L I M E R E N C E [ 1 ]

1.2K 71 11
                                    

"Jika jodoh tidak akan ke mana, kenapa harus dicari?"
~Adhyastha Adelio Cetta

"Siap! Izin! Kalimat Danton sangat fatal!" Serda Lilo melapor penuh berani. Dia adalah komandan dari Regu Alpha.

Alis kananku terangkat sedikit. "Bukannya tepat? Itu kan lagi tren sekarang," jelasku mengingat story whatsapp milik teman lamaku.

Serda Lilo menahan tawa. Aku menajamkan tatapanku padanya. Dia bergeming sembari berdeham pelan. "Siap! Izin! Begini Ndan, maaf kalau saya ini lancang ya?" Aku mengangguk samar, masih dengan tatapan tajamku. "Ilmu Danton tentang cinta masih renda," ucapnya terdengar pelan.
(Renda =  rendah)

Kedua bola mataku melotot lebar. "Apa kamu bilang?!" Serda Lilo menengadah tepat ke arah bola mataku. Aku memejamkan mata sebentar sembari menggeleng pelan. "Sikap taub—"

Prada Ian menyela pembicaraanku. Ieu, nu boga Palembang. "Siap! Izin! Benar kata Danru, Ndan. Kalimat Danton tadi fatal. Jodoh memang tidak akan ke mana, tapi Danton tidak harus berdiam diri terus. Bagaimana kalau jodoh Danton nyasar di tempat lain?" Beberapa anggota Regu Alpha tertawa terbahak-bahak akan ucapan Prada Ian, dia anggota Regu Alpha dalam peletonku. Aku memalingkan tatapan membunuh ke arah mereka. Sekejap keadaan kembali hening. "Jodoh mesti dicari Ndan. Kalau begini terus, Danton bisa jomlo sampai kapan pun. Kita-kita ini juga butuh kakak ipar. Iya, tidak?" Seluruh anggota Regu Alpha mengangguk cepat. "Lihat, Ndan." Aku melirik mereka semua. Benar, mereka tampaknya butuh seorang kakak ipar.
(Ieu, nu boga Palembang = Nih, yang punya Palembang)

Apa bagusnya bagi mereka?

Aku mendengkus. "Lalu apa gunanya kalimat itu?" tanyaku menantang.

Serda Lilo berdeham lagi. "Siap! Izin! Kalimat itu jelas digunakan saat Danton sudah mendapat jodoh dan jodohnya itu ternyata sudah kenal lama dengan Danton. Benar, tidak? Tidak 'ke mana' kan?"

Aku manggut-manggut. Detik berikutnya, keningku mengerut. "Lantas, saya harus bagaimana?"

Mereka semua serempak menepuk jidat masing-masing. Serda Lilo tertawa pelan. Komandan Peletonnya ini terlihat bodoh sesaat. Bertolak belakang dengan nama lengkapnya, Cetta, yang berarti berpengetahuan luas alias pandai. "Ya Danton carilah. Siapa tahu ketemu," ujar Serda Lilo terkesan memerintah.

"Apa yang barusan kamu katakan? Kamu menyuruh saya?!" tatapan beringasku membuatnya menggeleng cepat berulang kali.

"Tidak. Katanya Danton ingin mencari jodoh ... ."

Benar juga.

Keadaan kembali hening. Seluruh prajurit asyik menatap Komandan Peletonnya sambil menunggu jawaban. Mereka tampak penasaran sekali, sementara aku sibuk berpikir harus mencari jodohku ke mana.

"Saya cari ke mana?" gumamku sambil mengusap-usap dagu. Serda Lilo menggeleng heran.

Suara derap langkah kaki menginterupsi keheningan di antara kami. Aku menegapkan tubuh, begitu pula yang lain. Kami semua serentak memberi hormat. "Siap! Siang, Danki!"

Kapton Rio membalas hormat. "Siang!"

"Siap! Izin! Ada apa Danki datang kemari?" tanyaku penuh kehati-hatian. Walaupun Kapten Rio ini cukup akrab denganku, aku tak mungkin melupakan pangkatku di depan prajurit lain. Rasa-rasanya aku secara tidak langsung mengajari mereka tata krama yang tak benar. Faktor wajah garang Kapten juga salah satu penyebabnya.

"Begini," Kapten mulai membuka map yang dia bawa. Dia mengambil satu kertas di antara banyaknya kertas di dalam map. "Tolong fotokopi ini. Bisa tidak, Letda Adhy?" tanya Kapten padaku sembari menyerahkan kertas.

Limerence [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang