Belum kembali penuh kesadaran Ardan,tapi telinganya bisa menangkap suara tangisan Wicak yang disertai sesenggukan.
"Ahh disini lagi." keluhnya,terhitung ini sudah ketiga kalinya dia silaturahim dengan ranjang ruang UKS.
"Kenapa hiks?"
Ardan menoleh,melihat Wicak duduk menunduk sambil menangis.
"Kenapa kamu datang ke kelas ku?"
Ardan berusaha duduk di sisi ranjang,menatap lurus sahabatnya itu.
"Harusnya aku yang tanya,Cak. Kenapa kamu nggak pernah cerita?"
Ada jeda yang cukup lama sampai Wicak benar-benar menjawab,"aku takut,Tam."
Nada Wicak bergetar,tapi dia berusaha untuk melanjutkan ceritanya.
"Dulu,aku punya banyak sekali teman. Setiap sore selalu bermain di lapangan RT sebelah. Tapi entah siapa yang menyebar kabar kalau ibu ku seorang pelacur yang tidak pernah pulang sejak umurku lima tahun. Juga berita kecelakaan ayah sampai dia buta."
Wicak menarik napas sejenak,"itu membuat teman ku satu per satu hilang. Sampai tak bersisa. Mereka malu punya teman seperti aku,Tam."
Ardan dengar semuanya,tanpa menyela dia membiarkan temannya itu bercerita.
"Ka-kalau kamu juga mau per--"
"Nggak."
Wicak menatap kaget wajah Ardan. Tidak ada keraguan sedikitpun disana,meski pertanyaan Wicak belum rampung.
"Kenapa?"
"Wicak,yang berteman itu aku dan kamu. Yang main power ranger sampai larut sama aku itu kamu. Yang selalu hibur dan khawatir berlebih sama aku itu kamu,bukan orang tua mu." Ardan mengakhiri ucapannya dengan senyuman,meski ujung bibirnya masih agak perih.
Wicak bangkit dari duduknya,menghampiri Ardan di sisi ranjang,duduk bersampingan dengannya.
"Jangan cengeng ah! Kamu itu lebih tua tujuh bulan dari aku tauk!" Ardan menepuk-nepuk pundah Wicak,berharap 'kakak'nya ini reda tangisnya.
Namun yang dilihat Ardan justru Wicak yang mengangkat tangannya,memperlihatkan jari kelingking kecil itu.
"Untuk apa?"
"Aku janji,hari ini akan jadi terakhir kalinya kamu tidur di ranjang seperti ini. Nggak ada ke empat,ke lima,dan seterusnya. Aku akan jaga kamu supaya nggak sakit lagi. Janji." Wicak menarik sebelah tangan Ardan,menautkan jari kelingkingnya dengan miliknya.
Hari ini Wicak telah berjanji.
"Cak,janji juga kalau kita bisa terus bareng sampai tua!"
Hari ini juga Ardan telah berjanji.
Keduanya mengangguk setuju dengan senyum secerah matahari.
Hari itu juga,keduanya tanpa sadar saling bertukar 'sihir'.
***
"Wicak,kamu pulang dulu ya. Nanti dicariin oma." Adrian menghalangi Wicak agar tidak ikut masuk ke rumahnya,mengikuti bunda dan Ardan.
"Tapi Kak,Tama nggak salah. Dia bela aku,Kak. Dia juga nggak ada mukul orang,malah dia yang dipukul,lho." Wicak khawatir sekali Ardan akan kena marah oleh bunda,karena sejak bunda dan Adrian menjemput mereka di sekolah raut wajahnya sama sekali tidak bersahabat.
"Iya,Kakak juga percaya kok sama Tama. Kamu pulang ya,jangan sampai oma yang kesini nyariin kamu." anggukan. Akhirnya Wicak memutar tubuhnya,berjalan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC √ [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[Tersedia di Shopee] [ Namseok Local AU ] [COMPLETE] . . . "Kak." "Ya?" "Wicak itu penyihir ya?" Karena Ardan selalu berpikir bahwa semua penyihir akan memakai sebuah tongkat atau topi lancipnya, tetapi setelah melihat Wicak, rasanya dua benda itu t...