapi ia sadar betul kalau dirinya terancam.
Plakk!!
Aku memukul kepalanya sekali lagi dengan tanganku dan ia kembali jatuh. Kali ini ia tidak mencoba bangun dan duduk. Sepertinya sudah pusing?
"Sebut namaku, 'SUGA', begitu" bisikku di depannya. Ia tetap tidak merespon, hanya ngos-ngosan tidak make sense.
"Mau sebut namaku atau tidak? Kalau tidak, kau kupukul lagi," ucapku santai, dan ia mengangguk lemah. Aku menarik lakban di bibirnya dan seketika yeoja ini teriak.
"TOLO-" sebelum kalimatnya sempurna, kutancapkan suntikan berisi sianida ke lehernya, dan ia berhenti bicara.
"Kalau kau teriak, cairan sianida ini akan meluncur ke nadimu, dan kau bisa mati mengenaskan," aku bisa merasakan tubuh yeoja itu bergetar hebat. Cairan ini memang akan mengalir di nadinya, tapi nanti. Semua korban harus menyebut namaku dulu.
"Sebut 'SUGA'. cepat, itu sangat mudah," aku bisa mendengar tangisan lemahnya, lalu ia membuka bibirnya.
"Hiks.."
"Ayolah, buka mulutmu lebar-lebar. Atau aku yang akan membuka mulutmu dengan gunting ini?" Aku memperlihatkan gunting yang kubawa ke depan wajahnya, dan ia sedikit meronta.
"Ya tuhan, kau tinggal menyebut namaku saja," aku kembali memukul kepalanya, lalu ia meneriakkan namaku.
"SUGA!! hiks.. SUGAA!!!" Ia teriak sambil menangis, dan bersamaan dengan itu aku tersenyum lalu mengangkat wajahnya agar dia bisa malihat wajahku.
Aku kembali memasang lakban di bibirnya, lalu menyuntikkan sianida itu ke lehernya. Oh, aku suka sekali pemandangan ini. Getaran yang hebat, kejang-kejang, kesakitan, rintihan, benar-benar indah.
Aku melepas lakban di bibirnya, lalu mengambil gunting dan mulai menggunting sudut bibirnya. Lihatlah, ia mengeluarkan darah, memgalir sampai ke dagu. Matanya menangis, sebentar lagi yeoja ini mati.
"Ippuda," kataku.
Yeoja ini sudah tidak bergerak. Lemas sekali seperti jelly. Aku berencana memotongnya menjadi beberapa bagian, tapi aku tidak akan membawa mayatnya.
"HEI KAU?!" Aku menoleh kaget, dan melihat siluet seseorang di mulut gang. Tapi siapa? Apa aku ketahuan lagi??
.
.
.HAYOLO SIAPA YG MERGOKIN YOONGI?!
Yg pasti bukan akoh :>
KAMU SEDANG MEMBACA
This Winter
Mystery / ThrillerMin Yoongi. Tidak ada perasaan yang bisa membuatnya tergoyah untuk tidak menghabisi seseorang. Sudah berapa yang sudah ia habisi? Entahlah, bahkan si pembunuh juga tidak bisa menghitungnya. Min Yoongi, ia tidak akan pernah lepas dari rasa bersalah...