Makin dekat

29 4 0
                                    

.

Pagi ini semua anak dikumpulkan di lapangan hotel. Semuanya sudah bersiap dengan barang-barang mereka untuk segera meninggalkan Astralia. Para guru sudah memesan tiket pesawat pulang yang sangat mendadak untuk karya wisata yang gagal ini.

Tiap anak berbaris menurut kelas mereka. Yoongi di barisan paling belakang. Jimin di depannya. Sedangkan Jin menghilang entah kemana, mungkin di depan sendiri, bersatu dengan gengnya. Dari tadi pagi Jimin menempel terus dengan Yoongi. Membuat Yoongi menjadi kesal dan beberapa kali berdecak.

"Yoongi-ssi, ayolaaah," Jimin memutar tubuhnya ke Yoongi. Entah sudah berapa kali ia melakukannya. Merayu Yoongi agar Jimin berhasil jadi partnernya. Tapi Yoongi tetap pada pendiriannya, ia tidak menginginkan siapapun masuk ke dalam permainannya.

"Oh iya, koalanya," Sekali lagi Jimin menyodorkan koala bertopi merah ke Yoongi. Yang ditawarkan hanya menatap Jimin malas selama semenit.

"Kau mau mati hah?" Bisik Yoongi kesal. Jimin terkekeh dan memutar badannya kembali menghadap depan. Koala yang Ford berikam sudah Jimin bagi ke Jin, dan Jin senang menerimanya.

Saat ini berita-berita internasional dipenuhi dengan kejadian pembunuhan yang Yoongi lakukan. Pembunuhnya masih dicari, yang artinya Yoongi adalah buronan sekarang. Buronan tanpa wajah.

.
.
.

Mereka pulang menaiki pesawat yang sama yang mereka naiki saat berangkat ke Australia. Jimin duduk di samping Yoongi, dan itu membuat Yoongi makin kesal.

2 jam perjalanan. Tidak ada yang bicara di antara mereka berdua. Hening. Yoongi sengaja memasang earphonennya, mendengarkan musik untuk menghindari Jimin yang tau-tau mengajak ngobrol dirinya. Yoongi tidak senang bicara, apalagi mengobrol. Lebih baik ia mati dibanding harus mengobrol panjang dengan orang.

Jimin tidur disampingnya, menyenderkan kepalanya ke pundak Yoongi. Tentu saja Yoongi bodoamat dengan Jimin. Mau dia ngapain kek, asal jangan mengobrol.

.
.

Mereka sampai di Korea dan diantar ke sekolahan dengan bus karena orang tua mereka menunggu disana. Semua murid pulang dengan suasana haru. Orang tua mereka khawatir jika saja anak mereka yang menjadi korban. Apalagi TV internasional memberitakan kejadian itu.

Yoongi pulang sendirian. Tidak ada yang tersisa dari dirinya. Keluarganya, neneknya, kerabat, tidak ada, dan Yoongi tidak sedih atau menyesal dengan semua itu.

Apartemen yang ia tinggali tidak jauh dari sekolah. Hanya butuh 10 menit untuk sampai. Ia pulang naik motor yang ia parkir di sekolah. Motornya tidak besar tapi juga tidak kecil, tidak perlu bagus, bisa membawanya pulang dan pergi sekolah saja sudah syukur.

Tringg!!

Baru saja sampai di apartemen, belum masuk ke dalam, masih di depan pintu, sebuah chat masuk ke hpnya. Siapa lagi kalau bukan Jimin.

Jimin

-Kau sudah di rumah?

Bukan urusanmu

-Besok, cafe ARMY jam 4 sore, call?

Tidak

-Okay call.

Aku tidak akan datang

-Aku tidak terima tolakan, datang saja, hanya ada aku

Yoongi tidak membalas lagi. Ia benci mengobrol, apalagi jika ada yang antusias dengannya. Rasanya ingin kabur saja ke tengah laut.

Ia membuka pintu apartemennya, lalu menyalakan lampu. Tidak ada yang spesial. Tidak ada yang menyambutnya atau sekedar menyapanya. Jiwa kesepian Yoongi sedikit mencuat dari jantungnya, membuat Yoongi merasakan nyeri yang sudah lama ia kubur dalam-dalam dan tidak akan pernah ia ijinkan keluar untuk menyakitinya.

Yoongi merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memandang langit-langit.

"Sepertinya aku sudah gila, untuk apa menyesal? Haaahh.." ia mengusap wajahnya, lalu bangkit duduk dan merapihkan barang-barang bawaannya.

"Hm?" Yoongi memperhatikan waistbagnya yang ia taruh di meja makan. Ia senang memakainya saat pergi-pergi, dan saat di Australia juga. Sebuah gantungan kunci koala bertopi merah menggantung di waistbagnya. Yoongi hanya memandanginya dari kasur, terlalu malas untuk mengambilnya dan hanya berdecak sebal.

"Ck, lihat saja, akan kubuat mata Jimin keluar dari tempatnya besok," ia melanjutkan beres-beresnya. Selesai beres-beres ia mandi lalu tidur. Yoongi tidak makan, bahkan ia terlalu malas untuk memesan delivery food.

.
.
.

Huhuhu telat 2 hari ga publish part ini :(

Mian :')

This WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang