6

787 45 1
                                        

- Victoria Pov

Setelah 2 hari dirawat dirumah sakit akhirnya aku diperbolehkan pulang oleh dokter. Selama dirumah sakit Nio tidak pernah meninggalkanku. Walaupun kami saling diam tapi setidaknya dia ada disini. Wajahnya yang tanpa ekspresi itu kadang membuatku bingung. Aku penasaran bagaimana bentuk wajahnya saat dia tertawa kencang. Aku harap anakku tidak mirip dengannya nanti.

" Terima kasih. " Ucapku saat mobil berhenti didepan gedung flatku. Aku bersiap turun dari mobil.

" Aku akan segera menemukan rumah baru untukmu. " Ucapannya menghentikan gerakanku untuk turun.

" Apa maksudmu? "

" Kamu tidak akan nyaman tinggal disini. Kamu butuh orang untuk menemanimu. " Dia berbicara tanpa menatapku. Tidak sopan.

" Aku tidak perlu ditemani lagian aku akan bekerja. Dan aku tidak butuh rumahmu. " Enak saja. Dia pikir dia bisa mengatur hidupku.

" Resign sendiri atau mau dipecat? " Dia menatapku sekarang. Wajahnya tegas tidak ingin dibantah.

" Hei! Kau tidak bisa mengatur hidupku. Jika tidak bekerja aku akan makan apa? Aku mau bayar sewa pakai apa? " Semprotku padanya.

Memang dipikir uang bisa jatuh dari langit. Apalagi sekarang aku hamil. Aku harus memikirkan uang untuk lahiran dan banyak halnya. Aku tidak akan meminta dengan orang sombong ini.

" Aku akan membiayaimu. " Ucapnya sombong dengan wajah datarnya itu membuatku semakin geram.

" Aku tidak butuh uangmu. " Suaraku mulai tinggi karena aku mulai emosi. Kenapa dia harus begitu sombong. Dia pikir aku mau uangnya itu? Tidak sudi. Aku masih bisa bekerja sendiri.

Dia tidak menjawab. Tapi tangannya sibuk bermain dihandphonenya. Tidak lama kemudian aku mendengarnya berbicara ditelepon.

" Gemma apa aku bisa memecat karyawan direstoranmu? " Sialan. Bedebah sialan ini. Mataku melotot padanya.

" Ya. Apa ada karyawanku yang membuatmu tersinggung? " Suara Miss Gemma terdengar dari handphone pria sombong ini karena dia sengaja mengatur mode loudspeakers.

Tanganku bergerak cepat mengambil handphone dari tangannya dan langsung mematikan sambungan itu. Aku menatapnya tajam saat sambungan itu sudah dimatikan.

" Kau tidak berhak mengatur hidupku " Aku menatapnya tajam.

" Aku berhak karena anakku ada didalam perutmu. "

" Dia ada didalam perutku jadi aku yang akan mengambil keputusanku sendiri. " Ucapku tidak mau kalah kemudian langsung turun dari mobil. Dengan sekuat tenaga membanting pintu mobilnya dengan harapan semoga rusak.

" Victoria. " Panggilnya dari dalam mobil.

Aku membalik badanku dan berteriak padanya. " Apa lagi? "

Dia turun dari mobil dan berjalan menghampiriku. Sungguh aku sangat ingin menampar ekspresi datarnya itu.

" Kembalikan handphoneku. " Tangannya meminta handphonenya. Sialan kenapa aku membawa handphonenya segala. Bikin malu saja.

Aku menaruh handphone di tangannya dan meninggalkannya. Malu bercampur emosi. Aku tidak ingin melihat wajahnya lagi.

2 Hari kemudian

Hari ini aku sudah memutuskan untuk kembali bekerja. Aku sudah menghubungi Kenny kalau aku akan masuk kerja hari ini. Dia terus bertanya apa aku yakin. Seolah dia tidak ingin aku bekerja. Aku tahu dia hanya khawatir. Tapi aku meyakinkannya kalau aku sudah baik-baik saja. Aku masih belum memberitahu siapapun mengenai kehamilanku. Aku bersyukur Darcy sudah lama tidak pulang ke flat kami karena dia tinggal bersama pacar barunya.

DESTINY ( Nio And Victoria )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang