"Asyana Putri! Kenapa kamu tidak memperhatikan saya? malah senyam-senyum sendiri, nge halu apa kamu disana?!" Tegur pak Handoko, sedikit menggebrak papan tulis.
Syana yang sedari tadi melamun, seketika tersentak, ambyar sudah pikiran romantisme-nya perihal kencannya nanti malam. Wajahnya berubah cengo, menatap gurunya dengan raut tak percaya.
Syana mengedipkan matanya cepat, mengorek singkat telinganya. Apa ia tidak salah dengar? Ia kira, kata "halu" hanya di pakai anak muda jaman millenial ini. Rupanya, bapak-bapak pun bisa.
Syana masih terdiam, masih tak percaya bahwa guru Sejarahnya ini ternyata tidak kuno seperti yang ia duga. Ia kira, gara-gara mengajar sejarah, gurunya itu hanya tau bahasa klasik. Hhaha becanda.
"Asyana! Kamu dengar apa yang saya katakan?" Tegur pak Handoko lagi dengan suara yang lebih tinggi.
Syana lagi-lagi terkejut, "ah ... Iya pak, maaf," ucap Syana setelah tersadar. Menampilkan deretan gigi putihnya yang tak berdosa.
Dirinya merasa sangat malu. Secara, seorang Syana yang terkenal tidak pernah mendapat masalah, apalagi di tegur guru, kini malah di katai "halu" oleh bapak guru.
Hal itu tentu menjadikan Syana pusat perhatian teman sekelasnya.
"Nge-halu apaan sih Sya?"
"Lo gak lagi nge-hayal oppa oppa nyium jidat lo kan?"
"Nge-halu kok disiang bolong."
"Jangan kebanyakan halu, hasilnya ngeri kalo nggak sesuai ke-haluan lo!"
"Lagi mikirin pak Kim deh kayaknya. Mentang-mentang namanya mirip kayak oppa koriya."
Komentar demi komentar dilontarkan seisi kelas untuknya. Membuat Syana hanya mendelik jengah dengan sindiran teman-temannya itu. Temen emang gitu, sekali ada objek, langsung hujat saat itu juga.
"Sok atuh di hujat. Kalian sucih, aku penuh dosah!"
***
Di sebuah ruangan bernuansa kuning cerah. Disana, terdampar seonggok ratu pisang besar pemimpin kerajaan pisang halunya.
Dengan seragam sekolah yang masih setia melekat pada tubuhnya, ia tertidur di singgasana seperti paus orca yang terdampar.
Hampir saja ia melupakan sebuah janji jika saja ia tidak dibangunkan oleh deretan spam pesan singkat dari ponselnya.
Dering pesan singkat itu berbunyi terus-menerus tanpa henti. Membuat indra pendengarannya merasa terganggu dan memberi perintah ke otaknya untuk segera bangun.
Dengan mata yang masih setengah tertutup, Syana mendecak, "Ck, siapa sih, ganggu aja!" Gumamnya kesal, belum sepenuhnya sadar.
Dengan mata masih sedikit buram, Syana melihat nama yang tertera di ponselnya.
Dengan kesadaran yang sudah hampir penuh, ia terkejut bukan main. Arya mengiriminya lebih dari seratus pesan.
Syana meneguk ludahnya kasar, perlahan-lahan matanya melihat ke jam dinding, apakah cocok dengan jam yang ada di ponselnya? Takutnya, jam ponselnya ini, ia salah mengatur.
Dan benar saja. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat lima puluh lima menit. Syana membulatkan matanya seketika, beralih kembali pada ponsel di tangannya dan segera mengirimkan voice note untuk mempersingkat waktu membalas pesan Arya.
"Arya, sorry gue ketiduran. Gue siap-siap dulu, lima belas menit lagi gue selesai," ucapnya terburu-buru dan segera mengirim vn tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Player BUCIN
JugendliteraturPara bucin mendekat! Yang bucin tambah bucin. Yang nggak bucin banyak tutorial bucin. Cowok ngejar cewek? Sudah normal. Cewek ngejar cowok? Oke, sudah banyak. Tapi, bagaimana ceritanya jika sama-sama suka, tapi nggak berani ngungkapin? Dan parahnya...