*sangat direkomendasikan memutar lagu di atas. Jika habis,maka putar lagi ya:) *
.
.
."Yakin barangnya udah siap semua?"
"Udah,Kak. Aman kok tenang. Udah gih buru berangkat entar telat lagi."
"Yaudah. Kakak berangkat dulu. Hati-hati di jalan nanti. Jangan lupa baca doa,jangan lupa fokus,trus jangan lupa bawa juara satu ya." Adrian mengelus pucuk kepala adiknya itu sebelum berangkat sekolah dengan motornya.
Dia kembali masuk,bersiap mandi juga sarapan,yang telah dimasak Adrian tadi. Bundanya masih di rumah sakit. Entah kenapa rasanya Bundanya jadi lebih sering di rumah sakit,awal ayahnya sakit tidak sesering ini. Masih sempat pulang sekedar memasakan dua anaknya juga mencuci baju.
Tapi tak apa,pikir Ardan. Ayahnya jauh lebih butuh bundanya daripada dirinya.
Yang pasti dia sudah berjanji tiga hal dengan ayahnya. Salah satunya membawa medali juara satu.
Aku harus menang!
***
Hari ini Wicak terlihat lesu sekali. Diajak ke kantin enggan,bahkan saat di tawari makan oleh temannya dia menolak. Aneh sekali. Biasanya 'matahari' kelas itu sangat heboh jika ditawari makanan,apalagi tempe goreng kantinnya yang memang enak.
Teman kelasnya tentu bingung,pun saat ditanya jawabannya sama,'sedang tidak mood'. Efeknya kelas hari ini sedikit sunyi dari biasa.
Kelas telah berakhir,sampai pelajaran selesai pun Wicak tidak menampilkan senyum lima jarinya. Masih dengan raut yang sama sedari pagi hingga menjelang sore seperti ini.
Hari ini bukan jadwal ekskulnya,jadi dia berniat akan langsung pulang dan tidur.
Jujur saja pikirannya terus melayang ketika melihat bangku Ardan yang kosong. Rasa khawatir juga bersalah bergerumul,menyatu membuat kabut pekat di hatinya. Meski rasa ego masih terasa,namun tak sekuat kemarin. Sepertinya dua kata semalam benar-benar bisa melengserkan ego nya dari puncak.
"Wicak!"
Yang dipanggil menoleh,menemukan presensi Adrian di tepi jalan sedang duduk di atas motornya. Melambaikan tangan,juga memberi simbol untuk mendekat kepadanya.
"Kak Dana nggak sekolah? Bolos ya?"
"Freeclass yaudah kabur aja hehe. Eh ayok ikut kakak dulu."
"Hah? Kemana,Kak?"
"Naik dulu ya,kalau sudah sampai pasti tau. Tapi janji jangan kaget,nih helm nya." Wicak mengambil helm merah itu,ya dia tahu itu helm milik Ardan.
Motor itu melesat dengan kecepatan sedang,membelah jalanan kota Bandung yang masih terik padahal sudah menjelang sore. Wicak benar-benar tidak tahu juga tidak bisa menduga akan dibawa kemana oleh Adrian. Sepanjang jalan dia hanya diam,melihat-lihat kota.
Dan ketika motor itu terparkir di sebuah rumah sakit,Wicak bingung bukan main pastinya.
"Kak ngapain ke sini?"
"Udah,ikut masuk aja dulu. Nanti di jelaskan di dalam."
Lagi. Kabut tebal itu makin pekat. Rasa takut dan khawatirnya semakin menggunung,bahkan detak jantung nya juga tak karuan.
Adrian berjalan di depan,memimpin. Lorong ini semakin berjalan rasanya seperti tak terbatas,juga langkah kaki Wicak makin berat terasa di setiap langkah.
Rasa takutnya kian bergemuruh saat dilihat Adrian membuka pintu kamar pasien. Dan Wicak bisa lihat semuanya sekarang.
Ya semuanya,termasuk kebohongan juga rahasia yang Ardan sembunyikan rapat-rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC √ [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[Tersedia di Shopee] [ Namseok Local AU ] [COMPLETE] . . . "Kak." "Ya?" "Wicak itu penyihir ya?" Karena Ardan selalu berpikir bahwa semua penyihir akan memakai sebuah tongkat atau topi lancipnya, tetapi setelah melihat Wicak, rasanya dua benda itu t...