2

1.7K 390 36
                                    

"Assalamualaikum! Oma!" Trio itu sampai di rumah Wicak yang hanya butuh dua puluh langkah kecil mereka untuk sampai.

"Walaikumsalam. Para Jagoan datang. Yuk masuk!"

"Oma,ini dari Bunda. Baru saja masak,jadi masih panas." Adrian memberikan kue bolu gulung juga pempek pada Oma.

"Yah malah ngerepotin,bilang makasih yah sama Bunda mu."

"Siap,Oma." Adrian mengembangkan senyum manisnya.

"Kak Dana! Ayok sini!" Wicak dan Ardan menarik lengan kakaknya itu. Membuat oma gemas sendiri.

***

Trio itu masuk ke dalam kamar Wicak. Kamar sederhana yang punya banyak poster Doraemon,bahkan seprei kasurnya pun motif Dorami. Sedang dua kakak beradik itu hanya menatap takjub kamar Wicak.

"Kita mau main apa?" Wicak menarik kardus berisi mainan dari bawah ranjangnya,membuat dua bocah lainnya berseru heboh.

"Wah! Mainan Wicak banyak!" Ardan ikut menghambukan mainan Wicak.

"Memangnya kamu nggak punya mainan?"

"Tama lebih sering dibelikan buku cerita sama Ayah." Adrian menjawab,sedang Wicak hanya ber-oh saja. Langka sekali anak seumurannya lebih memilih buku daripada mainan.

"Wicak,ini apa?" Ardan mengangkat satu mainan mobil yang lumayan tipis dan ramping serta berwarna perak itu.

"Itu Tamiya,sungguh kamu nggak tahu namanya?" Heran Wicak,yang ditanya hanya geleng-geleng saja.

"Ini keren! Aku mau main ini. Wicak,aku pinjam ini ya?" Seru Ardan lagi,mengangkat Tamiya warna perak milik Wicak.

"Boleh! Tapi aku cuma punya dua. Kak Dana gimana?" Wicak melirik Adrian. "Nggak apa,aku nonton saja sambil mengawasi Tama. Dia kadang suka merusak barang."

Wicak dan Ardan membawa mainan mobil itu ke ruang tengah,sedikit luas sehingga bisa menjadi sirkuit balapan dadakan. Tamiya milik Ardan berwarna perak,sedang Wicak berwarna hijau lumut.

Rule nya simpel saja sebenarnya,yang mencapai kolong lemari televisi lebih dulu ialah yang menang. Namun dua bocah enam tahun itu bertingkah seperti akan berlomba di ajang F1 saja.

Setelah Wicak memberikan prosedur menyalakan Tamiya kepada Ardan,Adrian yang menjadi wasit dadakan menghitung mundur untuk memulainya balapan ilegal ini.

"Sudah siap ya?"

Mereka berdua mengangguk mantap.

"Satu... Dua... Tiga!"

Kedua Tamiya itu melaju kencang. Terlihat Tamiya hijau lumut Wicak memimpin. Namun,ketika nyari sampai di garis finish,tamiya yang berlomba di atas ambal itu oleng akibat karpetnya yang tidak rata. Tamiya itu keluar dari garisnya dan menyebabkan tabrakan sengit dengan milik Ardan di belakangnya.

Alhasil dua tamiya itu berpencar,dan masing-masing masuk ke dalam sebuah kamar.Wicak mengejar miliknya,sedang Adrian dan Ardan mengejar tamiya yang lain. Mobil mainan itu masuk melalui kolong pintu kamar,Adrian jadi harus membuka pintu itu dan untungnya tidak terkunci.

Sebagai kakak,Adrian masuk lebih dulu diikuti Ardan. Manik matanya menangkap seorang lelaki dewasa,mungkin seumuran dengan ayahnya,sedang duduk di sisi kamar namun sorot matanya menatap jendela. Perawakan yang gagah,namun matanya sendu kelabu seperti tak berkehidupan.

"Permisi,Om. Apa lihat mobil mainan lewat sini?" tanya Adrian. Lelaki itu diam awalnya,lalu kepala itu bergerak sedikit,"maaf ya,Om nggak lihat." suaranya lemah dan sedikit serak.

MAGIC √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang