"Kak,yakin Tama di sini?" Wicak memarkirkan motornya di depan jalan masuk,karena jalan masuk tempatnya lumayan sempit meski untuk ukuran motor masih muat. Dan jujur dia juga takut.
"Enggak sih,tapi kakak curiga aja."
"Kenapa Kak Dana bisa curiga? Tama pernah bilang kalau dia ke sini?"
"Bukan. Bos di bengkel ku yang bilang. Dia liat Tama keluar dari diskotik itu."
Wicak tertegun. Apa dia salah dengar? Temannya yang polos,lugu,dan pintar itu bermain di diskotik? Astaga kemana saja dia selama ini?.
Diskotik yang dituju ada di belokan depan sana,masih jauh. Pun masih terlihat gelap,karena penerangan yang minim.
Meski minim cahaya,mata Wicak dan Adrian bisa melihat seorang diujung sana,ah tidak ada tiga orang. Dua sedang berdiri sedang yang satu bersender di dinding. Awalnya terlihat biasa namun dua pasang iris mata itu melebar ketika dua orang melayangkan tinjunya kepada satu orang itu. Dan detik berikutnya mereka berlari,menghentikan aksi bejat di depannya karena tahu,satu orang itu adalah Ardan.
"Woi! Pergi nggak lo!" Seru Adrian,Wicak merangkul tubuh lemah Ardan yang sangat berbau alkohol.
"Lo yang pergi! Nggak usah ikut campur!" Salah satu dari mereka melayangkan tinjunya tepat di wajah Adrian,membuatnya sedikit terhuyung namun masih bisa berdiri.
"Kak! Kak Dana!" Ardan berseru. Tidak kuat melihat kakaknya menjadi samsak mereka. Sedang Wicak sibuk menelpon polisi,secara diam-diam.
"Masih bisa berdiri lo! Nih lo makan nih!"
Satu pukulan
Dua pukulan
Hingga tiga pukulan telak mengenai wajah,dagu,juga ulu hatinya.
Adrian hanya meringis,mulutnya berdarah banyak sekali,juga memuntahkan isi perutnya. Dan tubuh itu limbung.
"Kak Dana!" Wicak menggoyangkan tubuh gemetar itu,kakaknya masih sadar meski kedarannya menipis.
Ardan meringis,dia berdiri dengan sedikit pusing efek dari alkohol yang tadi dia tegak.
Dia marah,tentu saja. Ingin membalas dua orang laknat itu. Karena memang mereka lah yang memulai masalah dengannya. Tiba-tiba mengambil ponselnya juga dompet nya,siapa yang tidak marah?
"Kenapa lo? Mau ngelawan? Heh!" Remeh salah satu dari mereka.
Ardan melayangkan tinjunya,tapi meleset justru kesempatan itu digunakan lawan untuk memukul perutnya,telak. Meski sama-sama dalam pengaruh alkohol,dua orang ini lebih bisa mengontrol diri daripada Ardan.
Pukulan berikutnya mengenai kepalanya,membuat pening. Dan terakhir tendangan tepat di pinggang Ardan,membuatnya terbentur tiang listrik di sana dan tubuh itu limbung agak jauh dari Adrian dan Wicak.
Wicak makin panik,menyebutkan alamatnya berada saja dia kesusahan juga terakhir dia meminta untuk dibawakan ambulans.
Tubuh Adrian mencoba bangkit. Dia tak kuat melihat adiknya disiksa seperti itu,lebih baik dia yang terluka dari pada adiknya.
"Masih bisa begaya lu narik kerah gue kayak tadi,hah?!" Orang itu menginjak-injak tubuh Ardan,sampai Ardan meringis.
"Dah,habisin aja bro!"
Dia berjalan mundur,mempersilahkan satu rekannya itu untuk eksekusi terakhir.
Dia mengambil sesuatu dari sakunya,dan mata Wicak membulat.Sebuah cutter.
"Ja-jangan!"
Tapi semua berjalan cepat.
Ardan tidak merasa sakit di tubuhnya,barang sedikit. Tapi apa ini? Wajahnya terciprat sebuah darah,darah milik kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC √ [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[Tersedia di Shopee] [ Namseok Local AU ] [COMPLETE] . . . "Kak." "Ya?" "Wicak itu penyihir ya?" Karena Ardan selalu berpikir bahwa semua penyihir akan memakai sebuah tongkat atau topi lancipnya, tetapi setelah melihat Wicak, rasanya dua benda itu t...