Bag.18 Taruhan

13 5 0
                                    

"Minggu depan, ulangan semester genap di mulai. Ulangan itu menentukan kalian naik ke kelas dua belas atau tidak. Jadi, belajar yang giat mulai dari sekarang."

Interupsi itu di tujukan untuk seluruh kelas 11. Mereka tidak menyangka, waktu berjalan begitu cepat. Rasanya, baru kemarin mereka mendaftar dan melaksanakan MPLS.

Waktu yang begitu menyenangkan, membuat mereka lupa akan waktu yang terus berjalan.

***

"Arya, lo kalo belajar yang bener," ucap Syana mengingatkan.

Kini mereka tengah makan bersama di kantin. Syana yang menyantap batagor dengan segelas es jeruk, dan Arya memilih menyantap bakso dengan segelas es teh.

Arya menoleh ke Syana yang duduk di sampingnya. "Tanpa belajar pun, gue udah pinter," katanya sombong.

Syana mendecih pelan. "Nggak percaya gue."

"Nggak percaya yaudah, gue emang pinter kok," ujar Arya acuh.

Syana memutar bola matanya malas. "Lo berani taruhan?"

"Ta...taruhan?" tanya Arya memastikan.

"Iya, taruhan. Nilai yang paling rendah, harus kabulin apa aja yang di minta. Berani nggak lo?" tantang Syana.

"Nggak jaman banget sih main taruhan," elaknya sembari tertawa hambar. Mampus kan!

"Bilang aja kalo lo goblok, makanya nggak berani," ucap Syana meremehkan, menyebikan bibirnya.

Arya melototkan matanya, menatap Syana tak percaya. "Anjirrr, mulutnya. Nggak bisa di perhalus dikit apa, Sya?"

"Nggak," jawab Syana cepat. Kembali memasukkan batagor ke mulutnya.

Arya mengerang pelan. "Oke, gue bakal buktiin!" Ucap Arya lantang, yakin.

Syana kembali menoleh, menampilkan sedikit senyum miringnya. "Jadi?"

"Gue terima tantangan lo!"

"Deal?" tanya Syana, menyodorkan tangan kanannya untuk menjabat tangan Arya. Arya membalas jabatan itu tanpa ragu, ia menangguk mantab.

"Deal!"

Syana tertawa puas. Kita lihat, siapa yang akan mendapat hukuman dan siapa yang akan mendapat keuntungan.

***

"Aghrrr!"

Arya mengacak rambutnya frustasi. Ini sudah yang ke-tiga kalinya ia membaca materi yang sama, namun tidak ada sedikit pun yang mampu masuk ke otaknya.

Sudah hampir dua jam ia duduk di depan meja belajarnya. Namun hasilnya? Ah, mengecewakan.

Arya mendongak, menatap jam dinding yang tergantung tepat di atas meja belajarnya. Jam delapan lewat 15 menit. Hari semakin malam saja.

"Segoblok itu kah, gue?" gumamnya pelan. Matanya sendu, ingin rasanya ia menangis saat itu juga.

"Masa belum apa-apa udah nyerah, udah kalah?"

"Kalo kaya gitu, apa yang bisa gue buktiin ke Syana?"

Arya mengusap wajahnya kasar. Lengannya ia tekuk di atas meja, ia membenamkan wajahnya di sana.

Ia ingin mengosongkan otaknya sejenak agar pelajaran yang ia pelajari dapat masuk ke otaknya dengan mudah. Apakah otaknya memiliki kapasitas yang kecil?

Kepalanya terasa berputar, sangat pening. Ia memilih tidur dengan posisi itu sebentar dan berniat melanjutkan belajarnya saat terbangun.

Arya mulai memejamkan mata, hampir memasuki alam mimpinya.

Player BUCIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang