4

1.4K 377 24
                                        

"Sudah,nanti tunggu aja di gerbang." Wicak mendorong tubuh Ardan menjauh dari kelasnya.

"Iya deh. Tapi jangan lama kayak kemarin." Ardan berjalan mundur,menjauhi kelas itu sedang Wicak hanya mengangguk dan memberikan sinyal 'ok'.

Ardan menuruni tangga. Kelas 5-A letaknya di lantai bawah,sedang kelas 5-C ada di lantai dua ujung,kelasnya Wicak.

Setelah melalui serangkaian 'terapi' oleh Wicak dan Adrian,sekarang Ardan menjadi lebih baik. Dia mulai bisa berbaur,meski untuk hal  berteman dia tetap akan pilih-pilih. Wicak jadi tahu kalau Ardan punya penyakit atau phobia dengan  keramaian (Agarophobia). Kalau dulu walau hanya berdiri di depan kelas sudah membuat Ardan tumbang,sekarang Ardan jauh lebih baik. Bahkan suka keluar masuk kelas Wicak,meski menunggu saat koridor kelas sepi,sih.

Sejak kelas empat,dia dan Wicak pisah kelas. Memang sedih di awal tapi mereka tetap akan bertemu di kantin jika istirahat,juga tetap akan berangkat dan pulang bersama.

Adrian pun sudah masuk ke jenjang SMP,mulai sibuk dengan kegiatan OSIS juga ekstrakurikuler sekolahnya. Membuatnya hanya bisa sesekali ikut duo itu bermain.

"Dari kelas Wicak?" tanya Heru,teman sebangku sekaligus ketua kelas 5-A.

"Iya,kemarin aku menunggunya di gerbang lama sekali." Ardan menarik bangku,duduk di samping Heru dengan napas yang sedikit tersengal.

"Kenapa nggak datangi aja kelasnya saat bel pulang?" tawar Heru yang dibalas gelengan kuat oleh lawan bicara. Jam pulang itu sangat ramai,bagaimana penyakitnya kambuh di koridor kelas Wicak? Tidak,itu bisa bahaya.

"Nggak,Her. Pilihan yang buruk." Ardan mengeluarkan buku-bukunya,sambil menunggu gurunya masuk.

Heru,meski tidak paham maksud Ardan dia harap teman jeniusnya ini bisa memikirkan lagi idenya barusan.

***

"Ya Tuhan,sudah dua puluh menit dan saudara Wicak belum muncul juga." oke Ardan jengah. Ini sudah minggu kesekian Wicak selalu seperti ini,ah atau lebih tepatnya sejak awal kelas lima.

Saat ditanya alasan,Wicak hanya menjawab kalau dia disuruh mengantar buku ke ruang guru atau mengembalikan buku perpustakaan ,juga menggunakan piket kelas sebagai alasan. Awalnya terdengar masuk akal,Ardan sering melihat Heru seperti itu. Tapi untuk waktu yang sesering ini rasanya tidak mungkin. Umurnya memang masih sepuluh tahun,tapi beda dengan otaknya.

Diam,Ardan menimbang ide yang diberikan Heru. Matanya men-scan sekolah,ah sudah tidak terlalu ramai.

Baiklah,datangi saja.

Ardan pernah berpikir seperti ini,namun Wicak menolaknya. Dengan dalih 'kau akan capek kalau naik tangga dua kali' meski sedikit hiperbola tapi itulah kenyataannya. Tubuh Ardan ini sedikit lemah dari anak lain. Di samping Agarophobia miliknya,Ardan punya penyakit lain,Anemia.

Terakhir kali Ardan bolak balik lantai dua,dia jatuh pingsan saat upacara. Itu terjadi saat kelas tiga,dan dari saat itu Wicak berjanji tidak akan membuat sahabatnya itu kelelahan.

Tapi hari ini ia sedikit melanggar itu. Oh ayolah Wicak sendiri yang terlalu lama sehingga membuat Ardan menghampirinya.

Meski napasnya mulai tersengal-sengal,Ardan sampai di lantai dua. Baru dua langkah,Ardan menangkap segerombolan anak,mungkin sekitar lima orang,keluar dari kelas Wicak dengan baju sedikit kusam juga beberapa diantara mereka punya badan lebih besar dari Ardan. Ardan cepat-cepat mengatur kembali napas dan jantungnya,jangan sampai jatuh lagi kali ini.

"Ka-kalian li-liat Wicak nggak?" oke,Ardan mulai gugup sekarang.

"Hah? Oh Wicak. Dia masih di kelas." balas salah satu dari siswa yang berbadan besar itu,kemudian berlalu begitu saja.

MAGIC √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang