"Pasang sekarang aja,Dan."
"Apanya? Semangka?"
"Iyalah!"
"Yakin mau coba pasang semangka nya sekarang?"
"Yakin! Daripada besok kesusahan masangnya."
Ardan berpikir sebentar,menimbang-nimbang saran Ulil,teman satu OSIS nya itu.
"Bentar lah,kita pasang tali buat lomba balon aja dulu." tambah Ardan,rasanya sedikit beresiko soal semangka itu.
"Oke deh." Ulil melenggang pergi menuju Husein, membantu kakak kelasnya itu memanjat ring basket untuk mengikat tali di atas sana.
Sore itu lapangan SMP 1 ramai sekali. Perayaan tujuh belasan sebentar lagi akan datang. Sebagai anggota OSIS bagian seksi kebahasaan,Ardan ikut andil dalam acara classmeeting ini. Dia menjadi koordinator lapangan yang mengurus alur jalannya permainan nanti.
Dan sekarang mereka sibuk mempersiapkan sarana lomba. Ada lomba koin semangka,balon air,tebak baskom,dan lain-lain.
"Tama."
"Hmm?" Ardan fokus mengikat tali di tiang untuk lomba semangka,sampai tidak menengok pada lawan bicara. Ah lagipula dia sudah tahu siapa pelakunya.
"Sibuk banget ya anggota OSIS ini."
Ardan menoleh,membalik badan dan menemukan Wicak dengan atasan yang basah karena keringat.
"Lagi istirahat?" Ardan kembali fokus mengikat tali yang lain.
"Iya. Ketat banget latihannya. Badan rasanya sakit semua." Wicak meneguk lagi air mineralnya. Peluh di dahi juga di ujung rambutnya dibiarkannya mengalir.
"Iyalah,seminggu lagi kan berangkat nya?"
"Iya dong hehe,lomba perdana langsung provinsi." Wicak tersenyum remeh,Ardan ketawa doang.
"Aku juga kali! Kita lomba di tempat yang sama ya." Balas Ardan. Mengingatkan temannya itu yang mungkin saja lupa soal lomba mereka yang barengan.
"Eh kamu nggak latihan buat lomba? Malah ngerjain tujuh belasan."
"Sudah tadi dari jam delapan pagi sampai dua belas. Pusing juga loh empat jam ngerjain seratus soal olimpiade metik." Ikatan tali itu selesai,Ardan duduk di sebelah Wicak,mengambil air mineralnya.
"Capek?"
"Engga,kok. Santai."
Lenggang sebentar. Mereka fokus melihat Ulil yang tidak bisa turun dari atas tiang ring basket. Heran,bisa naik tidak bisa turun.
"Tama."
"Ape?"
"Kalau nanti aku ga--"
"Kamu bakal lolos,Cak. Kita sama-sama ke tingkat nasional. Kamu tari, aku matematika. Nggak ada sanggahan lagi." Ardan mendadak sebal. Dia tahu kalau temannya ini mulai mengeluarkan aura pesimisnya,dan dia tidak suka itu.
Wicak ketawa sebentar,"iya deh. Janji sama-sama ke tingkat nasional. Tapi,kamu bisa janji nggak,Tam?"
Ardan menoleh,"Janji apa?"
"Nonton saat aku tampil nanti. Dan aku janji akan bawa juara satu. Bisa?"
Ardan beranjak berdiri,Ulil meminta tolong padanya. Dia menatap Wicak yang masih duduk,"tanpa diminta juga aku bakal nonton,janji." dan dia melenggang pergi,sebelum Ulil memarahinya.
Wicak tertawa lepas,nyaring sekali. Bukan,bukan karena ucapan Ardan. Tapi karena di hadapannya sekarang ada Ardan yang ingin menyambut Ulil di bawah,namun Ulil justru terpeleset dan menindih tubuh Ardan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC √ [SUDAH TERBIT]
Fanfic[Tersedia di Shopee] [ Namseok Local AU ] [COMPLETE] . . . "Kak." "Ya?" "Wicak itu penyihir ya?" Karena Ardan selalu berpikir bahwa semua penyihir akan memakai sebuah tongkat atau topi lancipnya, tetapi setelah melihat Wicak, rasanya dua benda itu t...