CH 29 / Goodbye, My love

54 12 13
                                    

nb. saya tipe penulis yang harus pake musik kalo nulis, kalo nggak ngefeel maaf ya

qwen suka banget sama lagu ini, yang mau sambil dengerin boleh diputer judulnya River flows in you by Yiruma.

I hope u can enjoy this chapter 💛

Tubuh itu terbaring gemetar diatas ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tubuh itu terbaring gemetar diatas ranjang. Deru napasnya memburu hebat, mengikuti alur detak nadinya. Sepasang tangan indah sudah mencengram kehidupannya, seakan-akan dia lah yang berkuasa akan ajalnya. Aroma kematian tercium menguar dan menjelma menjadi rintik hujan yang turun.

"A-ayah..." Napasnya tercekat, seumapama oksigen telah terampas dari jangkauannya.

"Siapa yang kamu panggil ayah?" ucapnya dengan nada sedingin es.

Sang pemilik tangan indah itu menyeringai, seolah-olah menertawakan ketidakberdayaan orang yang menjadi lawan bicaranya.

Sementara si pemilih tubuh itu menggeliat, tatapannya menyaratkan ketakutan. Ia mencari pegangan, berusaha menghindar. Namun usahanya sia-sia, tenaganya tak mampu menandingi sang pemilik tangan indah.

"Kenapa? Masih mau lari dari saya?"

Matanya terbeliak mentap sosok mengerikan dihadapannya.

"Jangan tatap saya seperti itu!" Bentak sang pemilik tangan indah tak suka. "Kamu terlihat mirip seperti pelacur yang pernah saya kenal"

Perlahan ia bergerak mendekat. Jarak yang tercipta kian merapat. Si pemilik tangan indah itu menodongkan sebuah pisau ke leher si pemilik tubuh.

"Kamu yang membuat saya seperti ini! Seandainya saat itu kamu tidak kabur, kamu pasti tidak akan menimbulkan banyak masalah!" Si pemilik tangan indah itu mengancam. "Kenapa kamu tidak mati saja, hah?!"

Si pemilik tangan indah merogoh saku celananya, mengeluarkan benda sejenis sapu tangan lantas membalut tangan kirinya.

Pisau yang ada ditangannya bersentuhan dengan cahaya temaram lampu ruangan berbau antiseptik ketika sang korban akhirnya tak mampu bergerak karena posisinya semakin terancam. Peluh membasahi leher jenjang sang pemilik tubuh saat belati tajam itu bersentuhan dengan kulitnya yang dingin, dirinya harus berhati-hati karena satu kesalahan dapat membuatnya terhunus.

Sang pemilik tubuh itu mencoba menggelengkan kepalanya yang telah kaku seperti robot, mulutnya terbungkam dengan kain. Berteriak tiada guna, berharap sang pemilik tangan indah mengasihaninya, namun senyum kemenangan justru terukir diwajahnya. Orang itu sungguh kejam.

Mikrokosmos ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang