15

1.2K 349 39
                                        

Jujur saja,kehidupan Ardan selepas kepergian ayahnya tidak mudah. Sering menangis tiba-tiba juga gangguan tidur yang selalu Ardan rasa. Ardan tetap sekolah seperti biasa,meski menjadi jauh lebih pendiam.

Wicak adalah satu-satunya orang terdekat yang dia punya. Wicak tahu kalau sahabatnya itu punya gangguan tidur,jadi dia lebih sering menginap dan tidur di kamar Ardan. Selalu bersama Ardan dimanapun dan kapanpun. Wicak merasa ia seperti punya hutang,yang harus dia bayar. Seperti punya dosa,yang harus dia hapus.

Meski Ardan melihat bunda dan kakaknya terlihat baik-baik saja,dia tahu kalau setiap malam dua orang itu diam-diam menangis.

Tapi kehidupan harus tetap berlanjut,bukan?

Bunda sekarang jadi lebih sibuk untuk mengurusi toko kuenya. Karena hanya dari usaha ini dia menghidupi kedua anaknya. Jadi lebih jarang pulang ke rumah,juga menjadi sentimental. Ardan sering melihat bunda dan kakaknya bertengkar,entah karena apa. Telinganya sakit,mendengar mereka berdebat setiap bunda pulang ke rumah.

Ardan tidak suka ini.

Adrian memutuskan bekerja di bengkel setelah SMA,ingin membantu meringankan beban bundanya. Menurut Ardan,kakaknya menjadi sangat sangat overprotectif kepadanya. Dia punya banyak larangan,juga semakin sering serius dan tegas. Padahal Adrian yang Ardan kenal dulu adalah sosok lembut yang sabar,ah dan juga humoris.

Ardan rindu kakaknya yang dulu.

Menurutnya hanya Wicak yang tidak berubah. Tetap ceria seperti biasa,memamerkan senyum secerah mentarinya. Ia tahu hal konyol yang dilakukan Wicak tidak lebih untuk menghibur dirinya,agar tidak terpuruk. Ardan hargai itu,karena sedikit bisa mengobati luka Ardan. Yaa,hanya sedikit.

Rusaknya ketenangan juga kenyamanan rumahnya tidak bisa diobati semua. Rumahnya tidak semenyenangkan dulu lagi. Dan dia benar-benar benci itu.

Kerusakan itu membuat Ardan berubah kian waktu.

"Tama?"

"Hmm?"

"Damar bilang kemarin lu nggak masuk ekskul fisika?"

Ardan melirik temannya itu,"siapa bilang? Gue masuk kok."

Wicak kembali fokus ke baksonya,"yaudah,cuma mastiin aja."

"Cak,cukup Kak Dana aja yang posesif,lu nggak usah."

"Iya-iya."

Mereka diam sebentar,fokus pada bakso masing-masing. Meski terlihat natural,pada aslinya Ardan memang tidak masuk kelas ekskul fisika kemarin. Dia diajak pergi oleh temannya,Kemal. Ardan harus berbohong karena kalau tidak Wicak akan melaporkan itu diam-diam kepada kakaknya,dan dia tidak suka itu. Entah sejak kapan Ardan lihai sekali berbohong.

"Gue balik ke kelas dulu." Ardan berdiri meninggalkan Wicak yang masih makan. Bahkan makanan Ardan belum tandas semua.

Wicak dan Ardan tidak sekelas. Tentu saja,karena Wicak mengambil IPS dan Ardan IPA.

Perbedaan itu membuat Wicak tidak bisa sepenuhnya mengawasi Ardan,karena itu adalah amanah dari Adrian. Juga Wicak fokus pada ekskul tari nya,dan Ardan di ekskul fisikanya. Tapi Wicak tidak kehabisan akal,dia punya banyak mata-mata dari kelas IPA untuk mengawasi sahabatnya itu,yaitu Damar.

Saat kelas satu SMA,Damar satu kelas dengan Ardan meski tidak dekat. Namun,karena amanah Wicak mau tidak mau dia harus mengamati gerak gerik Ardan bahkan mencoba akrab dengannya. Damar akui Ardan itu ramah sekali,tapi tetap saja dia bisa lihat kalau Ardan punya save distance yang tidak bisa dilalui Damar. Hingga dari awal kelas hingga kenaikan kelas,status Damar hanya 'teman kelas' Ardan,tidak lebih.

MAGIC √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang