Yang tidak seharusnya

128 16 4
                                    

Hey!

Apa kabar? Udah lama banget nggak nerusin lapak ini. Total revisi baru 4 bab ya.

Tunggu kelanjutannya!

Have reading 👋

Siang itu nadira sedang membereskan buku pelajaran yang berantakan di atas meja. Kelas sudah selesai beberapa menit lalu. "Jadi anak SMA tingkat akhir memang susah ya, sungguh anjir!" mengumpat dan berbicara sendiri sudah menjadi kebiasaannya.

Lorong kelas yang begitu sepi tak membuat nadira merasa ketakutan. Tersenyum samar saat memandang segerombolan anak laki-laki yang sedang bermain basket di lapangan tengah.

Dengan tumpukan banyak buku yang berada di dekapan, ia berdiri sendiri di sebuah halte. Memilih menaiki angkutan umum, nadira menolak untuk dijemput ataupun memesan taksi online.

Klakson motor membuat dirinya berjengit kaget. Lelaki yang berbalut jaket denim disertai motor N-MAX bewarna putih yang sangat nadira kenali pemiliknya. "Udah aku bilang, tunggu di parkiran aja. Ngeyel banget sih!"

Itu rian, masih ingat kan?

Seorang lelaki yang sebentar lagi akan berubah status menjadi saudara ipar nya.

"Enak nunggu di halte, semilir angin nya menenangkan" yang dijawab nadira disertai kekehan pelan. Memajukan kepalanya—menerima uluran rian untuk memakaikan helm. "Makasih ganteng"

Bergidik geli, rian melajukan motor nya dengan senyum tertahan. "Kita mampir ke tempat biasa aja yuk, sekalian nyore. Nanti aku deh yang ngomong sama bunda"

Nadira mengangguk saat rian menatap nya lewat spion sebelah kanan. "Traktir tapi ya, aku mau beli album baru soalnya"

"Untuk apa sih beli album? Nggak bisa di makan juga—"

"—Tapi bisa dinikmati" terpangkas, nadira memberi tahu dengan nada tegas. Yang tak rian hiraukan. Lelaki itu memarkirkan motor nya dengan apik.

Café All Stars.

Tempat bersejarah, yang selalu menjadi saksi bisu dari perjalanan cinta nabilla dan satryo. Rian membawa nadira kesini.

"Perasaan café di Palembang banyak. Tapi kenapa kita selalu kesini sih?"

Memilih tempat biasa, di pojokan ruang. Berdekatan dengan sejuk nya semilir AC dan seorang barista tampan. "Yang dipilih itu kenyamanan nya nadira, lagian wifi nya juga gratis"

Mendengus keras nadira tak menghiraukan perkataan rian barusan. Lelaki itu sedang pergi memesan minuman untuk keduanya.

Menghembuskan nafas lelah, ia tahu. Seharus nya rasa ini tak pernah ada. Rian terlalu sulit dan susah untuk di gapai. Senyum, sikap ramah dan perhatian serta segala yang dimiliki oleh lelaki bemarga Dirgantara itu, semu.

Yang kelopak mata nya sudah berair. Rasa ini harus segera di hapuskan. Tetapi mengapa begitu sangat sulit?

Rian terasa dekat dan berjauhan di waktu yang bersamaan. Ingin ego memenangi, tetapi ia sadar. Saudara nya juga sudah merasakan banyak kesulitan.

Saat sapuan dari jari manis rian menghapus buliran hangat milik nadira, lelaki itu tersenyum tulus. "Kenapa nangis?"

Menggeleng pelan, nadira berusaha menghapus air mata yang terus ingin mendesak keluar. Jangan seperti ini!

"Waktu kita masih banyak"

Mendongak dan mengerjapkan mata. Apa maksud dari kata-kata rian barusan. "Masih ada waktu sekitar dua minggu lagi, mau menghabiskan waktu itu bareng aku?"

🍭🍭🍭

Jeffery mengernyit heran kala melihat putri bungsu nya yang berjalan gontai memasuki pintu rumah. "Kenapa dek?"

Menggeleng pelan, senyum yang dipaksakan hadir nadira lakukan. "Nggak pa-pa yah, Cuma capek aja. Adek masuk kamar dulu ya"

Yang seharusnya tak boleh begini. Nadira melewatkan nabilla yang sedang melambai dan tersenyum hangat padanya. "Baru pulang dek—Kamu habis nangis?!"

Berbalik sebelum menutup pintu kamar "Bukan urusan mbak!"

Ketus, dan bukan seperti adiknya!

Nabilla mengernyit heran, ada apa dengan nadira?

Menghempaskan tubuh dengan kasar, setelah berganti baju. Nadira mengurung diri di kamar. Bahkan panggilan dari kaizan diluar pintu pun tak ia hiraukan. Masih sibuk mengatur perasaan yang meluap hingga membuncah. Ini terasa begitu menyesakkan!

Saat pikirannya berkelana, mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu.

"Waktu kita masih banyak"

Mendongak dan mengerjapkan mata. Apa maksud dari kata-kata rian barusan? "Masih ada waktu sekitar dua minggu lagi, mau menghabiskan waktu itu bareng aku?"

"Kamu ngomong apa sih?! Aku nggak ngerti" berkelit, dan berbohong sudah menjadi kebiasaan nadira saat dihadapkan dengan seorang Rian.

"Karna aku juga seharusnya nggak memiliki rasa ini, nadira"

Hening, semua ini begitu nyata bagi keduanya. Merasakan sakit dari perasaan yang timbul tanpa ada kata permisi dari tuannya. "Kita harus gimana?"

"Hapus rasa itu rian" Dengan suara bergetar nadira menatap rian tepat di matanya. "Karna aku juga bakal berusaha menghapus perasaan ini, dan seharusnya kita jangan begini"

"Terus penawaran ah bukan waktu yang masih tersisa dua minggu lagi itu, kita gunakan buat—"

"Belajar dan menghapus serta menghikhlas kan semuanya" terpangkas sebab nadira memotong. "Perjalanan kita masih panjang rian, masih banyak lika-liku serta pertemuan dengan orang yang akan terjadi di masa depan nanti.

Kita juga bakalan sering ketemu nanti nya, dan aku harap rasa kamu sudah berubah terhadap aku. Aku akuin semua ini memang sulit, bahkan... menyesakkan.

Tapi—mbak aku udah berusaha terlalu banyak. Menumpu semua beban di punggung dia. Aku juga mau belajar jadi wanita seperti itu. Aku harap kamu ngerti rian.

Terimakasih karna udah mau berteman dengan aku untuk waktu yang lama ini. Terimakasih karna ternyata perasaan aku berbalas. Dan terimakasih untuk kamu yang nanti mau merelakan perasaan ini.

Aku pulang"

Sungguh, menangis tanpa suara begitu menyesakkan!

Yang kini wajah serta mata milik nadira begitu sembab. Seakan-akan sedang cosplay menjadi zombie.

Ketukan di pintu pun sekali lagi tak ia hiraukan. "Nadira? Turun dulu, makan malem" itu nabilla, yang sedari tadi tak berhenti mengetuk serta memanggil sang adik. Rasa lelah di tubuh pun tak gadis itu hiraukan.

"Duluan aja mbak, aku masih kenyang dan... lagi ngerjain tugas dari guru"

Seharusnya nadira tak lagi harus berbohong seperti sekarang. Untuk melihat wajah saudara nya pun seakan menjadi momok menyusahkan. Dirinya berterus terang "Ya udah tapi jangan lupa makan ya! Nanti mbak siapin di meja"

Bertepatan dengan jeffrey yang baru saja mendaratkan bokong nya di kursi makan, satryo datang bersama keluarga. Dengan keberadaan rian yang berdiri dibelakang. Lelaki itu sedang celingak-celingukan.

"Nadira di mana yah?"









Tbc

Sulit jadi nadira dan rian ya?

Tunggu kelanjutan chap ini!

Sebentar lagi udah mau tamat nih :)

See ya

Pengagum rahasia {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang