CH 7/ Mengapa Aku Berbeda?

82 28 126
                                    

Sukma keluar dari mobil sembari mendengus sebal. Membujuk Namjoon untuk mengakui kesalahannya kepada sang papa bukanlah hal yang mudah. Mereka sempat bertengkar selama beberapa saat, dengan Sukma yang mengoceh tanpa henti. Namjoon saja sampai terkejut bahwa ternyata Sukma juga bisa berubah cerewet.

Tentu, untuk sebuah kata 'maaf' Sukma tidak akan pernah main-main. Ia tahu Namjoon salah, dan ia ingin cowok itu mengakui kesalahannya bukan berlari seperti pengecut.

"Gara-gara lu nih!" Namjoon yang baru saja keluar dari mobil langsung berjalan masuk bersama Sukma, mengekor di belakang Rayhan.

"Kok jadi aku sih?" Sukma balas berbisik. "Yang kupluk saha, nyalahin saha"

"Hiih, untung cewek! Kalo kaga udah gue patahin leher lu"

"Sok atuh sini! Sini patahin leher, patahin ieu sampai kamu teh puas!"

Sukma mengarahkan telunjuknya sembari memiringkan kepalanya, menganggap enteng ucapan Namjoon. Salahnya sendiri main pergi membawa mobil ayahnya, jika saja tidak ia lakukan sudah pasti Rayhan tidak akan menghukumnya dengan menyita ponsel dan segala fasilitas yang ia dapat selama dua minggu.

"Namjoon!"

Mendengar bentakan ayahnya Namjoon lantas tertunduk.

"Mulai hari ini sampai dua minggu ke depan nggak ada latihan band!"

"Tapi Pi, Namjoon mau–"

"Lupakan lomba itu dan fokus belajar!!" Rayhan memberi penekanan, namun Namjoon masih saja tertunduk. "Papi membesarkan kamu untuk jadi seorang dokter bukan seorang penyanyi!"

Rayhan kemudian menghempaskan tubuhnya pada sofa ruang tamu sembari memijat pelipisnya.

Mulai lagi. Batin Namjoon berkata.

"Anak tidak tahu diri! Papi sudah membesarkan kamu selama bertahun-tahun dan ini yang bisa kamu lakukan ke Papi? Papi kecewa, Joon!"

Rayhan kalau sudah marah memang tidak akan segan-segan untuk melontarkan segala kalimat pedas terhadap anaknya. Bagaimana tidak? Namjoon adalah anak tunggal satu-satunya sekaligus penerus garis keturunan kedua orang tuanya yang bekerja sebagai dokter.

Rayhan tidak mau anaknya kelak akan menjadi orang sembarangan. Padahal menurut Namjoon, semua pekerjaan tidak ada yang salah. Pekerjaan apapun semuanya baik asalkan halal.

Tapi tunggu, baik Namjoon maupun Sukma mengkerutkan dahinya.

"Kenapa?!" Rayhan membalas tatapan Namjoon dan Sukma. "Jangan tanya gimana Papi bisa tahu! Kamu ikut kompetisi tingkat nasional kan? Buat apa? Apa itu bisa membuat kamu sekolah di Hardvard?"

"Pak tapi–"

Rayhan mengangkat telapaknya, tanda Sukma tak boleh menyanggah.

"Sukma jangan ikut campur, ini urusan saya sama Namjoon"

"Sok banget sih kamu? Kamu itu cuma numpang! Hargai suami saya!"
Ami yang datang karena mendengar suara keributan lantas menyahut. Sukma kalah telak, bahkan sebelum sempat berucap.

"Pi, Mi! Emang harus Namjoon jadi dokter? Kenapa pekerjaan itu begitu berarti dimata Papi sama Mami?!"

"Karena Mami pingin kamu jadi orang yang bisa Mami sama Papi banggakan! Apa kata tetangga kalau orang tuanya dokter sementara anaknya jadi penyanyi? Mau ditaruh dimana muka Mami sama Papi?"

Ami lantas duduk disamping Rayhan dengan pandangan yang tak lepas dari Namjoon. Sedangkan Rayhan terlihat tampak setuju.

Rayhan merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop coklat lalu mengeluarkan isinya–yang berupa secarik kertas pemberitahuan lomba band tempo hari lalu– dan menyobeknya.

Mikrokosmos ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang