- Victoria POV
Aku memandang rumah besar dihadapanku dengan mulut terbuka. Aku tahu keluarga Nio kaya tapi tidak sekaya ini juga bayanganku. Ini bahkan bukan rumah, ini adalah istana. Berhubungan dengan orang kaya raya akan sangat berbahaya. Aku semakin pesimis dengan hidupku setelah melihat rumah besar ini.
"Ayo masuk sayang." Panggil Mommy Miranda. Dia sudah masuk terlebih dahulu dengan mengendong Theo.
Si bisu dingin itu mengambil barang dari bagasi mobil dan berjalan meninggalkanku. Melirik pun tidak.
Sejak kejadian di rumah sakit kemarin dia tidak lagi berkata apapun. Aku yang sangat takut dipisahkan dengan anakku hanya bisa mengikuti perkataannya untuk sekarang. Nanti akan aku pikirkan cara membawa anakku pergi dari sini. Beruntung Mommy Miranda sangat baik dan membantu. Aku yakin dia melihat mata bengkakku pagi ini karena aku menangis semalaman.
Seorang pelayan mendekatiku dan mengambil tas baby yang aku pegang. "Silahkan masuk nona." Ucapnya ramah. Ini sedikit menenangkan diriku karena begitu aku melihat dari jauh rumah besar ini yang ada di benakku adalah kehidupan yang kaku dan semua harus mengikuti peraturan.
Ketika masuk aku terpana dengan lampu gantung yang begitu besar dan mewah di atas kepalaku. Aku harus bekerja berapa lama agar bisa membeli lampu ini?
Lalu suara tertawa seorang wanita terdengar. Membuat aku langsung tersentak kaget dan langsung berjalan cepat menemui Theo. Dan benar saja ada dia disini. Tentu saja dia adalah menantu pertama keluarga ini. Sudah pasti dia tinggal disini.
Anata.
Wanita itu begitu cantik memakai dres santai rumahan dan rambut hitamnya yang dia gerai. Aku saja terpana melihatnya apalagi si bisu itu.
Seakan menyadari ada yang menatapku, aku melihat ke sampingku dan melihat si bisu itu sedang menatapku datar.Dia memberi tanda agar aku mengikutinya. Tapi aku diam saja hanya menatap punggungnya yang terus bergerak karena dia berjalan. Lalu dia berhenti dan menoleh ke belakang. Wajahnya terlihat kesal sekarang.
"Kenapa masih disana? Ikut aku." Nadanya terdengar kesal. Bukan terdengar tapi memang kesal. Membuatku sedikit bahagia.
"Kapan kau menyuruhku mengikutimu? Aku tidak mendengar suara apapun sejak tadi?" Jawabku santai.
Dia tidak lagi menjawab dan langsung berjalan cepat meninggalkanku. Aku yang sambil berjalan sambil melihat pemandangan rumah ini membuatku tertinggal jauh darinya. Tapi aku masih melihat dia yang melambatkan langkahnya. Lalu ketika aku hampir mendekatinya dia akan kembali berjalan cepat. Begitu terus sampai kemudian dia membuka pintu sebuah ruangan.
Dia masuk dan menaruh tas yang dia pegang tadi. Aku mengikutinya masuk kedalam. Suram. Semuanya hitam. Kecuali gordennya yang berwarna abu-abu dan marmer putih yang sedang aku injak sekarang.
"ini kamarku."
Pantas saja.
Tapi kenapa dia membawaku ke kamarnya?
"Kenapa kau membawaku ke kamarmu? Aku tidak mau sekamar denganmu. Dimana kamarku dan Theo?"
Tanpa menjawab dia berjalan keluar dan aku dengan patuh mengikutinya. Dia membuka pintu yang masih sederet dengan kamarnya. Melewati 1 pintu di tengah. Bagus jadi aku tidak harus dekat-dekat dengannya.
"Ini kamar Theo." Ucapnya saat membuka pintu kamar.
Wow. Jujur saja aku tidak menyangka mereka menyiapkan kamar untuk Theo. Aku pikir Theo akan tidur denganku. Aku melihat ada sofa cukup besar tersedia disini. Itu sudah cukup untuk aku tidur disini. Aku mencoba merasakan sofanya dan sangat nyaman dan empuk.
Lalu suara pintu terbuka mengalihkan pandanganku.
"Ini kamarmu."
Sekali lagi aku dibuat kaget oleh si bisu ini. Wow jadi aku mendapatkan kamar sendiri dan terhubung langsung dengan kamar Theo.
Aku melihat kamar besar dengan nuansa yang hangat berada dihadapanku. Ranjang besar berada di tengah dan lemari kaca besar berdiri gagah disampingnya. Wow ini luar biasa. Jika dulu aku hanya mempunya kaca yang cukup untuk melihat sebelah mataku maka sekarang aku dapat melihat setiap inci tubuhku.
"Istirahatlah." Ucap Nio lalu berjalan menuju pintu ke kamar mandi.
Eh tapi kenapa dia ke kamar mandi kamarku? Belum sempat aku memprotes aku begitu shock ketika pintu itu terbuka dan yang terlihat adalah kamar suram itu.
Kamar kami terhubung???
Yang pertama terpikirkan olehku adalah bagaimana cara mengunci pintu itu? Sehingga dia tidak akan berkeliaran semaunya nanti.
"Kau dilarang melewati pintu ini mulai dari sekarang." Ucapku tegas.
Dia kembali menampakkan wajah kesalnya padaku. Tapi aku tidak peduli.
"Ini rumahku." Ucapnya kesal.
"Dan ini kamarku." Balasku tidak mau kalah. Aku menutup pintu dengan kencang sengaja agar terlihat keren.
Tapi karena terlalu kencang aku jadi takut merusak pintu ini. Ya tuhan aku tidak sanggup mengganti rugi pintu ini. Setelah yakin pintunya tidak ada yang lecet aku mencari cara mengunci pintu ini. Kenapa tidak ada pegangannya? Lalu bagaimana membukanya? Aku mencoba mendorong tapi tidak berhasil. Menggeser tidak berhasil juga. Aku yang bodoh atau pintu ini memang rusak?
Karena kesal aku menunjuk-nunjuk pintu ini dengan jariku. Menganggap itu adalah Nio dengan wajah datarnya. Tapi aku dibuat kaget karena pintu itu terbuka dengan sendirinya. Dan pemandangan didepanku lebih membuat jantungku berdetak kencang.
Nio menatapku dengan kedua alis yang terangkat. Tangannya menarik baju yang tadi baru setengah dilepasnya. Sekarang dia sungguh bertelanjang dada.
"Dasar mesum." Teriakku kencang dan kembali membanting pintu itu. Aku yakin mendengar suara tertawa kencang dari kamarnya.
Si bisu mesum itu.
Kurang ajar. Jantungku sungguh tidak bisa diajak kerja sama. Wajahku pasti sudah semerah udang rebus.
Suara ketukan pintu mengagetkanku. Harus berapa kali aku terkaget-kaget hari ini? Dengan perlahan aku membuka pintu dan menemukan Lea, pengasuh Theo sedang menggendong Theo yang sudah tertidur nyenyak.
Aku mengambil ahli Theo dan menidurkannya di ranjangku. Sedangkan Lea merapihkan tas bawaan kami dari rumah sakit. Tapi perlahan aku juga ikut mengantuk karena semalam aku menghabiskan malam dengan menangis.
Tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur. Aku terbangun karena suara tangisan Theo yang keras.
Saat membuka mata aku melihat Nio sedang berjalan mondar mandir berusaha menenangkan Theo yang terus menangis. Aku melihat jam dan ini sudah jam untuknya menyusu. Pantas saja dia terus menangis.
"Berikan padaku. Theo lapar aku akan menyusuinya." Suaraku membuat Nio berhenti berjalan dan langsung memberikan Theo padaku.
Aku belajar banyak hal tentang merawat bayi dari mommy Miranda. Salah satunya menyusui. Jadi aku sekarang sudah cukup mahir melakukan dan mengetahui posisi yang nyaman dan aman untuk bayi ketika menyusui.
Seketika Theo langsung terdiam dan fokus menyusu padaku. Aku menatap bayi kecil ini yang begitu bersemangat. Lalu aku baru ingat kalau Nio ada disini dan aku dengan santainya menyusui Theo. Dengan cepat aku mengambil selimut Theo menutupi diriku.
Aku menoleh menatapnya. Dia seperti anak kecil yang ketahuan mencuri dan salah tingkah.
"A..aku akan kembali ke kamarku." Ucapnya cepat dan berjalan cepat hampir berlari masuk ke kamarnya. Masih melewati pintu itu. Nanti aku akan mencari cara menutup akses itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY ( Nio And Victoria )
RomantizmSemua karena alkohol. Jika aku bertemu dengan jin yang bisa mengabulkan 3 permintaan maka permintaan pertamaku adalah memusnahkan alkohol dari muka bumi ini. - Victoria Kyle Monrie Alkohol memang bisa menghilangkan masalahku sejenak tapi kemudian...